•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Senin, 19 September 2011

Jodoh Buatan [Part 6]


Saatnya untuk sarapan, makanan sudah ada dimeja tinggal dimakan. Tadinya sih Adit berniat mau nyuapin tapi Oliv menolak, alhasil ya dia cuman ngeliatin si Oliv makan. Dia nunggu kiriman makanan dari mamahnya.
Makanan sudah habis, Oliv beranjak dari tempat tidurnya menuju sofa lalu meraih tasnya.
Adit keluar dari dalam kamar mandi, “Mau ngapain?”.
Masih dengan tasnya, “Ngerapiin buku, aku harus berangkat kuliah hari ini”, jawab Olivia tanpa memandang kearah Adit.
Adit bergegas merebut tasnya Oliv, dia nggak mau Oliv pergi kemana-mana hari ini, pokoknya Oliv harus istirahat terus dikamar. “Nggak! Kamu nggak boleh keluar!”
“Tapi...”, keluh Oliv.
Tapi Adit nggak luluh, dia tetap memegang erat tas itu dan enggan untuk menyerahkannya untuk Oliv.  Bener-bener dibuat sebel mood Oliv pagi ini oleh Adit. Oliv ngrasa Adit nggak pernah baik sama dia, kembalilah dia ke tempat tidur untuk memikirkan gimana dia bisa keluar dari kamar itu.
Terdengar suara hp Oliv berdering, ada sms dari Rama yang isinya, “Aku tahu pasti sekarang kamu sebel karna nggak bisa keluar. Tunggu aja sampe Adit keluar terus kamu kabur dari situ. Aku tunggu kamu di luar.”
Oliv tersenyum lalu membalas sms itu, “Tunggu aku ya”.
Dan benar nggak lama kemudian Adit keluar dari kamar perawatan itu, dia di panggil dokter yang menangani Oliv untuk menjelaskan kondisi Oliv sekarang. Oliv menggunakan kesempatan ini dengan baik, dia melepas selang infusnya, memakai jaketnya, dan meraih flash disk yang ada diatas meja tanpa membawa tasnya yang telah Adit simpan.
Oliv bergegas keluar dari rumah sakit dan benar ternyata Rama sudah menunggu di depan pintu masuk. Oliv bergegas masuk dengan terus memegangi perut bagian kanannya yang terasa sakit.
“Siap?”, tanya Rama sesaat setelah Oliv sudah mengenakan sabuk pengaman.
Hanya mengangguk, Oliv mengangguk yakin. Langsung saja Rama melaju kencang dengan tujuan kampus.
“Tapi, masa aku pakai baju kayak gini?”, Oliv baru menyadari kalau dia belum berganti pakaian.
Rama tersenyum, “Sudah bisa aku tebak. Tenang aja, aku sudah beliin baju buat kamu, setelah sampai langsung kamu pakai ya?”.
Oliv mengangguk paham.
Di rumah sakit. Ternyata Mamah dateng lebih awal dan dia terkejut setelah mengetahui nggak ada siapa-siapa di kamar itu. Bergegas dia mencari-cari di luar kamar, tapi nggak berbuah hasil. Akhirnya Adit keluar dari ruang dokter, dia langsung bertemu dengan Mamahnya yang tengah dilanda kecemasan mendalam.
“Kamu kemana aja? Mana Oliv?”, tanya Mamah dengan cemas.
Adit terkejut, “Maksud mamah apa?”
“Mana Oliv? Dia nggak ada di kamarnya.”
“Mamah tunggu disini, Adit tahu kemana Oliv pergi”, Adit berlari meninggalkan mamahnya.
Di kampus, Oliv dan Rama baru saja sampai. Rama memberi Olivia waktu untuk berganti pakaian didalam mobilnya jadi dia keluar dari mobil itu dan berjaga-jaga di luar. Nggak butuh waktu yang lama, Oliv sudah keluar dengan pakaian yang Rama belikan.
Oliv bergegas lari menuju ruangan tempat ia akan mempresentasikan hasil karyanya dihadapan dosen dan beberapa orang penting yang berpengaruh dalam bidang tersebut. Nggak jauh dibelakang Oliv, Rama mengikuti dengan terus berharap semoga Oliv sukses.
Sampai juga didepan pintu masuk ruang presentasi. Oliv dia sejenak untuk memantapkan langkahnya, dipegangnya erat-erat flash disk yang berisi file-file penting itu, dia berdoa untuk kesuksesannya.
Tiba-tiba, ‘praak’. Flash disk yang tadi dipegang Oliv sekarang sudah hancur berkeping-keping di lantai. Itu semua karena Disti yang merebuh flash disk itu dan langsung membantingnya kelantai lalu diinjak keras-keras sampai hancur nggak bersisa.
Saat itu Adit sudah sampai dan melihat kejadian itu. Dia berdiri tepat disamping Rama berdiri.
Oliv benar-benar marah, dia nggak punya kesabaran lagi untuk menghadapi Disti. Didorongnya keras tubuh Disti hingga jatuh tersungkur kelantai lalu Oliv terkulai lemas sambil mengias-ngias remukan flash disk-nya.
Terdengar suara langkah kaki, Adit berlari menuju keduanya dan dia berhenti tepat diantara Oliv dan Disti.
“Sayang, tadi Oliv ngedorong aku, sampe aku jatuh kayak gini...”, ucap Disti sok bersih.
Tapi Adit malah jongkok di hadapan Oliv dan membuang kembali remukan flash disk yang di genggam Oliv, “Ini nggak berguna lagi”.
Dengan tatapan sayu dan air mata yang berlinang Oliv menatap mata Adit.
Kemudian Adit mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, sebuah flash disk, “Bawa ini. Semua yang kamu butuhkan ada disini”.
Flash back. Tadi malam waktu Adit merapikan laptop dan buku-buku Oliv, dia meng-copy ulang file-file yang sudah dia simpan ke flash disk-nya Oliv ke flash disk-nya. Entah ada firasat apa yang pasti Adit ingin Oliv sukses dengan apa yang telah Oliv kerjakan selama ini.
Adit mengusap air mata istrinya itu, keduanya saling beradu pandang. Disti sangat amat geram melihat itu semua, Rama juga merasa geram tapi kalau itu semua membuat Oliv bahagia dia akan bahagia juga.
Dikecupnya dengan lembut kening Oliv, terlihat begitu sayangnya Adit terhadap Oliv.
Adit membantu Oliv bangun dan sedikit merapikan pakaian yang Oliv pakai, “Jangan nangis lagi. Kasih yang terbaik buat orang-orang yang ada didalam. Jangan lupa berdoa dulu. Kamu pasti bisa. Fighting!”, Adit memberikan semangat untuk Oliv.
Beberapa saat kemudian Oliv masuk ke dalam ruangan itu. Rama menunggu di depan ruangan itu, sementara Adit mengajak Disti untuk berbicara empat mata. Di tariknya paksa tangan Disti untuk mengikuti kemana dirinya pergi.
“Gue sudah tahu semuanya, dan gue harap loe bisa terima ini semua. Gue mau kita putus!”, ucap tegas Adit.
Disti terkejut, dia nggak mau ini semua terjadi, “Nggak, aku nggak mau kita putus”.
“Kita putus! Gue harap loe nggak akan ganggu-ganggu hidup gue terutama Oliv, gue nggak akan nglepasin loe kalau sesuatu terjadi sama Oliv!”, Adit pergi meninggalkan Disti yang kelihatannya belum bisa menerima kenyataan.
Rama dan Adit, keduanya menunggu bersama. Keduanya juga berharap semoga Oliv sukses.
Cukup lama mereka menunggu, akhirnya beberapa saat kemudian Oliv keluar dari ruangan itu dengan wajah menunduk. Rama dan Adit datang mendekat, “Gimana hasilnya?”, keduanya serempak menanyakan pertanyaan yang sama.
Tiba-tiba Oliv memeluk keduanya kegirangan, “Mereka suka sama presentasiku”, ucapnya kegirangan dengan amat sangat.
Tapi sesaat kemudian dia melepaskan pelukannya karena merasakan sakit di tulang rusuknya yang sebelah kanan.
“Kamu nggak kenapa-napa kan?”, lagi-lagi Rama dan Adit berbicara bersamaan.
Terlihat Oliv menahan sakit tapi dia langsung tertawa senang karena mengingat hasil yang dia peroleh dari presentasi tadi.
“Ya sudah, sekarang kita balik kerumah sakit”, ajak Adit sambil menggandeng tangan Oliv.
Tapi Oliv menepis tangan Adit, “Nggak, aku nggak mau balik ke rumah sakit”.
Rama berbicara untuk menengahi perdebatan ini, “Sudahlah, kamu balik kerumah sakit aja. Nanti kita rayain keberhasilan kamu disana. ok?”.
“Ok! Tapi biar Oliv sama gue”, timpal Adit seketika itu juga.
Rama menghela nafas panjang, “Terserah loe aja bro!”
Oliv naik ke mobil yang sama dengan Adit, sementara itu Rama mengikuti keduanya dari belakang. Tapi baru beberapa menit berjalan beriringan mobil Rama sudah nggak kelihatan, mungkin dia berhenti di suatu tempat. Di dalam mobil Oliv meringngis kesakitan, Adit yang mengetahui hal itu menyuruh Oliv untuk rebahan saja tapi Oliv terus saja menolak.
Adit menepi “Kamu nggak pernah mikirin aku. Kamu nggak pernah mendengarkan omonganku, kamu selalu menolak apa yangaku perintahkan, kamu selalu menolakku”, pandangan Adit tertuju pada Oliv, “Kamu nggak pernah tahu gimana khawatirnya aku tadi, aku takut kamu sakit dan terluka lagi. Jadi please, buat kali ini aja demi kebaikan kamu juga, nurut sama omonganku”.
Mendengar kalimat Adit yang panjang itu Oliv luluh juga, dia menarik tuas yang ada disamping kursi, sekarang Oliv bisa rebahan dengan nyaman. Adit kembali melanjutkan mengemudi ke rumah sakit.
Keduanya sudah sampai di kamar rumah sakit, Adit memanggil suster untuk memasangkan infus pada Oliv. Adit dan Oliv terlihat sedikit canggung karena peristiwa tadi di mobil, tapi semua itu sirna saat Rama datang membawa beberapa kotak makanan dan minuman.
“Taraaa,,, Makanan faforit putri Olivia”, Rama menunjukkan apa yang dia bawa.
Ada beberapa macam sushi, yang paling faforit bagi Oliv adalah Nigirizushi.
“Wah. Enak banget nih kayaknya”, ucap Oliv antusias.
Rama dan Oliv terlihat senang, tapi nggak dengan Adit yang terlihat nggak senang dengan kedatangan Rama kesitu. Rama duduk di kursi yang ada disebelah kanan Oliv, sedangkan Adit duduk di sofa karena dia enggan bergabung merayakan keberhasilan Oliv, walaupun sebenarnya Adit juga sangat suka sushi.
“Adit, sini”, ajak Oliv.
Tapi Adit menggelengkan kepalanya, Rama beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri Adit. Di tariknya paksa Adit agar duduk di samping kiri Oliv, lalu dia kembali duduk di tempat semula.
Oliv berupaya untuk menyuapi Adit, “Aaa..”, tapi Adit malah menggelengkan kepalanya. “Bukannya kamu suka sushi, apalagi nigirizushi neta tuna. Ayo ini dimakan”, Oliv memaksa.
Adit membuka mulutnya juga dan melahap suapan dari Oliv.
Oliv mengambil sebuah makizushi untuk Rama dan ingin menyuapkannya tapi Rama menolaknya karena masih belum selesai mengunyah, sekarang giliran Rama yang menyuapi Oliv, membuat Adit benar-benar dibuat naik darah.
Oliv dan Rama begitu terlihat akrab. Ingin rasanya Adit pergi dari situ tapi rasanya sulit pergi dari sisi Oliv seperti ini. Lagi-lagi Oliv menyuapi Adit, dia terlihat senang melakukan itu semua. Tapi setelah itu Oliv merasa sakit di rusuk bagian kanannya karena terlalu sering memutar badannya kearah kiri untuk menyuapi Adit.
Melihat hal itu Adit menyuruh Oliv berhenti saja dan membiarkan dia mengambil makanan sendiri dan menyuapi Oliv. Gantian Adit yang menyuapi Oliv.
Hari sudah beranjak malam, sudah dari tadi Rama pulang.
“Mau kemana?”, tanya Adit setelah melihat Oliv turun dari tempat tidurnya.
“Bosen di kamar melulu, aku mau jalan-jalan”, jawabnya ringan sambil berjalan kearah pintu.
Tapi Adit nggak membiarkan begitu saja, dia menemani Oliv berjalan-jalan sambil ikut mendorong gantungan infus Oliv.
Keduanya hanya diam nggak saling berbicara.
Karena sudah cukup jauh berjalan, Oliv merasa capek dan minta untuk istirahat. Keduanya duduk di sebuah kursi panjang di sebuah koridor yang cukup sepi.
Keduanya masih terdiam, tidak ada pembicaraan yang terbentuk.
Adit menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya pelan-pelan. Walaupun terlihat ragu, tapi akhirnya dia mengawali pembicaraan, “Aku belum ngucapin selamat buat kamu. Selamat ya atas kesuksesan kamu”, ucap Adit tanpa memandang ke arah Oliv.
Oliv melirik kearah Adit, dia tersenyum, “Makasih, itu semua juga karena kamu. Sekali lagi terima kasih”.
Keduanya kembali terdiam beberapa saat.
Adit mengalihkan pandangannya ke arah Oliv, Oliv juga melakukan hal yang sama. Keduanya kembali terdiam beberapa saat saling berpandangan.
Diraihnya kedua tangan Oliv, “Maafin aku, maafin aku yang selalu nggak percaya sama kamu, maafin aku yang selalu nyakitin kamu, maafin aku yang selalu buat kamu menderita”, ucap Adit tulus, “Aku baru sadar, selama ini hanyak kamu yang ada di hatiku. Nggak ada seorangpun yang bisa menggantikanmu di hatiku, tapi aku terlalu pengecut untuk mengakui ini semua. Dari dulu sampai sekarang aku masih saja mencintai kamu”. Ucapan Adit yang begitu tulus dan serius.
Oliv bingung harus berkata apa.
Tapi Adit melanjutkan kalimatnya lagi, “Harusnya aku seneng kamu jadi istriku, tapi aku malah masih saja dekat dengan Disti yang seringnya menghasut aku tentang semua yang terjadi. Aku menyesal! Sungguh, aku menyesal”, benar-benar dari hatinya, “Aku ingin memperbaiki semuanya, menjalaninya mulai dari awal lagi bersama kamu. Aku ingin kamu menjadi seutuhnya untukku dan aku juga akan menjadi seutuhnya untuk kamu”, Adit mempererat genggaman tangannya, “Apa kamu mau memperbaiki ini semua dan benar-benar menjadi istri aku?”, tanya Adit sambil menatap lekat-lekat kedua mata Oliv.
Tapi Oliv masih terdiam, dia bener-bener nggak bisa ngomong apa-apa.
Bebepara saat kemudian Oliv melah memeluk erat Adit, “Tentu, tentu aku mau memperbaiki ini semua sama kamu”, ucap Oliv bersemangat.
Adit terkejut, benar-benarterkejut mendengar jawaban Oliv. Dia sangat merasa senang sekali dan membalas pelukan Oliv.
Keduanya saling melepaskan pelukan, Adit mengecup mesra dahi Oliv dengan penuh cinta, lalu kedua berpandangan beberapa saat, kemudian kembali berpelukan.

***TAMAT***
&&&chiEch&&&

2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...