Oliv
keluar dari kelasnya menuju toilet, dia ingin cuci tangan sebentar sebelum dia
kekantin nantinya. Sungguh hari yang melelahkan, pagi-pagi tadi malah ada quis
untung dia tergolong anak yang cerdas dan rajin jadi tidak dipusingkan dengan
itu semua.
“Eh
ada Oliv disini. Masih hidup lo”, seru Disti saat memasuki toilet.
Dia
masuk bersama Selly yang kemudian mengkunci pintu toilet tersebut. Suasana
toilet memang sepi, hanya ada mereka bertiga. Tidak ada orang lain ditempat
itu.
“Mau
apa lo?”, tanya Oliv ketus.
Disti
mencuci tangannya juga disamping Oliv mencuci tangan.
“Nggak
usah nyolot gitu deh!”, balas Disti yang kemudian memercikkan air ke wajah
Oliv.
Oliv
memejamkan kedua matanya sejenak lalu menghela nafas. Dia menata perasaannya
agar moodnya tetap terkontrol tanpa berubah marah karena ulah Disti yang
menyebalkan tersebut.
Terdengar
suara Disti yang tertawa, “Lo masih aja diem seperti ini ya, itu nggak baik loh
buat lo. Tapi gak apa-apa sih, ini baik buat gue balas semua yang pernah lo
lakuin sama gue”.
Tapi
Oliv tidak berkomentar apa-apa, dia bergegas untuk keluar tapi sebelum keluar
dia mendapatkan oleh-oleh yaitu disiram air oleh Selly.
Sungguh
menyebalkan tapi Oliv tidak mau menanggapinya, dia tidak mau menciptakan
peperangan diantara mereka. Oliv mencoba sabar dalam menghadapi Disti yang
memang seperti itu, tidak pernah berubah dari SMP dulu.
Dulu
waktu SMP.
Awal
masuk Oliv dan Disti merupakan sahabat yang tidak bisa dipisahkan. Kalau ada
Disti pasti ada Oliv, kalau ada Oliv pasti ada Disti. Mereka duduk sebangku,
selalu.
Sampai
akhirnya ada seorang cowok senior mereka yang merupakan idola saat itu. Cowok
yang merupakan ketua OSIS, ketua ekskul sepak bola, cowok yang pandai bermain
gitar itu mulai mendekati mereka berdua. Cowok keren itu bernama Rama.
Rama
mulai mendekati Disti. Disti sungguh sangat senang dibuatnya, karena ini
merupakan cinta pertamanya diawal masuk SMP, pertama kalinya dalam hidupnya. Kali
ini kalau ada Disti pasti ada Rama.
Mereka
dekat cukup lama, sampai akhirnya Disti melihat Oliv sedang bersama dengan Rama
di tribun lapangan sepak bola milik sekolah mereka. Disti melihat Rama
menyatakan perasaan terdalamnya pada Oliv. Disti sangat terkejut, sama sekali
tidak menyangka kalau ternyata Rama seperti itu.
Disti
lekas pergi setelah mengetahui kalau sebenarnya Oliv yang selama ini disukai
oleh Rama. Dan Rama mendekatinya hanya untuk bisa lebih dekat dengan Oliv bukan
untuk mendekati Disti.
Karena
sakit hatinya yang teramat sangat, mulai saat itu Disti memutuskan hubungan
persahabatannya dengan Oliv. Mulai saat itu dia membenci Oliv, mulai mencari
masalah dengan Oliv, pokoknya Disti akan melakukan apa saja demi membuat Oliv
sakit hati atau setidaknya merasakan sakit yang dia rasakan.
ᴥᴥᴥ
Walaupun
hari ini tidak ada kuliah, tapi Oliv tetap berangkat kekampus. Ada tugas yang
harus dia kerjakan dan membutuhkan banyak buku referensi dari perpustakaan kampus.
Seperti biasanya dia berangkat sendirian kekampus dengan mobil putih
mengkilatnya.
Sampai
diparkiran Oliv tinggal bingung mau memarkirkan mobilnya dimana karena memang
parkiran kampus sudah terlalu penuh.
“Nah
itu dia”, seru Oliv saat melihat ada parkiran yang kosong, langsung saja dia
memarkirkan mobilnya ditempat itu.
Mobil
Oliv terparkir dengan sukses, dia lalu keluar dari mobil dan tiba-tiba
dikejutkan dengan seseorang yang sudah ada dibelakang mobilnya.
“Ini
tempat parkir gue. Gue yang nemuin duluan tempat parkir ini”, seru Adit kesal.
“Itu
bukan urusan gue. Emangnya parkiran ini punya nenek moyang lo!”, balas Oliv
dengan ketus lalu beranjak pergi.
