Kedua
matanya baru terbuka lebar lalu menggambarkan sebuah senyuman menyambut sinar
mentari yang merangsek masuk diantara tirai jendela kamarnya. Sinar yang begitu
hangat mulai menyinari tubuhnya, saatnya untuk beraktifitas.
Dilihatnya
foto Mama yang ada di meja yang ada disamping tempat tidurnya, dia kembali
tersenyum lebar. Dia mengambil figura foto tersebut, memandangi wajah Mama yang
juga tersenyum, tersenyum dari surga sana. Iya Mama sudah meninggal, sejak
kelahiran adiknya.
“Oneechan. Bangun! Sudah siang”, teriak
Oxel sambil membuka pintu kamar kakaknya.
Ternyata
Oliv sudah siap dengan handuknya, dia sudah berdiri didepan pintu kamar mandi
yang ada dikamarnya. Oxel agak terperanga dibuatnya, dia sedikit terkejut
melihat kakaknya yang ternyata sudah siap untuk mandi. Kemudian Olivia langsung
masuk ke kamar mandi tanpa berkata apa-apa pada adiknya itu.
Kemudian
Oxel keluar dari kamar kakaknya itu. Dia masih dalam masa liburan sekolah
makanya Oxel santai-santai saja. Rencananya dia bakal melanjutkan sekolahnya di
Jepang. Dia memang bermimpi bisa bersekolah disana.
“Papa
belum berangkat?”, tanya Oxel yang masih melihat Papa nya ada di meja makan
sambil membaca koran online di tab milik Papa.
Papa
masih serius membaca berita pagi ini tapi tidak lantas mengacuhkan anaknya, “Sebentar
lagi. Ini masih terlalu pagi”, balas Papa.
Lalu
Oxel mendekati Papa dan duduk di tempat duduk yang terdekat dengan Papa, sambil
dia menyiapkan roti untuknya sarapan pagi ini.
“Kak
Oliv beneran nggak ikut ke Jepang, Pa?”, tanya Oxel.
Papa
menggeser lembar koran online-nya, “Kakak kamu maunya tetap disini, dia pengin
tetap di Indonesia”.
“Yah.
Gak seru dong, masa aku di Jepang sendirian”, seru Oxel dengan mulut yang penuh
dengan roti sarapannya.
“Kan
ada Papa, jadi nggak bakalan sepi”.
“Kalau
gitu pasti kak Oliv yang bakal kesepian”.
“Papa
bakal sering ngunjungin kakak kamu disini”.
“Kalau
gitu Oxel dong yang jadi kesepian saat Papa ada disini”.
Papa
lalu meletakkan tab-nya. “Nggak usah bikin bingung gitulah. Kita lihat aja ntar”.
Terdengar
langkah kaki yang mendekat kearah mereka berdua. Ternyata Oliv sudah selesai
mandi dan selesai dengan semua persiapannya. Oliv lalu menyapa Papa dan adiknya
sambil mengambil posisi duduk disamping Oxel.
“Nggak
usah dibikin repot gitu. Aku nggak apa-apa kok sendirian dirumah ini”, seru
Oliv sambil mengolesi roti dengan selai coklat.
“Ayolah
kak, ikut aja ke Jepang. Pasti lebih seru disana”.
Oliv
menggeleng, “Biar kakak disini bareng Mama dan kamu di Jepang bareng Papa”.
“Ah
kakak. Lagian Mama pasti juga setuju kalau kakak mendingan ikut kita ke Jepang”.
Oliv
kembali menggeleng.
“Huft”,
desah Oxel. “Kalau aja kak Oliv sudah nikah dan punya suami, pasti aku nggak
bakal sekhawatir ini ninggalin kakak sendirian di Indonesia”.
Oliv
yang baru beberapa saat mengunyah makananya terasa tersedak lalu mencoba
menelannya dan meminum susu putih yang tersedia dimeja makan. Papa yang tadi
mulai sibuk dengan tab-nya kini kembali meletakkannya di meja dan tertegun
dengan apa yang Oxel omongkan tadi.
Oxel
melirik kearah Oliv yang tersedak lalu kearah Papa yang tertegun, wajah
keduanya terlihat aneh dan Oxel hanya melanjutkan makannya tanpa mempedulikan
ekspresi yang Papa dan kakaknya itu tampilkan.
Saatnya
untuk Oliv berangkat ke kampus. Dia pamit kepada Papa dan adiknya yang kemudian
keluar dari rumahnya dengan penuh semangat.
Langkah
kakinya begitu mantab pagi ini. Dia akan menjalani sesuatu yang baru, mulai
hari ini dia resmi menjadi seorang mahasiswi dari universitas terkemuka di
Indonesia. Dia masuk jurusan desain grafis, karena memang bidang tersebut sudah
dia gemari saat masih kecil. Dia juga pintar menggambar.
Masa
orientasi mahasiswa yang menyesakkan dada sudah selesai dilaksanakan seminggu
yang lalu. Dan semua mahasiswa baru sudah resmi masuk perkuliahan hari ini.
Dengan
mobil warna putihnya, Oliv melaju kencang membela keramaian jalanan kota. Wajahnya
kali ini berbinar cerah, dia akan melewati hari yang baru dengan harapan
menjalaninya dengan baik dan sepenuh hati. Tak ada satupun guratan keraguan di
wajahnya.
“Kamu
cerdas”, ucap Papa yang kemudian mengacak-acak rambut Oxel. Papa bangkit hendak
pergi kerja, “Papa akan buat Oliv nggak sendirian disini. Ide kamu memang
brilian!”, seru Papa sambil menoleh kearah Oxel.
Oxel
yang sedang menggigit rotinya hanya bisa diam melihat tingkah Papa-nya yang
aneh pagi ini. Ide Oxel yang mana coba yang brilian, Papa aneh dipikiran Oxel
pagi ini.
“Emangnya
tadi aku ngomong apa?”, Oxel mencoba mengingat kembali ucapannya. Sesaat
kemudian Oxel teringat, “Jangan-jangan Papa mau menikahkan kak Oliv sama
seseorang”.
Kemudian
Oxel tertawa nyaring begitu geli dengan pemikirannya saat itu mengenai
kemungkinan rencana Papa yang akan diperuntukkan buat Oliv.
Kenapa
Oxel bisa berpikiran seperti itu karena memang dia ratunya drama, semua
film-film drama sudah dia tonton, novel-novel, atau apapun yang berbau drama
selalu menemaninya setiap hari. Pokoknya Oxel is Drama Queen.
ᴥᴥᴥ
Turun
dari mobilnya, Oliv tersenyum melihat gedung universitasnya yang megah. Kemudian
dia berjalan sendirian menuju gedung tersebut yang mulai ramai dengan mahasiswa
yang berdatangan.
“Dia
kuliah disini juga”, seru Disti terkejut saat melihat Oliv mulai memasuki
kampus.
Disti
yang baru turun dari mobil pacarnya itu sampai-sampai mengacuhkan pacarnya itu
yang sekarang berdiri tepat disampingnya. Pacarnya itu juga ikut melihat kearah
apa yang Disti lihat dari tadi, melihat kearah Oliv.
“Siapa
sayang?”, tanya Adit pacar dari Oliv.
“Itu
yang pakai kemeja warna orange”, tunjuk Disti, “Dia musuh aku waktu di SMP. Kelihatannya
aja alim, padahal sering ngebully aku dan yang lainnya”, lanjut Disti semangat.
“Masa
sih?”, tanya Adit nggak percaya sambil merangkul Disti.
Disti
mengangguk, “Sampai-sampai dia rebut juga cinta pertamaku”.
Mendengar
kalimat itu Adit melirik kearah Disti, dia agak nggak nyaman mendengar kalimat
yang Disti lontarkan padanya. Tapi Disti nggak menangkap keanehan itu, dia
terus menjelek-jelekkan Oliv didepan pacarnya itu.
“Kekelas
aja yuk”, ajak Adit.
Mereka
berdua berjalan kekelas bersama-sama. Adit terlebih dulu mengantarkan Disti
kekelas yang memang nggak terlalu jauh. Setelah itu Adit kembali melanjutkan
perjalanannya menuju kelasnya yang berada dilantai atas.
“Aku
kekelas dulu ya. Nanti kita ketemu di kantin”, seru Adit.
Disti
mengangguk sambil tersenyum, Adit kemudian berjalan meninggalkannya sendirian. Setelah
Adit lenyap dari hadapannya, Disti berjalan masuk kekelasnya.
Sungguh
sangat tidak terduga, Disti mendapati Olivia duduk didalam kelas yang sama
dengannya. Mereka berdua sekelas.
Disti
berusaha wajar saja karena memang dia tidak mau berurusan dengan Oliv. Sudah
cukup banyak mahasiswa yang memenuhi kelas tersebut, tapi tidak ada satupun
yang bersama Oliv. Oliv memang tidak bisa bergaul, dia terbiasa sendiri sejak
SMP, dia lebih senang menyendiri.
“Hey
Oliv”, sapa Disti dengan nada sangat dipaksakan supaya terdengar manis.
Oliv
lantas menoleh kearah Disti yang memanggilnya, sungguh dengan tatapan tidak
senang. Lalu Oliv bangkit dengan cepat dan yang tidak terduga adalah Disti yang
terjatuh, dia tersungkur kelantai saat Oliv bangkit tadi.
“Lo
kenapa sih? Gue cuma mau berteman sama lo, kenapa lo dorong gue sampai begini?”,
seru Disti keras membuat suasana kelas hening dan semua orang yang ada
didalamnya mendengar apa yang dia ucapkan.
Oliv
tersenyum sinis dan membiarkan Disti jatuh dihadapannya.
Kenapa gue harus
ketemu dia lagi disini? Apa nggak ada universitas lain, kenapa dia harus milih
kuliah disini?
Ada
seseorang datang dan langsung membantu Disti berdiri, “Lo nggak apa-apa?”,
tanya cewek itu.
Disti
mengangguk lemah.
“Lo
kenapa sih, ini hari pertama kuliah sudah cari gara-gara!”, seru cewek itu
didepan wajah Oliv.
Tapi
Oliv nggak menanggapi mereka berdua, dia kembali duduk dibangkunya dan mulai
disibukkan dengan buku yang sedang dia baca tadi.
Lalu
cewek itu mengajak Disti untuk duduk berdekatan, suasana kembali seperti semula
tapi sungguh sorotan mata terhadap Oliv berubah, sepertinya Oliv akan
mendapatkan banyak musuh dikelasnya ini dan Disti akan mendapatkan teman yang
sangat banyak, karena memang setelah dia duduk banyak orang yang care dan menanyakan keadaannya setelah
jatuh tadi.
Siang
harinya di kantin.
Suasananya
sudah ramai, Disti bersama Selly teman barunya yang tadi membantunya berdiri
dikelas setelah terjatuh dihadapan Oliv. Mereka menjadi teman yang akrab sekarang.
Mereka duduk bersama setelah membeli makanan.
“Udah
lama?”, tanya Adit setelah mengecup pipi kiri pacarnya itu.
“Nggak
kok. Udah duduk disini”, seru Disti sambil menarik tangan kanan Adit.
Kemudian
Adit duduk disamping Disti, Selly duduk dihadapan mereka berdua. Lalu
teman-teman Adit juga mulai berdatangan dan duduk ditempat yang sama dengan
mereka bertiga.
“Hey
cantik. Gue Hengki, nama lo siapa?”, tanya Hengki pada Selly.
“Nama
gue Selly”.
“Sekelas
sama Disti?”, tanya Hengki lagi.
Selly
mengangguk mantab, “Iya”.
“Kenalin,
gue senior lo. Ketua BEM kampus ini”, Hengki menyodorkan tangannya.
Lalu
Selly menanggapi, mereka berdua bersalaman. Dan Selly baru tahu kalau ternyata
Hengki itu seniornya, dia agak tersipu malu karena sok akrab tadi, tapi ya
sudahlah mereka kini sudah berteman.
Olivia
celingukan kesana-kemari untuk mencari tempat duduk yang kosong sambil dia
membawa nampan berisi makanan, sampai akhirnya dia menemukan tempat duduk
kosong yang tidak jauh letaknya dari tempat duduk Disti dan kawan-kawan.
Kemudian
Oliv berjalan kesana karena hanya tempat itu yang kosong. Pandangan mata Disti
dan Sellyterlihat tajam dan hanya mengarah pada Oliv yang duduk tidak jauh dari
mereka.
“Bukannya
dia orang yang lo tunjuk tadi pagi, say?”, tanya Adit.
Disti
menganggukkan kepalanya, “Iya. Tadi juga dikelas dia ngedorong gue sampai
jatuh, padahal gue niatnya baik mau menyapa dia, eh malah dia bikin gue jatuh. Untung
Selly langsung nolongin gue”.
“Iya.
Cari sensasi paling tuh orang, syukurin deh jadi nggak punya temen sekarang”.
“Tapi
lo nggak apa-apa kan? Ada yang luka nggak?”, tanya Adit khawatir.
Lalu
Disti menggelengkan kepalanya, “Enggak kok”.
“Emang
dia siapa?”, tanya Hengki setelah meminum jus jambunya.
“Olivia”,
balas Selly sambil mengaduk-aduk minumannya.
ᴥᴥᴥ
Setelah
selesai bekerja Papa tidak langsung pulang, dia harus menjemput Oxel terlebih
dulu. Oxel lagi di mall yang dekat dengan kantor Papa, Oxel pergi sendirian
tadi kesana hanya untuk membeli buku.
Mereka
janjian bertemu di sebuah restoran, sekalian mereka akan makan malam dan
membiarkan Oliv makan sendirian dirumah. Karena memang Oliv tidak suka
keluyuran, dia lebih suka menghabiskan waktu dirumahnya.
“Ah
Papa lama deh”, gerutu Oxel saat Papa ada dihadapannya.
“Maaf,
sayang”, ucap Papa yang kemudian duduk disamping Oxel.
Mereka
berdua lalu memanggil pelayan untuk memesan makanan.
“Mana
buku yang kamu beli?”, tanya Papa.
“Ini”,
seru Oxel sambil menunjukkan plastik besar yang berisikan buku yang dia beli.
“Sepuluh
atau duapuluh buku?”, tanya Papa lagi.
“Nggak
sebanyak itu juga kali Pa. Cuma delapan belas buku doang”.
Mendengar
jawaban dari Oxel, Papa hanya bisa mendesah payah. Anaknya yang satu ini memang
boros banget, untung borosnya itu bukan untuk membeli yang macem-macem, bukan
untuk hura-hura dan sebagainya tapi memboroskan uangnya untuk membeli buku.
“Buku
yang belanja lewat online shop kemarin sudah sampai?”, tanya Papa lagi.
Oxel
menggelengkan kepalanya, “Besok katanya baru sampai”.
Akhirnya
makanan yang mereka pesan datang juga. saatnya untuk menikmati makanan itu,
perut mereka memang sudah sangat lapar.
“Beni”,
seru seseorang menyebut nama Papa.
Kemudian
Papa menoleh kearah sumber suara yang memanggilnya. Sesaat kemudian dia
tersenyum setelah melihat siapa yang memanggilnya. Papa berdiri dan memeluk
orang yang tadi memanggilnya.
“Hendra.
Gimana kabar?”, tanya Papa bersemangat.
Mereka
melepas pelukannya, Oxel melongo kebingungan dengan apa yang dia lihat.
“Alhamdulillah
baik. Kamu? Oh ya ini Oliv?”, lanjut orang itu.
“Alhamdulillah
aku juga baik. Oh ya kenalin ini adiknya Oliv, namanya Oxel. Oxel kenalin ini
om Hendra teman Papa”.
Oxel
berdiri kemudian bersalaman dengan orang yang disebut Papa sebagai om Hendra
tersebut. Lalu mereka duduk ditempat yang sama karena memang tempat duduk
disana hampir penuh.
“Mamih,
duduk sini”, seru om Hendra sambil melambaikan tangannya kearah orang yang baru
keluar dari toilet.
Hendra
melambaikan tangannya pada istrinya tersebut. Mengajaknya duduk bersamanya,
Beni, dan juga Oxel. Dia juga terkejut melihat Beni, sudah lama sekali mereka
tidak pernah bertemu dengan Beni.
“Suci
mana?”, tanya Heny, istrinya Hendra.
Papa
kemudian tersenyum sejenak, Oxel tersedak mendengar pertanyaan itu cepat-cepat
dia minum. Suci dan Hendra saling bertukar pandangan, ada apa sebenarnya mereka
tidak tahu.
“Suci
sudah pergi duluan ke surga”, jawab Papa.
Sungguh
Hendra dan Heny tidak tahu dengan kenyataan itu, mereka sama sekali tidak tahu.
Karena memang mereka sudah sangat lama tidak bertemu.
Dulu
waktu Oxel belum lahir dan Oliv masih belum sekolah, saat Oliv berusia sekitar
3 tahun mereka tinggal dikompleks rumah yang sama. Sampai akhirnya mereka
pindah kekota lain karena tuntutan pekerjaan.
Suasana
berubah agak tidak nyaman, jadi mereka mulai memakan makanan mereka lagi untuk
menetralkan keadaan.
“Gimana
kabar Popeye?”, tanya Papa.
“Popeye?”,
tanya Oxel bingung.
Heny
dan Hendra tertawa, ternyata Beni masih mengingat itu semua. Popeye, teman
kecil Oliv yang merupakan anak dari Hendra dan Heny. Anak tunggal dari Heny dan
Hendra.
“Dia
baik-baik saja. Sekarang dia kuliah di Pelita Nusantara semester 3”, balas
Heny.
Sesaat
kemudian Papa tersenyum mendengar jawaban itu. “Pelita Nusantara? Sama dong
kayak Oliv, dia juga kuliah disitu dan mulai efektif masuk kuliah mulai kemarin”.
“Oh
ya? Kalau begitu bagus dong. Kita bisa jodohin mereka lagi”, seru om Hendra
bersemangat.
“Iya.
Aku selalu nungguin Oliv supaya dia bisa jadi menantu aku. Soalnya nggak ada
cewek dirumah”, lanjut Heny.
“Kalau
begitu kita jodohkan saja mereka”, lanjut Papa.
Dulu
memang kedua orang tua Oliv dan Popeye merencanakan perjodohan untuk keduanya. Dan
sampai sekarang mereka masih berpikiran yang sama, mereka mantap untuk
menjodohkan anak mereka.
Papa
juga menceritakan apa yang akan dilakukannya bersama dengan Oxel, mereka berdua
akan pindah ke Jepang tapi Oliv tidak mau ikut, dan karena itu mereka dibuat
pusing untuk membuat Oliv tidak kesepian karena tinggal sendirian.
Dan
mungkin ini yang namanya jodoh. Disaat yang tepat seperti ini Papa bertemu
dengan kawan lamanya yang dulu pernah berencana dengannya juga akan menjodohkan
anak mereka.
“Nanti
kalau mereka nikah, Oliv bisa tinggal dirumah keluargaku. Oliv nggak bakal
kesepian. Terutama aku, aku juga nggak bakal kesepian tanpa ada anak perempuan
dirumah”, lanjut Heny.
Mereka
sepakat untuk membuat nyata rencana perjodohan ini. Oxel yang ada disitu juga
terlihat senang, tapi dia disuruh berjanji agar tidak menceritakan semua itu
pada Oliv terlebih dahulu. Pokoknya ini akan menjadi surprise yang sungguh
mengejutkan pastinya untuk Oliv dan si Popeye.
Sudah
lama kedua orang tua Popeye itu membicarakan tentang perjodohan tersebut,
mereka juga berencana untuk mencari dimana keberadaan Beny. Tapi malam ini
ternyata mereka dipertemukan dengan sangat mudahnya. Mungkin Tuhan menghendaki
mereka untuk bertemu dan membahas tentang masalah perjodohan ini.
Bukan
kebetulan, tapi ini memang kehendak dari Tuhan menjadikan mereka bertemu dan
berencana mempertemukan anak mereka yang akan dipersatukan dalam perjodohan
tersebut. Dan mereka akan mengupayakan semua ini terjadi dan menjadi nyata,
mereka akan memaksakan semuanya demi ambisi mereka menyatukan Oliv dan si
Popeye.
ᴥᴥᴥ
bersambung.....
NB:: Pada kasih komentar ya, jangan cuma jadi silent reader doang. Kalau pada kasih komen bakal cepet deh aku lanjutin ceritanya. ^_^
Mantap ni, seru ceritanya
BalasHapusTerima kasih sudah mau baca ^_^
Hapus