•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Sabtu, 21 April 2012

Jodoh Buatan - Part 2 [revisi]


Oliv keluar dari kelasnya menuju toilet, dia ingin cuci tangan sebentar sebelum dia kekantin nantinya. Sungguh hari yang melelahkan, pagi-pagi tadi malah ada quis untung dia tergolong anak yang cerdas dan rajin jadi tidak dipusingkan dengan itu semua.
“Eh ada Oliv disini. Masih hidup lo”, seru Disti saat memasuki toilet.
Dia masuk bersama Selly yang kemudian mengkunci pintu toilet tersebut. Suasana toilet memang sepi, hanya ada mereka bertiga. Tidak ada orang lain ditempat itu.
“Mau apa lo?”, tanya Oliv ketus.
Disti mencuci tangannya juga disamping Oliv mencuci tangan.
“Nggak usah nyolot gitu deh!”, balas Disti yang kemudian memercikkan air ke wajah Oliv.
Oliv memejamkan kedua matanya sejenak lalu menghela nafas. Dia menata perasaannya agar moodnya tetap terkontrol tanpa berubah marah karena ulah Disti yang menyebalkan tersebut.
Terdengar suara Disti yang tertawa, “Lo masih aja diem seperti ini ya, itu nggak baik loh buat lo. Tapi gak apa-apa sih, ini baik buat gue balas semua yang pernah lo lakuin sama gue”.

Tapi Oliv tidak berkomentar apa-apa, dia bergegas untuk keluar tapi sebelum keluar dia mendapatkan oleh-oleh yaitu disiram air oleh Selly.
Sungguh menyebalkan tapi Oliv tidak mau menanggapinya, dia tidak mau menciptakan peperangan diantara mereka. Oliv mencoba sabar dalam menghadapi Disti yang memang seperti itu, tidak pernah berubah dari SMP dulu.
Dulu waktu SMP.
Awal masuk Oliv dan Disti merupakan sahabat yang tidak bisa dipisahkan. Kalau ada Disti pasti ada Oliv, kalau ada Oliv pasti ada Disti. Mereka duduk sebangku, selalu.
Sampai akhirnya ada seorang cowok senior mereka yang merupakan idola saat itu. Cowok yang merupakan ketua OSIS, ketua ekskul sepak bola, cowok yang pandai bermain gitar itu mulai mendekati mereka berdua. Cowok keren itu bernama Rama.
Rama mulai mendekati Disti. Disti sungguh sangat senang dibuatnya, karena ini merupakan cinta pertamanya diawal masuk SMP, pertama kalinya dalam hidupnya. Kali ini kalau ada Disti pasti ada Rama.
Mereka dekat cukup lama, sampai akhirnya Disti melihat Oliv sedang bersama dengan Rama di tribun lapangan sepak bola milik sekolah mereka. Disti melihat Rama menyatakan perasaan terdalamnya pada Oliv. Disti sangat terkejut, sama sekali tidak menyangka kalau ternyata Rama seperti itu.
Disti lekas pergi setelah mengetahui kalau sebenarnya Oliv yang selama ini disukai oleh Rama. Dan Rama mendekatinya hanya untuk bisa lebih dekat dengan Oliv bukan untuk mendekati Disti.
Karena sakit hatinya yang teramat sangat, mulai saat itu Disti memutuskan hubungan persahabatannya dengan Oliv. Mulai saat itu dia membenci Oliv, mulai mencari masalah dengan Oliv, pokoknya Disti akan melakukan apa saja demi membuat Oliv sakit hati atau setidaknya merasakan sakit yang dia rasakan.
ᴥᴥᴥ
Walaupun hari ini tidak ada kuliah, tapi Oliv tetap berangkat kekampus. Ada tugas yang harus dia kerjakan dan membutuhkan banyak buku referensi dari perpustakaan kampus. Seperti biasanya dia berangkat sendirian kekampus dengan mobil putih mengkilatnya.
Sampai diparkiran Oliv tinggal bingung mau memarkirkan mobilnya dimana karena memang parkiran kampus sudah terlalu penuh.
“Nah itu dia”, seru Oliv saat melihat ada parkiran yang kosong, langsung saja dia memarkirkan mobilnya ditempat itu.
Mobil Oliv terparkir dengan sukses, dia lalu keluar dari mobil dan tiba-tiba dikejutkan dengan seseorang yang sudah ada dibelakang mobilnya.
“Ini tempat parkir gue. Gue yang nemuin duluan tempat parkir ini”, seru Adit kesal.
“Itu bukan urusan gue. Emangnya parkiran ini punya nenek moyang lo!”, balas Oliv dengan ketus lalu beranjak pergi.
Tapi tangannya keburu dicegat oleh Adit.
“Gue nggak mau tahu. Pokoknya lo pindahin mobil lo ini ketempat yang lain. Gue mau parkir disini”.
Oliv melepaskan genggaman Adit yang lumayan kencang itu. Oliv tidak mau mengalah, dia yakin betul kalau dia yang menemukan tempat parkir itu duluan.
“Mobil gue sudah parkir disini dan gue harus masuk sekarang. Mendinga lo nyari tempat lain aja”, seru Oliv yang kemudian bergegas pergi dari tempat itu.
Setelah ditinggal Oliv, Adit mengerang kesal. Apa boleh buat, dia masuk kembali kemobilnya dan mulai berjalan mencari parkiran yang kosong untuk menampung mobilnya. Sedangkan Oliv masih menyusuri lorong kampus sebelum akhirnya sampai diperpustakaan yang tidak terlalu ramai.
Setelah meletakkan tasnya dimeja, Oliv mulai mencari buku-buku yang akan menjadi referensi dalam menyelesaikan tugasnya.
Dari rak yang satu ke rak buku yang lain, Oliv dengan teliti mencari buku. Dia memang sangat total dalam mengerjakan suatu hal, dia sungguh perfectionis dalam hal tersebut, dia selalu berusaha memberikan yang terbaik yang dia bisa lakukan.

Papa yang lagi ada dikantornya terlihat sedang menelfon seseorang. Papa menelfon temannya yaitu Hendra yang beberapa hari yang lalu dia temui di sebuah restoran keluarga. Mereka masih saja membahas masalah perjodohan diantara anak mereka. Sungguh rencana yang harus dipikirkan matang-matang agar terlaksana dengan baik.
“Jadi besok malam kita bawa anak-anak kita untuk dikenalkan?”, tanya Papa.
“Iya. Untuk tempatnya biar aku yang menentukan, nanti akan aku kabarkan kekamu secepatnya. Pokoknya rencana kita ini harus berhasil”, balas Hendra yang ada diseberang sana.
“Ok. Nanti aku tunggu kabarnya. Pokoknya rencana yang kita susun ini harus bisa mereka terima, bagaimanapun caranya”.
Sambungan telfon mereka kemudian terputus. Papa terlihat sangat senang setelah percakapan tersebut. Dia tidak khawatir lagi meninggalkan Oliv sendirian di Indonesia, sebentar lagi Oliv akan mendapatkan keluarga yang baru yang akan selalu menyayanginya dan melindunginya.
Dan rencana ini harus berhasil bagaimanapun caranya, banyak plaining lain yang sudah dipersiapkan Papa dan Hendra untuk menghadapi reaksi anak-anak mereka jika menolak perjodohan yang telah mereka rancang ini. Apapun akan mereka lakukan untuk membuat acara ini berhasil.

Setelah selesai mengerjakan tugasnya, Oliv tidak lantas pulang. Dia mampir ke restoran cepat saji yang ada didepan kampusnya dulu, dia mau membeli makan siang.
“Sepuluh porsi sama minumannya juga, dibungkus”, seru Oliv.
“Sepuluh makanan, sepuluh minuman, totalnya seratus tujun puluh ribu”, ucap pelayan yang ada dibalik kasir.
Lalu Oliv membayar semuanya dan menunggu untuk beberapa saat. Dia duduk didekat kaca yang memungkinkan dia melihat keluar restoran dan melihat kampusnya yang tinggi menjulang.
“Ini mba pesanannya”, seru pelayan yang menghampirinya sambil membawakan makanan pesanannya.
“Terima kasih”.
Oliv bergegas keluar dari tempat itu dan langsung masuk kedalam mobilnya. Dia lalu pergi kesuatu tempat untuk makan siang.
Oliv memarkirkan mobilnya ditempat yang aman, lalu dia berjalan menyusuri trotoar sampai akhirnya dia sampai disebuah perempatan. Terlihat cukup banyak anak-anak pengemis yang bekerja disana saat lampu merah. Oliv berjalan kesana untuk menghampiri mereka.
“Ayo kita makan siang dulu”, seru Oliv pada mereka.
Dengan cepat anak-anak itu mengerumuni Oliv untuk mendapatkan makanan. Hal tersebut sering Oliv lakukan, dia memang gemar berbagi kebahagiaan dengan orang-orang yang belum sempat menikmati kemewahan seperti apa yang dia rasakan.
“Ini masih sisa satu, ada yang belum kebagian?”, tanya Oliv.
Semuanya menggelengkan kepala, mereka semua sudah mendapatkan makanan mereka masing-masing.
“Buat kak Oliv aja, kita makan siang bareng-bareng disini”, seru salah seorang anak.
“Ok deh”, balas Oliv yang kemudian ikut duduk bersama mereka ditrotoar.
Sungguh kenikmatan batin yang tidak terukur rasanya saat bisa berbagi dengan orang-orang yang belum beruntung. Rasanya sangat menyenangkan melihat mereka-mereka tersenyum padahal mereka harus mencari uang diusia dini yang harusnya menjadi waktu mereka untuk bermain dan mencari ilmu.
Oliv sama sekali tidak merasa malu harus makan bersama mereka dipinggir jalan seperti ini, sudah sering kali dia melakukan hal seperti ini.
Lampu merah kali ini mereka abaikan sejenak, karena mereka masih menikmati makanan yang Oliv bawakan untuk mereka.
“Itu kan cewek tadi yang ngrebut tempat parkiran gue”, seru Adit yang ternyata berhenti tepat dihadapan Oliv saat lampu berubah merah. “Ngapain dia ditempat seperti ini?”.
Oliv sangat akrab dengan mereka anak-anak jalanan yang berkulit hitam karena terlalu sering terbakar oleh matahari. Adit masih memperhatikan Oliv saat itu, sosok Oliv yang sangat berbeda dengan apa yang dia kenal dikampus. Sangat berbeda dengan apa yang Disti ceritakan kepadanya.
Traffic light berubah hijau, saatnya untuk jalan. Adit memandang kearah Oliv sekali lagi, kemudian melaju pergi bersama mobil mewahnya. Sempat melintas dipikirannya.
Gue punya uang, gue selalu bisa traktir temen-temen gue buat sekedar ngopi atau sebagainya, tapi kenapa gue belum pernah sama sekali berbagi dengan orang-orang kecil seperti mereka? Teman-teman gue semuanya punya duit, kenapa harus gue bayarin makanan mereka, kenapa gue malah mengacuhkan orang kecil seperti anak-anak yang tadi.
ᴥᴥᴥ
“Nggak!”, teriak Adit keras. “Nggak mau! Emangnya aku siti nurbaya pake dijodoh-jodohin segala. Lagian Adit sudah punya pacar”, seru Adit keras.
“Pokoknya kamu harus mau. Kamu harus mau!”, seru Papihnya yang juga dengan nada keras.
“Perjodohan itu cuma buat orang yang nggak laku-laku. Adit sudah punya pacar”.
“Maksud kamu Disti? Mamih nggak pernah setuju kamu pacaran sama dia. Dia sama sekali nggak pantas buat kamu”, seru Mamih yang mulai ikut-ikutan bicara.
Adit berbalik badan dan pergi begitu saja, dia hendak kembali kekamarnya.
“Pokoknya kamu harus mau! Besok malam kamu harus ikut Papih sama Mamih makan malam buat ketemu sama orang yang mau dijodohin sama kamu”, seru Papih.
Tapi Adit terus saja berjalan, sempat dia mengibaskan tangannya yang manandakan dirinya malas mendengar itu semua, dia tidak menyetujui acara perjodohan tersebut.
“Dia bukan orang asing lagi. Dia teman kamu waktu kecil dulu”, seru Mamih keras.
Adit masuk juga kekamarnya yang langsung dia kunci rapat. Ingin dia menceritakan tentang masalah ini pada Disti tapi ini tidak mungkin terjadi, pasti ini semua akan membuat Disti marah sama dia. Lagian Disti lagi berada di Bali buat fashion show disana. Disti merupakan seorang model.
“Gila aja, emangnya gue bujang lapuk yang nggak punya cewek. Salah tuh aklau gue yang dijodohin”, gerutu Adit kesal sambil memukul kasurnya.
Dia diam sejenak, masih dengan posisi duduk di atas kasur. Dia melihat kearah rak yang ada dihadapannya, rak yang dipenuhi dengan buku-buku. Adit lalu berjalan kearahnya dan mengambil sebuah album.
Sambil duduk bersila dilantai Adit mulai membuka album yang terlihat usang namun terawat itu. Itu album masa kecil Adit bersama sahabat kecilnya yang sama sekali tidak bisa dia lupakan sampai saat ini.
Adit tersenyum saat melihat fotonya bersama seorang teman perempuannya saat masih kecil dulu. Adit ingat masa lalunya bersama orang yang ada dalam foto tersebut. Terlintas dipikirannya kenangan saat bersama temannya itu saat masih kecil.
Terdengar suara tangisan dari rumah yang ada disamping rumah Adit kecil. Suasana malam itu sungguh gelap karena memang listrik malam itu padam. Adit kecil berbekal senternya yang besar berjalan sendirian menuju rumah tetangganya tersebut. Suara tangisan yang didengarnya makin keras. Sampai akhirnya dia melihat seorang anak perempuan kecil yang duduk meringkuk sambil menutupi wajahnya.
Pelan-pelan Adit kecil mendekatinya, “Kamu kenapa?”.
Anak kecil yang menangis itu lalu menengadahkan kepalanya untuk melihat siapa yang bertanya kepadanya. Disaat yang sama Adit menyorotkan cahaya senternya kearah wajahnya sendiri.
“AAAAA...”, teriak anak perempuan itu keras.
Cepat-cepat Adit mendekatinya dan duduk disampingnya, “Kamu kenapa?”, tanya Adit khawatir.
“Pergi kamu. Pergi. Aku takut sama hantu. Pergi”, seru anak itu sambil terisak yang mengira yang tadi dilihatnya adalah hantu.
“Kamu kenapa? Aku mau nolongin kamu. Aku bukan hantu, jangan takut”, seru Adit.
Lalu anak kecil perempuan itu berhenti terisak dan mencoba menoleh melihat kearah orang yang duduk disampingnya. Adit lalu tersenyum lebar, tiba-tiba anak perempuan itu memeluknya erat sekali.
Seolah-olah kakak yang menenangkan adiknya, Adit mengelus-elus punggung anak perempuan itu yang masih memangis. Dia melakukan apa yang mamihnya lakukan saat Adit merasakan ketakutan.
“Sudah nggak usah takut, ada aku disini”, seru Adit. “Oh ya kamu baru pindah kerumah ini ya? Papih sama Mamih kamu mana? Kenapa kamu sendirian?”, tanya Adit panjang.
Keduanya melepaskan pelukan anak perempuan itu mengusap air matanya, Adit juga membantunya dengan jemari kecilnya dia mulai menghapus air mata orang yang ada dihadapannya.
“Iya aku baru pindah tadi siang. Papa sama Mama lagi pergi nyari pembantu dan belum pulang sampai sekarang”.
“Kamu takut sendirian ya?”.
Anak perempaun itu menggelengkan kepalanya, “Sendirian sih nggak masalah, tapi aku takut gelap”.
“Oh gitu ya”, lalu Adit menyodorkan tangannya, “Aku Adit, kamu siapa?”, Adit mengajak berkenalan.
“Aku Oliv”, balas anak perempaun itu yang kemudian bersalaman dengan Adit.
Keduanya tersenyum senang dan beberapa saat kemudian listrik kembali berfungsi, dibawah sinar lampu yang temaram keduanya masih tersenyum senang.
Itu awal mula pertemuan keduanya. Adi bertemu teman kecilnya yang sama sekali belum dia lupakan sampai saat ini. Adit kembali membuka lembar demi lembar album fotonya bersama Oliv kecil. Dia sungguh ingin bertemu dengan Oliv teman kecilnya tersebut.
Papa mengetuk pintu kamar Oliv.
“Ayolah sayang jangan ngambel begini. Papa kan nggak mau kamu tinggal sendirian disini, Papa nggak mau kamu kesepian”, seru Papa.
Tapi Oliv tidak menjawab apa-apa, tidak ada tanggapan sama sekali.
“Dia itu Popeye, teman kecil kamu. Kamu ingatkan? Dulu kamu sama dia itu deket banget”, lanjut Papa.
Tapi tetap saja Oliv tidak memberikan tanggapan. Dia langsung masuk kamar karena tadi Papa membicarakan tentang rencana perjodohan antara Oliv dengan anak dari sahabat Papa. Yang juga merupakan teman kecil Oliv. Tapi Oliv menolaknya keras.
Menurutnya ini ide yang konyol. Dia bisa hidup sendirian di Indonesia saat Papa dan Oxel tinggal di Jepang, tanpa harus menikah dengan orang yang dijodohkan oleh Papa-nya.
Dia memang bertemu dengan Popeye tapi bukan seperti ini caranya, dia ingin bertemu sewajarnya bukan dengan pemaksaan seperti ini. Apalagi dengan acara perjodohan seperti ini.
ᴥᴥᴥ
Bersambung.....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...