Tapi
tangannya keburu dicegat oleh Adit.
“Gue
nggak mau tahu. Pokoknya lo pindahin mobil lo ini ketempat yang lain. Gue mau
parkir disini”.
Oliv
melepaskan genggaman Adit yang lumayan kencang itu. Oliv tidak mau mengalah,
dia yakin betul kalau dia yang menemukan tempat parkir itu duluan.
“Mobil
gue sudah parkir disini dan gue harus masuk sekarang. Mendinga lo nyari tempat
lain aja”, seru Oliv yang kemudian bergegas pergi dari tempat itu.
Setelah
ditinggal Oliv, Adit mengerang kesal. Apa boleh buat, dia masuk kembali
kemobilnya dan mulai berjalan mencari parkiran yang kosong untuk menampung
mobilnya. Sedangkan Oliv masih menyusuri lorong kampus sebelum akhirnya sampai
diperpustakaan yang tidak terlalu ramai.
Setelah
meletakkan tasnya dimeja, Oliv mulai mencari buku-buku yang akan menjadi
referensi dalam menyelesaikan tugasnya.
Dari
rak yang satu ke rak buku yang lain, Oliv dengan teliti mencari buku. Dia
memang sangat total dalam mengerjakan suatu hal, dia sungguh perfectionis dalam
hal tersebut, dia selalu berusaha memberikan yang terbaik yang dia bisa
lakukan.
Papa
yang lagi ada dikantornya terlihat sedang menelfon seseorang. Papa menelfon
temannya yaitu Hendra yang beberapa hari yang lalu dia temui di sebuah restoran
keluarga. Mereka masih saja membahas masalah perjodohan diantara anak mereka. Sungguh
rencana yang harus dipikirkan matang-matang agar terlaksana dengan baik.
“Jadi
besok malam kita bawa anak-anak kita untuk dikenalkan?”, tanya Papa.
“Iya.
Untuk tempatnya biar aku yang menentukan, nanti akan aku kabarkan kekamu
secepatnya. Pokoknya rencana kita ini harus berhasil”, balas Hendra yang ada
diseberang sana.
“Ok.
Nanti aku tunggu kabarnya. Pokoknya rencana yang kita susun ini harus bisa
mereka terima, bagaimanapun caranya”.
Sambungan
telfon mereka kemudian terputus. Papa terlihat sangat senang setelah percakapan
tersebut. Dia tidak khawatir lagi meninggalkan Oliv sendirian di Indonesia,
sebentar lagi Oliv akan mendapatkan keluarga yang baru yang akan selalu
menyayanginya dan melindunginya.
Dan
rencana ini harus berhasil bagaimanapun caranya, banyak plaining lain yang
sudah dipersiapkan Papa dan Hendra untuk menghadapi reaksi anak-anak mereka
jika menolak perjodohan yang telah mereka rancang ini. Apapun akan mereka
lakukan untuk membuat acara ini berhasil.
Setelah
selesai mengerjakan tugasnya, Oliv tidak lantas pulang. Dia mampir ke restoran
cepat saji yang ada didepan kampusnya dulu, dia mau membeli makan siang.
“Sepuluh
porsi sama minumannya juga, dibungkus”, seru Oliv.
“Sepuluh
makanan, sepuluh minuman, totalnya seratus tujun puluh ribu”, ucap pelayan yang
ada dibalik kasir.
Lalu
Oliv membayar semuanya dan menunggu untuk beberapa saat. Dia duduk didekat kaca
yang memungkinkan dia melihat keluar restoran dan melihat kampusnya yang tinggi
menjulang.
“Ini
mba pesanannya”, seru pelayan yang menghampirinya sambil membawakan makanan
pesanannya.
“Terima
kasih”.
Oliv
bergegas keluar dari tempat itu dan langsung masuk kedalam mobilnya. Dia lalu
pergi kesuatu tempat untuk makan siang.
Oliv
memarkirkan mobilnya ditempat yang aman, lalu dia berjalan menyusuri trotoar
sampai akhirnya dia sampai disebuah perempatan. Terlihat cukup banyak anak-anak
pengemis yang bekerja disana saat lampu merah. Oliv berjalan kesana untuk
menghampiri mereka.
“Ayo
kita makan siang dulu”, seru Oliv pada mereka.
Dengan
cepat anak-anak itu mengerumuni Oliv untuk mendapatkan makanan. Hal tersebut
sering Oliv lakukan, dia memang gemar berbagi kebahagiaan dengan orang-orang
yang belum sempat menikmati kemewahan seperti apa yang dia rasakan.
“Ini
masih sisa satu, ada yang belum kebagian?”, tanya Oliv.
Semuanya
menggelengkan kepala, mereka semua sudah mendapatkan makanan mereka
masing-masing.
“Buat
kak Oliv aja, kita makan siang bareng-bareng disini”, seru salah seorang anak.
“Ok
deh”, balas Oliv yang kemudian ikut duduk bersama mereka ditrotoar.
Sungguh
kenikmatan batin yang tidak terukur rasanya saat bisa berbagi dengan
orang-orang yang belum beruntung. Rasanya sangat menyenangkan melihat
mereka-mereka tersenyum padahal mereka harus mencari uang diusia dini yang
harusnya menjadi waktu mereka untuk bermain dan mencari ilmu.
Oliv
sama sekali tidak merasa malu harus makan bersama mereka dipinggir jalan
seperti ini, sudah sering kali dia melakukan hal seperti ini.
Lampu
merah kali ini mereka abaikan sejenak, karena mereka masih menikmati makanan
yang Oliv bawakan untuk mereka.
“Itu
kan cewek tadi yang ngrebut tempat parkiran gue”, seru Adit yang ternyata
berhenti tepat dihadapan Oliv saat lampu berubah merah. “Ngapain dia ditempat
seperti ini?”.
Oliv
sangat akrab dengan mereka anak-anak jalanan yang berkulit hitam karena terlalu
sering terbakar oleh matahari. Adit masih memperhatikan Oliv saat itu, sosok
Oliv yang sangat berbeda dengan apa yang dia kenal dikampus. Sangat berbeda
dengan apa yang Disti ceritakan kepadanya.
Traffic
light berubah hijau, saatnya untuk jalan. Adit memandang kearah Oliv sekali
lagi, kemudian melaju pergi bersama mobil mewahnya. Sempat melintas
dipikirannya.
Gue punya uang,
gue selalu bisa traktir temen-temen gue buat sekedar ngopi atau sebagainya,
tapi kenapa gue belum pernah sama sekali berbagi dengan orang-orang kecil seperti
mereka? Teman-teman gue semuanya punya duit, kenapa harus gue bayarin makanan
mereka, kenapa gue malah mengacuhkan orang kecil seperti anak-anak yang tadi.
ᴥᴥᴥ
“Nggak!”,
teriak Adit keras. “Nggak mau! Emangnya aku siti nurbaya pake dijodoh-jodohin
segala. Lagian Adit sudah punya pacar”, seru Adit keras.
“Pokoknya
kamu harus mau. Kamu harus mau!”, seru Papihnya yang juga dengan nada keras.
“Perjodohan
itu cuma buat orang yang nggak laku-laku. Adit sudah punya pacar”.
“Maksud
kamu Disti? Mamih nggak pernah setuju kamu pacaran sama dia. Dia sama sekali
nggak pantas buat kamu”, seru Mamih yang mulai ikut-ikutan bicara.
Adit
berbalik badan dan pergi begitu saja, dia hendak kembali kekamarnya.
“Pokoknya
kamu harus mau! Besok malam kamu harus ikut Papih sama Mamih makan malam buat
ketemu sama orang yang mau dijodohin sama kamu”, seru Papih.
Tapi
Adit terus saja berjalan, sempat dia mengibaskan tangannya yang manandakan
dirinya malas mendengar itu semua, dia tidak menyetujui acara perjodohan
tersebut.
“Dia
bukan orang asing lagi. Dia teman kamu waktu kecil dulu”, seru Mamih keras.
Adit
masuk juga kekamarnya yang langsung dia kunci rapat. Ingin dia menceritakan
tentang masalah ini pada Disti tapi ini tidak mungkin terjadi, pasti ini semua
akan membuat Disti marah sama dia. Lagian Disti lagi berada di Bali buat
fashion show disana. Disti merupakan seorang model.
“Gila
aja, emangnya gue bujang lapuk yang nggak punya cewek. Salah tuh aklau gue yang
dijodohin”, gerutu Adit kesal sambil memukul kasurnya.
Dia
diam sejenak, masih dengan posisi duduk di atas kasur. Dia melihat kearah rak
yang ada dihadapannya, rak yang dipenuhi dengan buku-buku. Adit lalu berjalan
kearahnya dan mengambil sebuah album.
Sambil
duduk bersila dilantai Adit mulai membuka album yang terlihat usang namun
terawat itu. Itu album masa kecil Adit bersama sahabat kecilnya yang sama
sekali tidak bisa dia lupakan sampai saat ini.
Adit
tersenyum saat melihat fotonya bersama seorang teman perempuannya saat masih
kecil dulu. Adit ingat masa lalunya bersama orang yang ada dalam foto tersebut.
Terlintas dipikirannya kenangan saat bersama temannya itu saat masih kecil.
Terdengar
suara tangisan dari rumah yang ada disamping rumah Adit kecil. Suasana malam
itu sungguh gelap karena memang listrik malam itu padam. Adit kecil berbekal
senternya yang besar berjalan sendirian menuju rumah tetangganya tersebut. Suara
tangisan yang didengarnya makin keras. Sampai akhirnya dia melihat seorang anak
perempuan kecil yang duduk meringkuk sambil menutupi wajahnya.
Pelan-pelan
Adit kecil mendekatinya, “Kamu kenapa?”.
Anak
kecil yang menangis itu lalu menengadahkan kepalanya untuk melihat siapa yang
bertanya kepadanya. Disaat yang sama Adit menyorotkan cahaya senternya kearah
wajahnya sendiri.
“AAAAA...”,
teriak anak perempuan itu keras.
Cepat-cepat
Adit mendekatinya dan duduk disampingnya, “Kamu kenapa?”, tanya Adit khawatir.
“Pergi
kamu. Pergi. Aku takut sama hantu. Pergi”, seru anak itu sambil terisak yang
mengira yang tadi dilihatnya adalah hantu.
“Kamu
kenapa? Aku mau nolongin kamu. Aku bukan hantu, jangan takut”, seru Adit.
Lalu
anak kecil perempuan itu berhenti terisak dan mencoba menoleh melihat kearah
orang yang duduk disampingnya. Adit lalu tersenyum lebar, tiba-tiba anak
perempuan itu memeluknya erat sekali.
Seolah-olah
kakak yang menenangkan adiknya, Adit mengelus-elus punggung anak perempuan itu
yang masih memangis. Dia melakukan apa yang mamihnya lakukan saat Adit
merasakan ketakutan.
“Sudah
nggak usah takut, ada aku disini”, seru Adit. “Oh ya kamu baru pindah kerumah
ini ya? Papih sama Mamih kamu mana? Kenapa kamu sendirian?”, tanya Adit
panjang.
Keduanya
melepaskan pelukan anak perempuan itu mengusap air matanya, Adit juga membantunya
dengan jemari kecilnya dia mulai menghapus air mata orang yang ada
dihadapannya.
“Iya
aku baru pindah tadi siang. Papa sama Mama lagi pergi nyari pembantu dan belum
pulang sampai sekarang”.
“Kamu
takut sendirian ya?”.
Anak
perempaun itu menggelengkan kepalanya, “Sendirian sih nggak masalah, tapi aku
takut gelap”.
“Oh
gitu ya”, lalu Adit menyodorkan tangannya, “Aku Adit, kamu siapa?”, Adit
mengajak berkenalan.
“Aku
Oliv”, balas anak perempaun itu yang kemudian bersalaman dengan Adit.
Keduanya
tersenyum senang dan beberapa saat kemudian listrik kembali berfungsi, dibawah
sinar lampu yang temaram keduanya masih tersenyum senang.
Itu
awal mula pertemuan keduanya. Adi bertemu teman kecilnya yang sama sekali belum
dia lupakan sampai saat ini. Adit kembali membuka lembar demi lembar album
fotonya bersama Oliv kecil. Dia sungguh ingin bertemu dengan Oliv teman
kecilnya tersebut.
Papa
mengetuk pintu kamar Oliv.
“Ayolah
sayang jangan ngambel begini. Papa kan nggak mau kamu tinggal sendirian disini,
Papa nggak mau kamu kesepian”, seru Papa.
Tapi
Oliv tidak menjawab apa-apa, tidak ada tanggapan sama sekali.
“Dia
itu Popeye, teman kecil kamu. Kamu ingatkan? Dulu kamu sama dia itu deket
banget”, lanjut Papa.
Tapi
tetap saja Oliv tidak memberikan tanggapan. Dia langsung masuk kamar karena
tadi Papa membicarakan tentang rencana perjodohan antara Oliv dengan anak dari
sahabat Papa. Yang juga merupakan teman kecil Oliv. Tapi Oliv menolaknya keras.
Menurutnya
ini ide yang konyol. Dia bisa hidup sendirian di Indonesia saat Papa dan Oxel
tinggal di Jepang, tanpa harus menikah dengan orang yang dijodohkan oleh
Papa-nya.
Dia
memang bertemu dengan Popeye tapi bukan seperti ini caranya, dia ingin bertemu
sewajarnya bukan dengan pemaksaan seperti ini. Apalagi dengan acara perjodohan
seperti ini.
ᴥᴥᴥ
Bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar