Olivia
terbangun, lalu mengambil air wudhu dan menunaikan sholat sunnah tahajud.
Disisi lain Adit kembali memperhatikannya. Memperhatikan sosok Oliv yang sangat
berbeda dengan apa yang dia kenal selama ini. Dia benar-benar dibuat keheranan,
diluar sana dia mengenal sosok Olivia yang pendiam, penyendiri, dan nggak suka
bergaul dengan teman-teman sekelasnya.
Kembali dibuka
laptopnya, kali ini Olivia bukan belajar tapi video chat-an sama Oxel dan juga
Ayahnya. Sudah beberapa hari ini mereka nggak menjalin komunikasi. Sangkin
kangennya Olivia nggak bisa membendung air mata kerinduannya pada orang-orang
yang sangat ia cintai itu. Di waktu yang sama Adit terbangun dari tidurnya dan
melihat kearah Olivia yang sedang menangis sambil terus memandangi laptop.
Terdengar suara
Ayah sedikit samar, “Mana Adit? Gimana kabar dia?”, tanya Ayah bersemangat.
Oliv menyeka
air matanya lalu mengalihkan pandangan ke tempat tidur, terlihat Adit yang
masih tertidur tapi aslinya sih pura-pura tidur. Kembali dipandanginya laptop,
“Masih tidur, pasti kecapekan jadi tidurnya pules”.
Mendengar
kalimat tersebut Adit kembali dibuat keheranan, kenapa Olivia begitu.
Keduanya ada
kuliah pagi, jadi keduanya berangkat bersama-sama kekampus. Keadaan di mobil
itu sangat sunyi, nggak ada percakapan sama sekali. Sampai akhirnya Adit menepi
tepat disamping Disti yang terlihat menunggu kedatangan seseorang.
“Loe turun
sekarang! Cepet!”, perintah Adit pada Olivia.
Senyuman sinis
dari bibir Oliv mengembang, dia keluar dari mobil dan membiarkan Disti masuk
kedalamnya. Sedetik kemudian keduanya pergi meninggalkan Olivia sendirian,
untungnya matahari belum begitu terik tapi masalahnya langit sekarang mendung,
lebih parah kalau turun hujan.
Ada beberapa
angkot yang lewat dan menawarkan jasa tapi Oliv selalu menolak, dia memang
nggak ngerti masalah angkot, dia nggak ngerti harus naik angkot yang kayak apa.
Lagi pula dia lebih suka naik taksi, tapi masalahnya belum ada taksi yang lewat
dari tadi.
Akhirnya yang
jadi masalah dari tadi ketemu jawabannya, hujan. Olivia berusaha menepi di
sebuah bangunan dipinggir jalan untuk melindungi tubuhnya dari guyuran hujan.
Lima menit menunggu, taksi tak kunjung datang, hujan makin deras, tubuhnya
mulai kebasahan. Tiba-tiba ada sebuah mobil Range Rover Sport warna hitam legam
menepi disisi Olivia seperti yang tadi Adit lakukan. Olivia sedikit terkejut
melihat mobil ini dan tentu saja lebih dikejutkan lagi oleh sosok cowok yang
keluar sambil membawakan payung.
“Ngapain kamu
disini? Ayo masuk”, ajak cowok itu sambil memayungi Oliv dan membiarkan
tubuhnya sedikit kehujanan.
Diam seribu
bahasa, Olivia nyaris bisu, dia tidak bisa berucap apa-apa dan dia juga nggak
bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali karena terkejut atas kedatangan cowok
itu. Karena melihat Olivia yang terkejut, cowok itu menarik tangan kanan Olivia
dan menyuruhnya masuk kedalam mobil.
Sekarang
keduanya berada di mobil dengan masih berada ditepi jalan. Cowok itu langsung
memberikan tissue pada Oliv agar dapat mengeringkan tubuh. “Kamu pasti
kedinginan”, dia melepas jaketnya dan memberikannya pada Olivia, “Pakai
jaketnya biar badan kamu hangat, hujan pagi-pagi gini emang menyiksa”, ucap
cowok itu sambil mengeringkan sebagian pundaknya yang basah.
Olivia memakai
jaket itu karena memang dia merasakan kedinginan, “Makasih”. Ucapnya singkat.
Senyum manis
menukik dari bibir cowok itu, “Sekarang aku anterin kamu pulang ya? Rumah kamu
masih sama kayak yang dulu kan?”, sambil menstarter mobil dengan masih
memandang kearah Olivia.
Sekarang Olivia
mulai membuka bibirnya, “Aku ada kuliah, anterin aku kekampus”.
Tanpa berkata
apa-apa lagi cowok itu membalas dengan senyuman dan mulai melajukan mobilnya
lagi menuju kampusnya Olivia.
Tentu saja Oliv
kenal dengan cowok ini, cowok ini merupakan cinta pertamanya dan cowok itu juga
merasakan hal yang sama. Keduanya tumbuh bersama dan keduanya sangat akrab,
cowok itu tahu semua tentang Oliv dan tentu Oliv tahu semua tentang cowok itu.
Sampai akhirnya mereka terpisah karena Rama harus pindah ke Australia setelah
kedua orang tuanya bercerai.
Mobil sudah
terparkir, Rama keluar dari mobil dengan berpayung lalu membukakan pintu untuk
Olivia. Keduanya berjalan beriringan menuju bangunan kampus, disisi lain Adit
dan beberapa temannya melihat peristiwa itu.
Olivia hendak
melepaskan jaket kepunyaan Rama tapi langsung terhenti karena Rama meletakkan
kedua tangannya di kedua pundak Oliv, “Pakai aja, aku nggak mau kamu
kedinginan”, nggak lupadengan senyuman yang menawan Rama melepaskan Olivia dan
melihat Olivia pergi dari hadapannya.
“Wah wah wah!
Siapa itu Dit?”, tanya Hengki pada Adit yang masih melihat kearah Rama.
Mendengar
perkataan Hengki itu Adit langsung berhenti memandangi Rama dan langsung
berjalan pergi, “Mana gue tahu!”.
Rama nggak gitu
aja pergi, dia malah asyik jalan-jalan di kampus. Beberapa cewek yang
berpapasan dengannya terlihat tertarik tapi perlu diingat, di hati Rama cuman
ada Olivia seorang.
Selesai kuliah.
Kelas sudah sepi tinggal ada Disti, Shelly, dan Oliv yang sedang merapikan
buku-bukunya dan beranjak pergi, tapi dengan sekejap pintu sudah tertutup oleh
Shelly. Disti melancarkan aksinya, dia mendorong tubuh Olivia hingga terjatuh
kelantai. Belum sempat Oliv bangun, Disti kembali mendorong tubuh Oliv hingga
tersungkur untuk yang kedua kalinya.
“Gue lagi nggak
mau cari masalah sama loe!”, ucap tegas Olivia sambil merapikan bukunya yang
berserakan.
Disti menjambak
rambut Oliv, “Tapi gue lagi pengin cari masalah sama loe”, Disti menyiram
kepala Olivia dengan sebotol air mineral.
Shelly bertugas
untuk mengawasi takutnya ada orang yang datang tapi dia sekarang malah asyik
menonton. Sekarang Olivia bener-bener marah, dia marah dengan bully yang terus
Disti lakukan padanya. Dia berusaha melepaskan tangan Disti yang dari tadi
menjambak rambut Oliv dan berhasil, Oliv berhasil bangkit dan memojokkan tubuh
Disti hingga nggak bisa mundur lagi karena terhalang meja.
Rama masih
asyik jalan-jalan. Shelly yang tadi menjaga pintu sekarang ikut membantu Disti,
dia berdiri disamping Disti lalu mendorong tubuh Olivia agar mundur. Setelah
mendapatkan cukup ruang Disti kembali mendorong Olivia hingga terpojok ke
tembok, sampai-sampai Oliv merasakan sakit dipunggungnya. Dari luar jendela
Rama melihat itu semua lalu bergegas masuk ruangan itu dan mencengkram erat
tangan kanan Disti yang hendak menampar pipi kanan Olivia.
Dengan masih
mencengkram tangan Disti, “Loe gila!”. Terdengar suara Rama yang marah.
Tiba-tiba Adit
datang, membuat Disti kembali berakting sebagai korban. “Lepasin tangan cewek
gue!”, Adit menepis tangan Rama.
Rama
terseringai, “Loe lebih mentingin cewek loe yang gila ini, daripada Oliv yang
sekarang ini udah jadi istri loe? Loe sama aja gilanya!”.
Olivia
terkejut, dari mana Rama tahu tentang itu semua dia memandangi Rama
lekat-lekat.
Disti merasakan
sedikit sakit di pergelangan tangan kanannya itu.
Adit meraih
tangan kanan Disti dan menggenggamnya erat, “Asal loe tahu, gue cuma cinta sama
Disti. Dan buat gue Olivia itu nggak ada!”
Senyuman sinis
dari bibir Rama kembali mengembang, dia merangkul tubuh Olivia yang gemetaran,
“Asal loe tahu juga, cuman Oliv yang gue cintai dan gue nggak akan biarin
seorangpun nyakitik dia!”, perkataan Rama lebih meyakinkan.
Masih merangkul
Olivia, keduanya pergi meninggalkan Shelly, Disti, dan Adit.
Keduanya masuk
kedalam mobil, sekarang sudah nggak hujan lagi, Rama mencari handuk dari dalam
tasnya dan memberikan handuknya itu pada Olivia. Olivia masih sibuk
mengeringkan sebagian tubuhnya.
“Sekarang aku
anterin kamu pulang ya? Atau kita makan dulu, dari tadi siang kan kamu belum
makan”, ajak Rama lagi.
Olivia
menggelengkan kepalanya, “Aku sudah nggak tinggal dirumahku yang dulu, aku
sekarang tinggal sama Adit dirumah keluarganya, aku nggak mungkin pulang bareng
sama kamu”.
Rama memahami
posisi Olivia sekarang, “Ok aku ngerti itu, kamu tunggu disini sebentar aku mau
beli kopi dulu buat kamu”.
Olivia
mengangguk, dia memang butuh sesuatu yang bisa menghangatkan tubuhnya yang
sedari tadi pagi kedinginan di tambah guyuran dari Disti tadi. Dari dalam mobil
Olivia melihat Adit yang menggandeng mesra Disti memasuki mobil dan keduany
pergi entah kemana. Terdengar berisik pintu mobil dibuka, ternyata Rama sudah
datang dengan membawa 2 cup regular kopi faforit mereka. Rama memberikan salah
satunya pada Olivia.
Dibukanya tutup
cup itu, “Waw, Americano. Masih inget aja”, ucap Olivia senang lalu menikmati
kopi itu.
Rama juga
terlihat senang melihat Olivia tersenyum begitu ceria, “Tadi aku udah telfon
taksi. Mungkin sebentar lagi taksinya dateng.”
Dan benar kata
Rama, nggak sampai lima menit taksi yang ditelfonnya itu datang dan menuju ke
tempat parkir. Rama mengantar Olivia mendekat ke taksi, “Hati-hati ya”, ucap
Rama sambil mengelus kepala Oliv.
Olivia masuk
dalam taksi, Rama menutupkan pintunya. Sebelum pergi Olivia membuka kaca,
“Makasih atas hari ini”, ucapnya sambil tersenyum.
Rama juga
tersenyum dan Olivia pergi dari hadapannya.
Dirumah Adit
lagi dimarahi oleh Mamahnya karena nggak pulang bareng Olivia, ngertinya Adit
itu Olivia sudah pulang duluan sama cowok yang tadi bersamanya tapi ternyata
Olivia belum pulang kerumah, “Tadi Olivia pulang bareng temennya, jadi Adit
nggak tahu apa-apa”, ucapnya membela diri.
Tapi kemarahan
Mamahnya itu nggak berlanjut setelah kedatangan Olivia, “Maaf Mah, Oliv
pulangnya telat”, ucap Oliv sedikit nggak bersemangat.
“Kenapa baru
sampai? Bukannya tadi loe sudah pulang duluan sama cowok itu?”, tanya Adit
dengan nada keras.
Mendengar
ucapan Adit itu Mamah langsung memukul lengan anaknya itu, “Nggak ada kata loe
gue disini!”
“Maaf Mah, tapi
Olivia capek banget, Olivia istirahat dulu ya mah”, ucapnya sambil meninggalkan
Adit dan Mamah.
Mamah kembali
memukul lengan anaknya itu, “Itu gara-gara kamu! Harusnya kamu selalu jagain
Oliv”.
Males mendengar
kalimat-kalimat Mamahnya, Adit ikut-ikutan masuk kamar. Dibukanya pintu kamar
dan menutupnya keras-keras, “Loe bener-bener bikin hancur hidup gue...”,
ucapnya keras tapi langsung lenyap seketika setelah melihat Olivia yang sedang
sholat maghrib.
Kemarahan Adit
sedikit mereda, dia masuk ke kamar mandi, dia mandi lagi untuk lebih meredakan
amarahnya. Selesai sholat, Oliv bener-bener ngerasa nggak enak badan jadi dia
langsung tidur setelah merapikan mukena dan sajadahnya. Dia masih tidur di
karpet karena Adit dan juga dirinya sendiri enggan untuk tidur di satu ranjang
yang sama. Olivia tidur tanpa selimut dia
hanya memakai setelah baju tidur panjang.
Adit sudah
selesai mandi, dia melihat Olivia yang sudah tertidur di lantai tanpa
berselimut. Tapi dia cuek aja, dia keluar menuju ruang makana.
“Oliv mana?”,
tanya Papah sesaat setelah Adit duduk.
“Lagi tidur pah”,
jawab Adit males.
Mamah mengambil
piring Oliv dan menaruh makanan diatasnya, “Pah, Mamah nganterin makanan ini
buat Oliv dulu ya”, pamit Mamah.
Adit yang lagi
asyik makan langsung melarang Mamahnya karena dia teringat kalau sekarang ini
Oliv lagi tidur tapi Oliv tidurnya itu bukan di ranjang, “Mah, tunggu Mah, biar
Adit aja nanti yang nganterin.”
Tapi Mamah
menolak, “Dia harus makan sekarang”.
Adit meraih
nampan yang Mamahnya itu bawa, “Biar Adit aja nanti yang nganterin mah”, bujuk
Adit lagi.
“Biarin aja
Mah, dia kan suaminya jadi serahin aja sama dia”, ucap Papah.
Akhirnya mereka
bertiga melanjutkan makan malam mereka.
Di kamar tubuh
Oliv menggigil kedinginan, “Bunda, dingin, dingin”, ucap Olivia dalam tidurnya.
Setelah makan
Adit langsung kekamarnya dengan membawa nampan yang berisi makanan dan minuman
untuk Oliv, dia membuka pintu pelan-pelan dan langsung meletakkan nampan yang
dibawanya itu di meja.
“Dingin. Bunda,
disini dingin”, rintih Oliv dalam tidurnya(lagi).
Adit mendengar
suara Oliv tersebut, lalu dia mendekati tubuh Oliv yang sedikit gemetaran.
Dengan ragu-ragu, perlahan Adit meletakkan tangan kanannya ke dahi Olivia,
“Astagfirulloh”, ucapnya terkejut karena mendapati panas tubuh Oliv yang begitu
tinggi. “Gimana ini? Gue harus gimana? Apa gue bilang aja ya sama Mamah?”, Adit
bertanya pada dirinya sendiri sambil berjalan bolak balik karena kebingungan.
“Jangan! Kalau
gue ngadu sama Mamah pasti Mamah bakalan marahin gue karena nggak bisa
ngejagain dia. Gue harus ngurus ini semua sendiri”, Adit melanjutkan
kalimatnya.
Dia mencoba
menggendong tubuh Olivia naik ke ranjang, tapi tubuh Olivia menolak mungkin
Oliv masih sedikit tersadar. Adit menunggu beberapa saat lalu mencoba lagi dan
berhasil, Olivia tidur diranjang. Tubuhnya yang dingin langsung diselimuti
dengan selimut oleh Adit, sekarang tinggal mengompres agar panas tubuh bagian
atas Oliv cepat turun.
Adit keluar
dari kamarnya untuk mengambil baskom untuk tempat kompresan, dia turun
diam-diam agar tidak diketahui oleh orang rumah. Sekali lagi dia berhasil, dia
kembali lagi ke kamarnya dan langsung memberikan pertolongan pertama pada Oliv.
“Loe emang
bener-bener masalah buat gue!”, ucapnya sedikit geram.
Olivia yang
sebenarnya masih tersadar itu langsung menepis tangan Adit, “Gue nggak butuh
bantuan loe”, timpalnya dengan lemah.
Mendengar itu
semua Adit kesal dan nggak jadi mengompres, dia masuk kekamar mandi untuk cuci
muka. Sambil cuci tangan Adit berbicara dengan pantulan dirinya di cermin,
“Sudah mending gue mau nolong, coba kalau gue biarin aja loe di lantai, loe
bisa mati!”, ucapnya sambil menunjuk-nunjuk bayangannya sendiri.
Dia melanjutkan
cuci tangannya, “Mati?”, dia mengkhawatirkan Oliv lagi dan dia buru-buru keluar
dari kamar mandi.
Pelan-pelan dia
naik ke ranjang dan mulai mengompres, kali ini Oliv nggak bisa menolak karena
nggap punya tenaga. Dengan penuh hati-hati Adit merawat Oliv malam itu.
Berulang-ulang
kali Adit keluar masuk kamar mandi untuk mengganti air kompresan, di bolak
baliknya kain kompresan, di lapnya wajah dan leher Oliv agar suhu tubuhnya
segera menurun. Malam itu Adit benar-benar dibuat khawatir oleh keadaan Olivia.
Terus dan
terus-terusan Adit melakukan hal yang sama sampai akhirnya dia kelelahan dan
terkantuk di samping Oliv, tapi dia kembali tersadar dan mengecek suhu tubuh
Olivia lagi. “Alhamdulillah, sudah mendingan”, keadaan Olivia membaik.
Sekarang
giliran Adit bingung mau tidur dimana, penginnya sih tidur di ranjang tapi
ngerasa nggak nyaman karena ada Olivia disana. Akhirnya Adit memilih bertukar
posisi, sekarang dia mengambil bantal dan meletakkannya di karpet dimana Olivia
biasa tidur. Tapi nggak lama kemudian ada suara Olivia, dia mencoba bangkit,
“Loe disini aja, biar gue tidur disitu lagi”, ucap Olivia lirih.
Adit yang
mendengarnya langsung mendekat, “Nggak, malam ini loe tidur disitu. Biar gue
dibawah”, ucapnya seraya duduk disamping Oliv.
Oliv kembali
mencoba untuk bangun tapi tetap nggak bisa.
Adit kembali
mengulangi kata-katanya, “Malam ini loe tidur disini aja.”
“Kalau gitu,
loe juga harus tidur disini. Biar bantal guling ini yang jadi pembatasnya”,
ucap Oliv lirih sambil meraih guling yang ada disampingnya. “Tidur dibawah bisa
bikin punggung loe sakit”, lanjutnya.
Entah karena
takut punggungnya sakit atau nggak mau tidur dibawah, intinya Adit maunya memang
tidur di kasur yang empuk jadinya mengiyakan tawaran dari Olivia. Olivia sudah
tertidur pulas tapi nggak dengan Adit yang malah jadi nggak ngantuk, posisi
tidurnya terus berubah-ubah. Kadang menghadap ke Olivia, kadang membelakangi
Olivia, pokoknya Adit bisa dibilang salah tingkah. Kalau penyanyi pada demam
panggung, beda dengan Adit yang jadinya demam ranjang.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar