“Mbok tolong
bikinin bubur ya, terus anterin ke kamar. Tapi inget jangan bilang-bilang sama
Mamah dan Papah”, Adit meminta pembantunya itu untuk membuatkan bubur.
Dia kembali
kekamarnya dan terlihat Olivia masih tertidur pulas, tergambar simpul kecil
senyum dibibir Adit yang langsung beranjak kekamar mandi untuk mandi.
Hari ini Olivia
nggak ada kuliah, tapi Adit ada kuliah jadinya pagi-pagi gini sudah siap-siap.
Setelah selesai ganti baju, Adit membukakan pintu kamarnya untuk si mbok yang
dari tadi sudah mengetuk pintu. “Makasih ya mbok.” Adit kembali menutup pintu
kamarnya.
Sesaat setelah
Adit meletakkan nampan di meja, Olivia terbangun dan langsung duduk sambil
memegangi kepalanya karena terasa pening, Adit mendekat dan lagi-lagi mengecek
suhu tubuh Oliv.
“Gue nggak
kenapa-napa”, ucap Oliv sambil menepis tangan Adit.
Raut wajah Adit
berubah makin serius, “Nggak kenapa-napa gimana, kamu itu tadi malem bikin aku
bener-bener nggak bisa tidur!”, nada suara Adit naik.
Olivia sedikit
terkejut dengan perkataan Adit, “Apa? Aku bikin kamu nggak bisa tidur gitu?”.
Buru-buru Adit
mengoreksi kalimatnya, “Bukan, maksud gue itu ya loe bikin repot gue. Gue terus-terusan
gantiin kompresan loe jadi gue nggak bisa tidur”. Suara Adit tergagap.
“Sudahlah, nggak usah dibahas lagi, mandi sana. Terus makan tuh bubur yang ada
diatas meja, gue mau kuliah dulu”, ucap Adit sambil berlalu menjauh dari
Olivia.
Adit keluar dari
kamarnya dan meninggalkan Oliv didalam. Oliv pergi untuk mandi.
Selesai mandi
Olivia menghampiri makanan yang ada dimeja. Ada bubur, segelas susu coklat,
segelas air putih, dan beberapa potongan buah-buahan. Dia tersenyum, “Makasih
Dit”. Lalu dia menikmati hidangan yang telah disajikan.
Niat Oliv hari
ini yaitu ngerjain proyek yang dosennya kasih buat dia. Sudah dua hari ini dia
kerja keras buat menyelesaikan proyek itu agar dapat selesai tepat waktu dengan
hasil yang memuaskan. Walau sekarang dia merasa nggak enak badan tapi dia
memaksakan diri untuk menyelesaikan itu semua.
Disti dan Adit,
keduanya lagi makan siang di kantin kampus. Nggak jauh dari situ ada Rama yang
ternyata sekarang kuliah di kampus yang sama dengan mereka. Rama asyik
sendirian membaca buku sambil mendengarkan musik melalui ear phonenya.
Rama bangkit
dari posisinya yang sekarang dan bergegas pergi dari situ karena melihat sosok
seorang Olivia, “Oliv, tunggu!”, teriaknya sebagai upaya menghentikan langkah
Olivia.
Mendengar itu
Adit langsung mengarahkan pandangan ke sosok yang dilihat Rama, ternyata memang
Olivia. Olivia ada di kampus. Ingin rasanya Adit menghampiri Oliv tapi ada
Disti disitu yang membuatnya nggak bisa mengejar Olivia. Melihat kejadian
kemarin Adit mulai ragu dengan Disti, dia sekarang mulai berfikir mungkin
selama ini yang sering menyakiti yaitu Disti bukannya Oliv. Dia benar-benar
bingung harus berbuat apa.
“Mau kemana?
Bukannya kamu nggak ada kelas hari ini?”, tanya Rama yang seolah-olah sudah
tahu jadwal kelasnya Oliv.
Oliv kembali
berjalan beriringan dengan Rama, “Aku mau ke perpus, ada buku yang harus aku
pinjam”, jawab Oliv sambil berjalan dengan sesekali memegangi perut bagian
kanannya.
Sesekali Oliv
merasakan sakit di bagian itu, entah karena apa. Mungkin karena perlakuan yang
dia terima dari Disti.
“Dit nonton
yuk?”, ajak Disti manja.
Adit mengambil
tasnya, “Jangan sekarang ya, aku mau ke perpus dulu”, jawab Adit yang langsung
berlalu pergi tanpa mempedulikan adanya Disti disitu.
Disti yang
sebel hanya terduduk manyun sendirian disitu.
Di perpustakaan
kampus, Rama lagi menemani Oliv memilih-milih buku. Dia juga membantu
membawakan buku-buku yang nantinya Oliv pinjam.
Nggak lama
kemudian Adit juga masuk ke perpustakaan, dia nggak tahu kalau Rama dan Oliv
ada disitu juga. Dia berkeliling untuk mencari buku dan tepat di sebuah lorong
dia melihat Rama dan Oliv yang terlihat sangat akrab dan dekat. Terasa api
berkecamuk dalam dadanya, mungkinkah sekarang Adit merasakan cemburu karena
Oliv dekat dengan laki-laki lain?
“Aku pilih yang
ini aja lah, paling lengkap”, ucapnya sambil mengambil satu buku.
Rama
mengangguk, “Ok. Berarti habis ini kita bisa makan dulu kan?”, ajak Rama lagi.
“Siap bos”,
jawab Oliv siap. “Tapi jagain buku sama tas aku dulu ya, aku mau ke toilet”,
pamit Oliv seketika itu juga.
Rama kembali
mengangguk, dia memasukkan buku itu dalam tas Olivia setelah melakukan prosedur
peminjaman. Adit yang intinya hanya ingin menghindari Disti makanya ke situ
menghampiri Rama yang tengah membawakan tas Olivia.
“Loe cowoknya
Oliv?”, tanya Adit saat itu juga.
Mereka berdua
berjalan beriringan keluar dari ruangan perpuastakaan.
“Loe kan
suaminya”, jawab Rama singkat.
Adit tersenyum
sinis, “Ya karna gue suaminya, jadi gue minta loe nggak deket-deket sama Oliv
lagi!”
Terdengar tawa
singkat dari Rama, “Loe cemburu?”
Adit diam nggak
menjawab.
Rama
melanjutkan perkataannya, “Kalo loe cemburu ngapain loe juga jalan sama cewek
lain? Disti itu cewek loe kan?”
“Ya. Disti
memang cewek gue. Tapi Oliv itu istri gue, jadi gue nggak bakal biarin seorang
cowokpun yang berniat ngedekatin dia”, ucap Adit tegas sambil meraih tasnya
Oliv yang di bawa Rama.
Lalu Adit pergi
meninggalkan Rama yang terlihat tersenyum, entah senangkah atau siniskah. Adit
berjalan menyusuri koridor yang sepi sendirian. Waktu dia menyusuri tangga
langkahnya terhenti karena mendengar suara Disti dan Oliv yang sedang beradu
mulut.
‘Plaak’. Disti
menampar pipi kanan Oliv.
“Sudah gue
bilang, gue sudah nggak mau cari masalah sama loe lagi. Kenapa loe selalu bikin
gue sakit?”, tanya Oliv dengan nada tinggi masih memegangi pipinya yang sakit.
Disti tertawa
sinis, “Gue marah sama loe yang sudah bikin Adit menolak ajakan gue tadi, dia
malah milih nyamperin loe di perpus”.
Flash back,
ternyata tadi Disti mengikuti kemana Adit pergi dan melihat ada Oliv juga di
sama yang membuatnya marah.
“Adit ngecuekin
gue gara-gara loe!”, Disti melanjutkan kalimatnya.
Adit terdiam,
dia terkejut melihat itu semua. Ternyata selama ini kejadiannya seperti itu.
Oliv membela
diri, “Gue nggak pernah ketemu dia di perpus tadi. Jadi loe itu nggak perlu
khawatir gue akan merebut Adit dari tangan loe”, ucap Oliv sambil berusaha
beranjak pergi.
Tapi Disti
malah menarik tangannya dengan keras sehingga tubuhnya terbanting ke tembok,
dan perut sisi kanan Oliv kembali terbentur sekarang terbentur keras ke gagang
tangga. Oliv jatuh terduduk karena rasa sakit yang dia rasakan, dia merintih
kesakita. Tapi Disti yang nggak berperikemanusiaan menjambak rambut Oliv.
“Stop!”, teriak
keras Adit. Dia bergegas menuruni tangga untuk menghentikan itu semua.
Disti yang
terkejut dengan kedatangan Adit menjadikan dirinya diam dan nggak bisa berbuat
apa-apa.
“Nyesel!
Bener-bener nyesel gue percaya sama loe!”, Adit marah besar pada Disti.
Disti terus
mengucapkan kata-kata maaf tapi nggak Adit hiraukan. Olivia terlihat lemah dan
hampir pingsan karena menahan sakit, Adit langsung menolongnya. Disisi lain
Rama juga melihat itu semua, dia sangat khawatir dengan keadaan Olivia tapi dia
sedikit lega karena Adit sudah menolong Olivia dan tahu semuanya.
“Nggak apa-apa
kok Mah, Pah. Oliv baik-baik aja”, ucap Oliv.
Sekarang dia
ada di sebuah kamar rumah sakit. Adit membawa Oliv kerumah sakit karena takut
terjadi apa-apa sama Oliv. Sebuah tulang rusuk sebelah kanan di tubuh Oliv
mengalami keretakan walaupun nggak terlalu parah tapi dokter menyarankan agar
Oliv di rawat intensif dulu di rumah sakit.
