“Nggak!”,
bantah Adit dan Olivia secara bersamaan ditempat yang terpisah.
Adit menolak
keras perkataan kedua orang tuanya. Dulu waktu masih kecil Adit telah
dijodohkan dengan seseorang dan semua itu harus benar-benar terlaksana untuk
kehidupan mereka. Olivia juga menolak keras rencana perjodohannya, dia nggak
mau. Tapi mereka berdua nggak bisa berbuat apa-apa. Orang tua keduanya sudah
mempersiapkan semuanya, pokoknya mereka berdua harus benar-benar berjodoh dan
diharapkan segera untuk menikah.
Siang yang terik
ini, Ayah, Oxel, dan Olivia makan siang bersama disebuah restoran. Ada rencana
lain dibalik acara makan siang hari itu, nggak lama kemudian datang tiga orang
yang menghampiri mereka. Orang tersebut adalah Adit dan kedua orang tuanya.
Olivia dan Adit saling acuh dan nggak saling menyapa. Orang tua mereka malah
asyik aja dan terlihat akrab sudah seperti keluarga sendiri.
Pelayan datang,
mereka semua mulai memesan makanan. Setelah Ayah, Oxel, Papah, dan Mamah
selesai memilih makan giliran Olivia dan Adit yang memesan makanan. Tanpa
disengaja keduanya menjawab secara bersamaan dan menyebutkan makanan yang sama.
“Ngapain sih
loe ikut-ikutan?!”, bentak Adit pada Olivia.
Olivia nggak
mau kalah, “Loe tuh yang ngikutin gue!”.
“Sudah-sudah.
Nggak ada yang saling ngikut atau diikutin. Kalau jodoh ya masalah makanan sama
aja!”, ujar Mamah Adit menengahi.
Keduanya
membuang muka dan meletakkan daftar menu dimeja dengan keras. Adit dan Olivia
hanya diam, orang tua mereka asyik mengobrol dan terus membicarakan topik yang
sama yaitu tentang perjodohan diantara Olivia dan Adit.
“Haa, kenapa
nggak bulan depan aja? Pas sama ulang tahun Adit”, ucap Papah Adit.
“Aku bukan anak
kecil! Nggak perlu ngerayain ulang tahun segala”, ucap Adit santai sambil
minum.
“Lagian siapa
yang mau ngerayain ulang tahun kamu!”, timpal Olivia.
Adit sedikit
geram tapi keburu Mamahnya ngomong lagi, “Bukan hanya ngerayain ulang tahun
kamu, tapi sekalian acara resepsi pernikahan kalian”, ucap Mamah Adit lancar
tanpa beban.
Adit yang lagi
minum tersedak mendengar ucapan Mamahnya, Olivia yang lagi diem aja dari tadi
langsung jadi berisik untuk menolak semua itu. Tapi penolakan mereka nggak ada
hasilnya, pokoknya mereka harus menikah bulan depan. Karena nggak suka terus diatur-atur seperti
itu akhirnya Adit pergi dari acara makan siang itu.
Papahnya
mencoba menghalangi tapi tiba-tiba Papahnya itu merasakan sakit di dadanya lalu
langsung pingsan. Semuanya terkejut termasuk Adit yang lalu kembali ke orang
tuanya dan dengan cepat membawa Papahnya ke Rumah Sakit.
Sampai di Rumah
Sakit, Papah langsung dibawa masuk ke IGD untuk mendapatkan pertolongan.
Didalam IGD ternyata ada dokter Zaki yang merupakan adik dari Papahnya Adit.
Tiba-tiba Papah
membuka matanya dan tersenyum, “Aku nggak sakit! Tapi aku mohon, tolong aku”,
ucap Papah seketika setelah bangun.
Ternyata
diam-diam papah merencanakan sesuatu, dia ingin Zaki tetap merawatnya di Rumah
Sakit walaupun faktanya dia sehat demi untuk memaksa Adit menyetujui perjodohan
tersebut, mau nggak mau Olivia juga harus melakukan hal yang sama yaitu
menyetujui perjodohan yang dianggapnya konyol dan kampungan itu.
Papah sudah
dipindahkan ke kamar Rumah Sakit, Mamah dan Ayahnya Olivia di suruh masuk ruang
perawatan Papah dan diberi tahu tentang semuanya. Tentangsakit pura-puranya
demi mewujudkan apa yang diinginkannya dan istrinya. Mamah yang tadinya sangat
khawatir menjadi lega dan optimis cara seperti ini akan mempermudah rencana
mereka. Nggak lama kemudian Adit, Oxel, dan Olivia masuk bersamaan, Adit masih
sangat khawatir dengan kondisi Papahnya. Dia langsung menghampiri papahnya yang padahal
sehat itu.
“Papah nggak
kenapa-napa, asal kamu setuju dengan perjodohan ini”, ucap Papah sedikit
terbata-bata dan sedikit samar karena terhalang alat bantu pernafasan.
Dengan cepat
Adit menjawab dengan pasti, “Ya! Ya Pah, aku setuju dengan perjodohan ini!”,
kata Adit bersemangat karena nggak mau Papahnya sakit seperti ini.
Orang tua
mereka sangat senang, Oxel terkejut, apalagi Olivia yang sangat amat nggak
menyangka itu semua dikatakan oleh Adit, bagai tersambar petir di siang bolong
Olivia sangat terkejut. Papah berhasil berakting didepan anaknya itu, dan apa
yang direncanakannya ternyata berhasil dengan mudah.
Tiga hari
kemudian Papah keluar dari Rumah Sakit, semuanya menyambut dengan senang.
Persiapan pernikahan Adit dan Olivia juga sedang dilakukan, sore nanti keduanya
akan fiting baju pernikahan.
Hari ini Olivia
ada kuliah begitu juga dengan Adit, keduanya bertemu sebuah lorong di kampus
tapi mereka nggak saling menyapa malahan keduanya membuang muka karena memang
hubungan mereka belum baik juga walaupun sebentar lagi keduanya akan menikah.
Dari kejauhan terlihat ada seorang cewek yang berlari mengejar Adit dan
kemudian langsung menggandeng tangan Adit. Dia Disti, dia merupakan pacar dari
Adit. Olivia acuh dan langsung meninggalkan mereka.
Adit terkejut
melihat Disti, “Kmu sudah pulang?”, tanya Adit.
Disti
tersenyum, “Kok kaget gitu? Kan hari ini memang waktunya aku untuk balik
kesini. Libur kelamaan nggak asyik”, ucapnya dengan nada manja.
Disti
menggenggam tangan kiri Adit dan merasakan ada yang aneh di jari manis pacarnya
itu, lalu dilihatnya ada sebuah cincin yang melingkar dijari Adit, “Apa ini?”,
tanya Disti seketika itu juga.
Adit nggak bisa
menjawab, dia melepaskan cincin itu dan menyimpannya di saku bajunya, “Ini
bukan apa-apa”, jawabnya singkat.
Walaupun nggak
puas dengan jawaban Adit dan masih penasaran sebenarnya cincin apa itu, tapi
Disti membiarkannya dan berjalan beriringan menuju kelas Disti. Olivia sudah
ada di kelas, Disti sampai di kelas itu juga dan langsung mengambil tempat
duduk, Adit berjalan sendirian menuju kelasnya. Olivia dan Disti sekelas tapi
keduanya nggak punya hubungan baik sejak mereka duduk dibangku SMA. Semuanya
itu karena keirian Disti pada Olivia yang dianggapnya sempurna dan selalu
beruntung.
Disti mendekati
Olivia, “Loe masih betah dikelas ini?”, tanyanya ketus.
Masih dengan
membaca bukunya Olivia menjawabnya dengan santai, “Loe takut sama gue?”.
Disti tertawa
tapi langsung berhenti karena melihat cincin yang serupa dengan yang Adit pakai
tadi, cincin itu melingkar di jari manis Olivia. Diangkatnya yangan Olivia,
“Cincin apa ini?”, tanya Disti dengan keras dan sedikit terkejut.
“Loe nggak
perlu tahu!”, jawabnya singkat sambil melepaskan tangannya dari cengkraman
Disti.
Karena tepisan
Olivia yang terlalu kencang, Disti sedikit tersungkur disaat beberapa
teman-temannya memasuki kelas, tapi Disti lebih mendramatisasikannya lagi
sampai dia terjatuh untuk mendapat simpati teman-temannya. Beberapa teman-temannya
langsung menolong Disti, “Nggak bisa yah sekali aja loe nggak nyakitin Disti!”,
bentak salah seorang cewek yang membela Disti.
Olivia hanya
senyum sejenak dan melanjutkan membaca buku.
Adit sudah ada
di kantin bersama dengan beberapa teman cowoknya, nggak lama kemudian Disti
datang dan langsung bergabung dengan Adit dan kawan-kawan. Beberapa saat
kemudian Olivia datang dengan membawa segelas minuman dan semangkok mie ayam
untuk dia makan siang ini. Dia memilih duduk sendirian di tempat yang kosong, karena
bisa dibilang dia nggak punya teman disitu.
Baru saja dia
akan menyantap makanannya tapi gagal karena hp-nya berdering, ada telfon dari
Mamahnya Adit. “Hallo Mah”, ucap Olivia. Dia sudah memanggil Mamahnya Adit
dengan sebutan Mamah karena itu semua dikehendaki oleh Mamah Adit sendiri.
Tadi Mamah
sudah menelfon Adit, sekarang giliran Olivia yang ditelfon. “Jadi kalian berdua
lagi ada di kantin?”, tanya Mamah, tadi dia bertanya pada Adit dimana dia
sekarang dan Adit menjawab ada di kantin.
Setelah berbincang
beberapa saat, Mamah meminta Olivia untuk menyerahkan telfon itu pada Adit.
Ingin rasanya menolak tapi ini bukan perintah tapi paksaan, Olivia nggak mau
mendekat pada Adit dan Disti, “Adit lagi ngobrol sama temennya Mah, aku nggak
enak ngeganggu mereka”, ucap Olivia mencari alasan.
Tapi nggak
mempan, Mamah terus memaksa padahal Olivia sudah mengerahkan segala usahanya
untuk mengalihkan pembicaraan. Akhirnya dia bangkit juga dari tempat duduknya
dan pergi menghampiri Aidt, dengan tangan yang menutup hp-nya Olivia
menyerahkan hp-nya itu pada Adit, “Nyokap loe nih, pengin ngomong sama loe!”,
ucapnya dengan ketus.
Teman-teman
Adit dan tentu saja Disti sangat terkejut dengan ucapan Olivia tersebut.
“Mamah sudah
telfon gue tadi! Bilang aja aku lagi ke toilet”, Adit nggak mau berbicara
dengan Mamahnya.
Olivia menghela
nafas, “Sudah banyak alasan yang aku omongin, termasuk bilang loe lagi ke
toilet! Cepet angkat!”, kata Olivia sambil menyerahkan hp-nya ke Adit.
Adit
mengambilnya dan mulai berbicara dengan Mamahnya, sementara itu Olivia balik
lagi ke tempat duduknya untuk melanjutkan makan siangnya.
“Ya Mah”, ucap
Adit singkat sambil menutup telfon dari Mamahnya.
“Sebenarnya ada
apa antara kamu sama Oliv? Sampai-sampai Mamah kamu telfon ke Oliv?”, tanya
Disti dengan nada cemburu seorang pacar.
Adit membelai
lembut rambut panjang Disti untuk menenangkannya, “Aku sama dia nggak ada
apa-apa”.
Tapi Disti
nggak percaya begitu aja, dia langsung pergi meninggalkan Aidt dan
teman-temannya. Adit bingung harus bersikap seperti apa, dia sayang dengan
Disti tapi dia harus melakukan perjodohan ini karena nggak mau Papahnya sakit
lagi dan itu semua juga merupakan amanat dari Bundanya Olivia yang sudah
meninggal.
Disti berharap
Adit mengejarnya tapi ternyata harapannya itu nggak terjadi, Adit malah
menghampiri Olivia dan langsung menarik tangan Olivia.
“Mau kemana?”,
tanya Olivia sambil mencoba melepaskan tangannya.
Adit terus
menariknya, “Nggak usah banyak omong, nurut aja sama gue!”, ucapnya keras.
Lagi-lagi ini
semua membuat teman-teman Adit melongo kebingungan, kenapa tiba-tiba Adit
bersama Olivia yang merupakan musuhnya selama ini, mengapa juga dia itu nggak
mengejar Disti malah berjalan kearah Olivia. Apa Adit sudah gila? Disti juga
melihat Adit yang menggandeng Olivia menuju parkiran, Disti geram dengan
peristiwa itu, “Loe akan ngerasain pelajaran dari gue!”, ancaman dari Disti
untuk Olivia.
Ternyata Adit
dan Olivia disuruh pergi ke tempat fiting baju saat itu juga karena Mamah sudah
ada disana. Didalam mobil keduanya hanya diam, nggak terlihat akrab dan sangat
terlihat keduanya itu seperti musuh yang tengah perang di medan pertempuran.
Tapi itu semua bakalan sirna saat mereka ada di hadapan orang tua mereka, itu
semua demi menyenangkan orang tua, mereka nggak mau menjadi anak yang durhaka.
Sampai di
tempat yang dituju, Mamah sudah menunggu mereka dari tadi. Keduanya langsung
masuk dan mencoba beberapa baju yang telah Mamah siapkan, ada dua baju. Yang
satu kebaya dan berskap serba putih gading untuk ijab qabul dan satu lagi kebaya
modern cantik nan elegant berwarna merah hati dan beskap modern berwarna merah
hati juga untuk Adit. Keduanya lekas mencoba baju-baju tersebut. Pernikahan
mereka akan tetap meriah karena itu kehendak orang tua mereka, padahal Adit dan
Olivia hanya ingin pernikahan sederhana dan hanya mengundang beberapa kerabat
saja tapi Mamahnya membuat undangan begitu banyak yang nantinya akan dibagikan
pada teman-temannya dan juga teman-teman dari Olivia dan Adit.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar