Saatnya untuk
sarapan, makanan sudah ada dimeja tinggal dimakan. Tadinya sih Adit berniat mau
nyuapin tapi Oliv menolak, alhasil ya dia cuman ngeliatin si Oliv makan. Dia
nunggu kiriman makanan dari mamahnya.
Makanan sudah
habis, Oliv beranjak dari tempat tidurnya menuju sofa lalu meraih tasnya.
Adit keluar
dari dalam kamar mandi, “Mau ngapain?”.
Masih dengan
tasnya, “Ngerapiin buku, aku harus berangkat kuliah hari ini”, jawab Olivia
tanpa memandang kearah Adit.
Adit bergegas
merebut tasnya Oliv, dia nggak mau Oliv pergi kemana-mana hari ini, pokoknya
Oliv harus istirahat terus dikamar. “Nggak! Kamu nggak boleh keluar!”
“Tapi...”,
keluh Oliv.
Tapi Adit nggak
luluh, dia tetap memegang erat tas itu dan enggan untuk menyerahkannya untuk
Oliv. Bener-bener dibuat sebel mood Oliv
pagi ini oleh Adit. Oliv ngrasa Adit nggak pernah baik sama dia, kembalilah dia
ke tempat tidur untuk memikirkan gimana dia bisa keluar dari kamar itu.
Terdengar suara
hp Oliv berdering, ada sms dari Rama yang isinya, “Aku tahu pasti sekarang kamu
sebel karna nggak bisa keluar. Tunggu aja sampe Adit keluar terus kamu kabur
dari situ. Aku tunggu kamu di luar.”
Oliv tersenyum
lalu membalas sms itu, “Tunggu aku ya”.
Dan benar nggak
lama kemudian Adit keluar dari kamar perawatan itu, dia di panggil dokter yang
menangani Oliv untuk menjelaskan kondisi Oliv sekarang. Oliv menggunakan
kesempatan ini dengan baik, dia melepas selang infusnya, memakai jaketnya, dan
meraih flash disk yang ada diatas meja tanpa membawa tasnya yang telah Adit
simpan.
Oliv bergegas
keluar dari rumah sakit dan benar ternyata Rama sudah menunggu di depan pintu
masuk. Oliv bergegas masuk dengan terus memegangi perut bagian kanannya yang
terasa sakit.
“Siap?”, tanya
Rama sesaat setelah Oliv sudah mengenakan sabuk pengaman.
Hanya
mengangguk, Oliv mengangguk yakin. Langsung saja Rama melaju kencang dengan
tujuan kampus.
“Tapi, masa aku
pakai baju kayak gini?”, Oliv baru menyadari kalau dia belum berganti pakaian.
Rama tersenyum,
“Sudah bisa aku tebak. Tenang aja, aku sudah beliin baju buat kamu, setelah sampai
langsung kamu pakai ya?”.
Oliv mengangguk
paham.
Di rumah sakit.
Ternyata Mamah dateng lebih awal dan dia terkejut setelah mengetahui nggak ada
siapa-siapa di kamar itu. Bergegas dia mencari-cari di luar kamar, tapi nggak
berbuah hasil. Akhirnya Adit keluar dari ruang dokter, dia langsung bertemu
dengan Mamahnya yang tengah dilanda kecemasan mendalam.
“Kamu kemana
aja? Mana Oliv?”, tanya Mamah dengan cemas.
Adit terkejut,
“Maksud mamah apa?”
“Mana Oliv? Dia
nggak ada di kamarnya.”
“Mamah tunggu
disini, Adit tahu kemana Oliv pergi”, Adit berlari meninggalkan mamahnya.
Di kampus, Oliv
dan Rama baru saja sampai. Rama memberi Olivia waktu untuk berganti pakaian
didalam mobilnya jadi dia keluar dari mobil itu dan berjaga-jaga di luar. Nggak
butuh waktu yang lama, Oliv sudah keluar dengan pakaian yang Rama belikan.
Oliv bergegas
lari menuju ruangan tempat ia akan mempresentasikan hasil karyanya dihadapan
dosen dan beberapa orang penting yang berpengaruh dalam bidang tersebut. Nggak
jauh dibelakang Oliv, Rama mengikuti dengan terus berharap semoga Oliv sukses.
Sampai juga
didepan pintu masuk ruang presentasi. Oliv dia sejenak untuk memantapkan
langkahnya, dipegangnya erat-erat flash disk yang berisi file-file penting itu,
dia berdoa untuk kesuksesannya.
Tiba-tiba,
‘praak’. Flash disk yang tadi dipegang Oliv sekarang sudah hancur
berkeping-keping di lantai. Itu semua karena Disti yang merebuh flash disk itu
dan langsung membantingnya kelantai lalu diinjak keras-keras sampai hancur
nggak bersisa.
Saat itu Adit
sudah sampai dan melihat kejadian itu. Dia berdiri tepat disamping Rama
berdiri.
Oliv
benar-benar marah, dia nggak punya kesabaran lagi untuk menghadapi Disti.
Didorongnya keras tubuh Disti hingga jatuh tersungkur kelantai lalu Oliv
terkulai lemas sambil mengias-ngias remukan flash disk-nya.
Terdengar suara
langkah kaki, Adit berlari menuju keduanya dan dia berhenti tepat diantara Oliv
dan Disti.
“Sayang, tadi
Oliv ngedorong aku, sampe aku jatuh kayak gini...”, ucap Disti sok bersih.
Tapi Adit malah
jongkok di hadapan Oliv dan membuang kembali remukan flash disk yang di genggam
Oliv, “Ini nggak berguna lagi”.
Dengan tatapan
sayu dan air mata yang berlinang Oliv menatap mata Adit.
Kemudian Adit
mengeluarkan sesuatu dari dalam sakunya, sebuah flash disk, “Bawa ini. Semua
yang kamu butuhkan ada disini”.
Flash back.
Tadi malam waktu Adit merapikan laptop dan buku-buku Oliv, dia meng-copy ulang
file-file yang sudah dia simpan ke flash disk-nya Oliv ke flash disk-nya. Entah
ada firasat apa yang pasti Adit ingin Oliv sukses dengan apa yang telah Oliv
kerjakan selama ini.
Adit mengusap
air mata istrinya itu, keduanya saling beradu pandang. Disti sangat amat geram
melihat itu semua, Rama juga merasa geram tapi kalau itu semua membuat Oliv
bahagia dia akan bahagia juga.
Dikecupnya
dengan lembut kening Oliv, terlihat begitu sayangnya Adit terhadap Oliv.
Adit membantu
Oliv bangun dan sedikit merapikan pakaian yang Oliv pakai, “Jangan nangis lagi.
Kasih yang terbaik buat orang-orang yang ada didalam. Jangan lupa berdoa dulu.
Kamu pasti bisa. Fighting!”, Adit memberikan semangat untuk Oliv.
Beberapa saat
kemudian Oliv masuk ke dalam ruangan itu. Rama menunggu di depan ruangan itu,
sementara Adit mengajak Disti untuk berbicara empat mata. Di tariknya paksa
tangan Disti untuk mengikuti kemana dirinya pergi.
“Gue sudah tahu
semuanya, dan gue harap loe bisa terima ini semua. Gue mau kita putus!”, ucap
tegas Adit.
Disti terkejut,
dia nggak mau ini semua terjadi, “Nggak, aku nggak mau kita putus”.
“Kita putus!
Gue harap loe nggak akan ganggu-ganggu hidup gue terutama Oliv, gue nggak akan
nglepasin loe kalau sesuatu terjadi sama Oliv!”, Adit pergi meninggalkan Disti
yang kelihatannya belum bisa menerima kenyataan.
Rama dan Adit,
keduanya menunggu bersama. Keduanya juga berharap semoga Oliv sukses.
Cukup lama
mereka menunggu, akhirnya beberapa saat kemudian Oliv keluar dari ruangan itu
dengan wajah menunduk. Rama dan Adit datang mendekat, “Gimana hasilnya?”,
keduanya serempak menanyakan pertanyaan yang sama.
Tiba-tiba Oliv
memeluk keduanya kegirangan, “Mereka suka sama presentasiku”, ucapnya
kegirangan dengan amat sangat.
Tapi sesaat
kemudian dia melepaskan pelukannya karena merasakan sakit di tulang rusuknya
yang sebelah kanan.
“Kamu nggak
kenapa-napa kan?”, lagi-lagi Rama dan Adit berbicara bersamaan.
Terlihat Oliv
menahan sakit tapi dia langsung tertawa senang karena mengingat hasil yang dia
peroleh dari presentasi tadi.
“Ya sudah,
sekarang kita balik kerumah sakit”, ajak Adit sambil menggandeng tangan Oliv.
Tapi Oliv
menepis tangan Adit, “Nggak, aku nggak mau balik ke rumah sakit”.
Rama berbicara
untuk menengahi perdebatan ini, “Sudahlah, kamu balik kerumah sakit aja. Nanti
kita rayain keberhasilan kamu disana. ok?”.
“Ok! Tapi biar
Oliv sama gue”, timpal Adit seketika itu juga.
Rama menghela
nafas panjang, “Terserah loe aja bro!”
Oliv naik ke
mobil yang sama dengan Adit, sementara itu Rama mengikuti keduanya dari
belakang. Tapi baru beberapa menit berjalan beriringan mobil Rama sudah nggak
kelihatan, mungkin dia berhenti di suatu tempat. Di dalam mobil Oliv meringngis
kesakitan, Adit yang mengetahui hal itu menyuruh Oliv untuk rebahan saja tapi
Oliv terus saja menolak.
Adit menepi “Kamu
nggak pernah mikirin aku. Kamu nggak pernah mendengarkan omonganku, kamu selalu
menolak apa yangaku perintahkan, kamu selalu menolakku”, pandangan Adit tertuju
pada Oliv, “Kamu nggak pernah tahu gimana khawatirnya aku tadi, aku takut kamu
sakit dan terluka lagi. Jadi please, buat kali ini aja demi kebaikan kamu juga,
nurut sama omonganku”.
Mendengar
kalimat Adit yang panjang itu Oliv luluh juga, dia menarik tuas yang ada
disamping kursi, sekarang Oliv bisa rebahan dengan nyaman. Adit kembali
melanjutkan mengemudi ke rumah sakit.
Keduanya sudah
sampai di kamar rumah sakit, Adit memanggil suster untuk memasangkan infus pada
Oliv. Adit dan Oliv terlihat sedikit canggung karena peristiwa tadi di mobil,
tapi semua itu sirna saat Rama datang membawa beberapa kotak makanan dan
minuman.
“Taraaa,,,
Makanan faforit putri Olivia”, Rama menunjukkan apa yang dia bawa.
Ada beberapa
macam sushi, yang paling faforit bagi Oliv adalah Nigirizushi.
“Wah. Enak
banget nih kayaknya”, ucap Oliv antusias.
Rama dan Oliv
terlihat senang, tapi nggak dengan Adit yang terlihat nggak senang dengan
kedatangan Rama kesitu. Rama duduk di kursi yang ada disebelah kanan Oliv,
sedangkan Adit duduk di sofa karena dia enggan bergabung merayakan keberhasilan
Oliv, walaupun sebenarnya Adit juga sangat suka sushi.
“Adit, sini”,
ajak Oliv.
Tapi Adit
menggelengkan kepalanya, Rama beranjak dari tempat duduknya untuk menghampiri
Adit. Di tariknya paksa Adit agar duduk di samping kiri Oliv, lalu dia kembali
duduk di tempat semula.
Oliv berupaya
untuk menyuapi Adit, “Aaa..”, tapi Adit malah menggelengkan kepalanya.
“Bukannya kamu suka sushi, apalagi nigirizushi neta tuna. Ayo ini dimakan”,
Oliv memaksa.
Adit membuka
mulutnya juga dan melahap suapan dari Oliv.
Oliv mengambil
sebuah makizushi untuk Rama dan ingin menyuapkannya tapi Rama menolaknya karena
masih belum selesai mengunyah, sekarang giliran Rama yang menyuapi Oliv,
membuat Adit benar-benar dibuat naik darah.
Oliv dan Rama
begitu terlihat akrab. Ingin rasanya Adit pergi dari situ tapi rasanya sulit
pergi dari sisi Oliv seperti ini. Lagi-lagi Oliv menyuapi Adit, dia terlihat
senang melakukan itu semua. Tapi setelah itu Oliv merasa sakit di rusuk bagian
kanannya karena terlalu sering memutar badannya kearah kiri untuk menyuapi
Adit.
Melihat hal itu
Adit menyuruh Oliv berhenti saja dan membiarkan dia mengambil makanan sendiri
dan menyuapi Oliv. Gantian Adit yang menyuapi Oliv.
Hari sudah
beranjak malam, sudah dari tadi Rama pulang.
“Mau kemana?”,
tanya Adit setelah melihat Oliv turun dari tempat tidurnya.
“Bosen di kamar
melulu, aku mau jalan-jalan”, jawabnya ringan sambil berjalan kearah pintu.
Tapi Adit nggak
membiarkan begitu saja, dia menemani Oliv berjalan-jalan sambil ikut mendorong
gantungan infus Oliv.
Keduanya hanya
diam nggak saling berbicara.
Karena sudah
cukup jauh berjalan, Oliv merasa capek dan minta untuk istirahat. Keduanya duduk
di sebuah kursi panjang di sebuah koridor yang cukup sepi.
Keduanya masih
terdiam, tidak ada pembicaraan yang terbentuk.
Adit menarik
nafas panjang lalu mengeluarkannya pelan-pelan. Walaupun terlihat ragu, tapi
akhirnya dia mengawali pembicaraan, “Aku belum ngucapin selamat buat kamu.
Selamat ya atas kesuksesan kamu”, ucap Adit tanpa memandang ke arah Oliv.
Oliv melirik
kearah Adit, dia tersenyum, “Makasih, itu semua juga karena kamu. Sekali lagi
terima kasih”.
Keduanya kembali
terdiam beberapa saat.
Adit mengalihkan
pandangannya ke arah Oliv, Oliv juga melakukan hal yang sama. Keduanya kembali
terdiam beberapa saat saling berpandangan.
Diraihnya kedua
tangan Oliv, “Maafin aku, maafin aku yang selalu nggak percaya sama kamu,
maafin aku yang selalu nyakitin kamu, maafin aku yang selalu buat kamu
menderita”, ucap Adit tulus, “Aku baru sadar, selama ini hanyak kamu yang ada
di hatiku. Nggak ada seorangpun yang bisa menggantikanmu di hatiku, tapi aku
terlalu pengecut untuk mengakui ini semua. Dari dulu sampai sekarang aku masih
saja mencintai kamu”. Ucapan Adit yang begitu tulus dan serius.
Oliv bingung
harus berkata apa.
Tapi Adit
melanjutkan kalimatnya lagi, “Harusnya aku seneng kamu jadi istriku, tapi aku
malah masih saja dekat dengan Disti yang seringnya menghasut aku tentang semua
yang terjadi. Aku menyesal! Sungguh, aku menyesal”, benar-benar dari hatinya, “Aku
ingin memperbaiki semuanya, menjalaninya mulai dari awal lagi bersama kamu. Aku
ingin kamu menjadi seutuhnya untukku dan aku juga akan menjadi seutuhnya untuk
kamu”, Adit mempererat genggaman tangannya, “Apa kamu mau memperbaiki ini semua
dan benar-benar menjadi istri aku?”, tanya Adit sambil menatap lekat-lekat
kedua mata Oliv.
Tapi Oliv masih
terdiam, dia bener-bener nggak bisa ngomong apa-apa.
Bebepara saat
kemudian Oliv melah memeluk erat Adit, “Tentu, tentu aku mau memperbaiki ini
semua sama kamu”, ucap Oliv bersemangat.
Adit terkejut,
benar-benarterkejut mendengar jawaban Oliv. Dia sangat merasa senang sekali dan
membalas pelukan Oliv.
Keduanya saling
melepaskan pelukan, Adit mengecup mesra dahi Oliv dengan penuh cinta, lalu
kedua berpandangan beberapa saat, kemudian kembali berpelukan.
***TAMAT***
&&&chiEch&&&
wow,,
BalasHapuspengaman pribadi ea,,
Bagus cuman menurut aku di panjangin dikit lagi jng di hps mba
BalasHapus