“Sudah malem
Pah, Mah. Mendingan Papah sama Mamah pulang aja, biar Adit yang ngejagain Oliv
disini.”
“Ya sudah,
Papah sama Mamah pulang dulu. Jaga Oliv baik-baik ya”, pamit Papah.
Papah dan Mamah
pulang juga sekarang tinggal ada Oliv dan Adit di ruangan itu.
Oliv duduk di
atas ranjang dan berusaha mengambil tasnya yang ada kursi dekatnya, tapi
tangannya terlalu pendek untuk dapat menjangkau tasnya. Dengan cepat Adit
membantu Oliv mengambil tas. “Makasih”, ucap Oliv.
Dikeluarkannya
leptop dari dalam tasnya, juga beberapa buku dan juga buku yang dia pinjam dari
perpustakaan tadi. Tapi Adit langsung merebut laptop itu dan mengambil juga
beberapa buku-buku, “Kamu harus istirahat. Maksud gue, loe kan lagi sakit jadi
mendingan istirahat aja”, Adit meralat perkataannya.
“Tapi gue ada
tugas yang harus selesai malam ini, besok harus di serahin ke dosen. Please,
balikin laptop sama buku gue”, rengek Oliv memelas. “Please”.
Adit nggak bisa
melihat Oliv yang memelas seperti itu, akhirnya dia menyerahkan kembali
semuanya. Oliv terlihat senang lalu dia membuka latopnya kembali tapi terdengar
suara berisik pintu yang terbuka, pandangan keduanya mengarah ke pintu. Ternyata
yang datang itu Rama.
Dia masuk dan
langsung menghampiri Oliv, sekarang Rama yang merebut laptop itu, “Jangan
ngerjain proyek ini dulu”, ucapnya sambil meletakkan laptop dan buku-buku
dimeja. Lalu dia mengambil sebuah bungkusan, “Mendingan nikmatin yang ini
dulu”.
Dua cup
Americano ukuran reguler untuknya dan Oliv serta satu kotak cireng bandung,
keduanya adalah faforit Olivia. Rama tahu itu semua tapi Adit nggak. Olivia
terlihat sangat senang sekali, dimakannya cepat-cepat makanan, lalu menikmati
Americano yang masih panas. Tapi karena kebanyakan bergerak dia merasakan sakit
lagi di perut sebelah kanannya.
Adit nggak
nyaman ada di posisi itu, dia beranjak pergi. Dia sudah menggenggam gagang
pintu tapi langsung dihalangi oleh Oliv, “Mau kemana? Sini gabung sama kita”,
ajak Oliv.
Walau ragu
akhirnya Adit ikut bergabung. Karena nggak ada kursi lagi dia duduk di sebelah
kiri ranjang Oliv dan Rama duduk di kursi yang ada di sebelah kanan Oliv. Oliv
memberikan kopinya pada Adit, “Cobain nih, lebih enak dari cappuccino”.
Lagi-lagi Adit
merasa ragu tapi Oliv memaksanya, Aditpun menikmati Americano milik Oliv. Tanpa
berkomentar apa-apa Adit meletakkan cup kopi itu ketempatnya lagi. “Gimana?
Enakkan?”, tanya Oliv lagi.
Adit hanya
mengangguk.
Cukup lama Rama
ada disitu, setelah apa yang dia bawa habis dinikmati oleh Oliv lalu dia pamit
pulang karena memang sudah malam.
Adit merapikan
semuanya dan pergi keluar untuk membuang sampah. Oliv kembali membuka laptopnya
untuk menyelesaikan proyek yang dosennya percayakan pada dirinya itu. Karena
pengaruh americano tadi Olivia jadi nggak merasakan kantuk dan dengan cepat
menyelesaikan proyeknya itu. Adit kembali kekamar dan duduk di sofa tanpa
mengganggu Oliv yang sedang serius.
Jam menunjukkan
pukul 2 dini hari, Adit tertidur di sofa, Oliv masih menyelesaikan tugasnya.
Nggak lama kemudian akhirnya selesai juga apa yang dia kerjakan, nggak lupa
file-filenya langsung disimpan. Adit terbangun karena Oliv berisik menjangkau
sesuatu, Adit mendekat dan membantunya mengambilkan flash disk yang ada di tas,
“Butuh ini?”.
Olivia
mengangguk seketika.
“Tinggal di
save ke flash disk ini kan? Biar aku aja, maksud gue biar gue aja yang
ngerjain. Kamu..”, Adit geram karena kata-katanya selalu salah, “Terserahlah
mau aku kamu atau loe gue, mendingan kamu istirahat aja”. Adit merapikan
buku-buku dan memasukkannya dalam tas Oliv, dia juga mengambil latop itu dan
meletakkannya di meja dekat sofa.
Olivia rebahan
lagi sambil menahan sakit, Adit menaikkan selimutnya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar