Seminggu berlalu, Feby mulai ragu dengan perkataan pak Wawan yang menyatakan dirinya itu tertarik dengan Geest, karena sampai saat ini dia nggak menghubunginya. Ingin rasanya dia menghubungi produser itu duluan tapi dia tahu pasti saat ini produser itu sibuk dengan pekerjaannya.
Hari ini waktunya ngumpul-ngumpul di rumah Edho, semua personil Geest ada disana, Karina, dan kedua orang tua Edho juga ada dirumah. Masuk kedalam rumah Feby bertemu dengan Bapak dan Ibu dari Edho dan Karina. Dia mengucapkan salam dan bersalaman dengan orang tua pacarnya itu.
“Sudah lama nggak ketemu, Feby makin cantik aja”, puji ibunya Edho.
Feby hanya bisa tersenyum, dia bingung harus berkata apa, “Bapak sama Ibu pulang kapan? Kok Feby baru lihat ya?”.
Setelah sedikit mengobrol Feby pamit menuju studio, Feby ikut bergabung dengan Geest dan Karina yang sedang latihan di studio.
Dia langsung masuk ke studio dan ternyata Geest nggak lagi main musik tapi lagi pada ngobrol-ngobrol santai, Edho menarik tangan Feby yang kemudian langsung duduk di sisi Edho. Baru sebentar duduk hp Feby berbunyi lalu dia melihat siapa yang menelfonnya. Seketika itu juga dia terkejut melihat nama si penelfon yaitu Wawan Handoyo, bergegas dia bangkit dan keluar dari studio itu.
“Dapet telfon dari siapa tuh cewek kamu, sampai girang banget gitu!”, ledek Mario pada Edho.
Bian juga ikut-ikutan meledek Edho, “Lebih girang daripada mengangkat telfon dari kamu!”.
Diluar studio dengan senang Feby menerima telfon dari produser rekaman itu, kemudian dia sangat terkejut saat pak Wawan Handoyo sangat ingin menjalin kerjasama dengan Geest Band. Feby melonjak kegirangan, benar-benar sangat amat sungguh senang sekali, tapi Feby nggak mau dia yang mengabarkan kabar bahagia itu pada Geest, dia ingin pak Wawan sendiri yang berbicara pada Geest kalau pak Wawan ingin mengajak mereka bekerja sama.
Pak Wawan menyetujuinya dan setelah selesai dengan telfonnya Feby masuk lagi ke studio dengan wajah yang sangat sumringah membuat semua yang ada disitu bertanya-tanya.
“Kak Feby kenapa? Kok kayaknya seneng banget gitu?”, tanya Karina.
Feby hanya senyum-senyum tanpa menjawab, Edho malah mengacak-acak rambut Feby, nggak lama kemudian hp Edho berdering, terlihat di layar hp kalau nomer yang menelfonnya ini baru masuk di hp-nya. Edho bergegas mengangkatnya dan Feby terlihat senang sekali dan sedikit menahan tawa.
Pak wawan memperkenalkan diri dan langsung berbicara ke intinya saja, sebelumnya dia bertanya Edho sekarang bersama dengan semua anggota Geest atau nggak, dan tentu saja Edho menjawab iya, pak Wawan menyuruh Edho me-loadspeaker telfonnya itu.
“Saya Wawan Handoyo, produser rekaman dari lebel Suara Emas Record” pak Wawan berhenti sejenak membuat semua orang yang ada disitu sedikit tegang.
Roby berbisik pada Bian, “Lebel itu kan lebel yang besar di Jakarta!”, ucapnya lirih tapi bersemangat.
Pak Wawan kembali melanjutkan kalimatnya, “Setelah saya melihat performs kalian saat dipanggung dan setelah saya melihat demo CD rekaman kalian, saya tertarik dengan Geest Band. Dan saya ingin menjalin kerja sama dengan Geest Band.”
Semuanya terkejut kecuali Feby yang memang sudah tahu tentang hal itu.
Semuanya terdiam karena masih nggak menyangka ada produser hebat yang mengajak mereka untuk bekerja sama.
“Bagaimana?”, tanya Pak Wawan dari seberang sana.
Semuanya buru-buru menjawab hingga hanya suara bising yang terdengar, mereka semua menjawab iya tapi karena semuanya ikut bicara jadi perkataan mereka nggak jelas, Edho menghentikan hal itu dan mewakili Geest menjawab ajakan itu.
“Kami juga sangat ingin bekerja sama dengan anda”, ucap Edho pasti.
Pak Wawan senang dia akan mengirimkan kontrak untuk mereka pelajari terlebih dahulu sebelum ditanda tangani. Setelah mereka setuju dengan semua isi kontrak, mereka disuruh langsung terbang ke Jakarta untuk menyerahkan kontrak itu langsung oleh mereka, karena memang kontrak itu nantinya akan ditanda tangani oleh kedua pihak. Masalah tempat tinggal akan disediakan oleh perusahaan rekaman itu.
Setelah sambungan telfonnya terputus, semuanya langsung bersyukur atas karunia ini. Semuanya merasakan kegembiraan yang amat sangat, akhirnya mimpi mereka selama ini akan segera terwujud.
Tiba-tiba Mario melontarkan kalimat kebingungannya, “Tapi dari mana produser itu mendapat cd demo kita?”.
Seketika itu juga mereka mulai berpikir dan mengarahkan pandangan mereka pada Feby yang tersenyum senang, “Weitz, kok malah jadi pada ngelihatin aku? Ada apa ini?”, tanya Feby pura-pura nggak denger perkataan Mario.
“Pasti kamu yang ngasih cd demo kita ke orang itu?”, tanya Edho sambil menatap tajam kearah Feby.
Feby menggelengkan kepalany, “Kali aja dia dapet dari produser-produser kacangan yang ada di Semarang ini yang nggak mau terima cd demo Geest, bisa aja kan?”, Feby mencoba berbohong.
Sepertinya Edho nggak percaya tapi keburu yang lain percaya-percaya aja jadi dia ikut-ikutan percaya saja. Semuanya sangat senang, Edho merangkul pacarnya itu kemudian mengecup keningnya dengan penuh rasa bahagia.
Hari bahagia itu berlalu berganti hari secerah hari ini. Terdengar ada orang yang datang kerumah Edho, pembantunya membukakan pintu dan ternyata ada kurir dari kantor Pos yang datang, kurir itu memberikan sebuah paket dokumen dan menyuruh pembantu itu menanda tangani bukti pengirimannya setelah itu kurir itu langsung pergi dari tempat itu.
Terlihat Edho yang masih mengucek matanya sedang menuruni tangga, mbok Sumi langsung menghampirinya dan memberikan paket itu. “Makasih mbok”, ucapnya singkat sambil melihat siapa orang yang mengirim paket untuknya.
“Wawan Handoyo, Suara Emas Record”, Edho sedikit merasa nggak percaya tapi itu memang dokumen kiriman dari produser itu yang sudah dia janjikan tempo hari.
Edho berlari kekamarnya dan langsung mengirim SMS pada Mario, Bian, Roby, Feby, dan dia juga mengirimkan SMS pada Karina, isi pesan singkat itu yaitu menyuruh mereka semua kumpul di studio jam 1 siang ini. Lalu Edho bergegas untuk mandi.
Karina yang baru pulang dari kampus langsung membaca SMS itu, “Kumpul dirumah sendiri pake acara di SMSin segala! Ada apa sih?”, tanya Karina sambil memasuki rumahnya.
Feby yang lagi ada dikelas membaca SMS itu dan langsung membalas pesan singkat dari pacarnya itu, “Siiip bos!”, itu yang dia tulis.
Roby, Mario, dan Bian sama-sama baru bangun dari tidur mereka, dan mereka bangun gara-gara hal yang sama yaitu terbangun karena ada SMS dari Edho. Setelah membaca SMS itu, ketiganya langsung tidur lagi bukannya bergegas untuk mandi.
Edho sudah selesai mandi, dia sudah memakai body spray jadi dia sudah wangi, dia turun ke ruang makan untuk sarapan dulu, padahal sih sudah bukan sarapan lagi namanya karena jam 11 siang Edho baru sarapan. Bangun tidur baru tadi, ya jadi makan disiang hari gitu tetep bisa dibilang sarapan.
Setelah selesai dengan apa yang dia lakukan dikamarnya, Karina keluar menuju ruang makan untuk menghampiri kakaknya yang lagi asyik sarapan sendirian.
Karina mengambil roti yang sudah selesai diolesi selai coklat oleh Edho dan langsung memakannya, “Enak kak!”
Edho nggak berkomentar apa-apa karena pagi ini dia sudah merasakan senag sekali, dia merelakan rotinya di makan oleh Karina, adiknya itu sedikit bingung karena nggak biasanya kakaknya ini merelakan apa yang dia punya direbut paksa orang lain, tapi Karina juga berpikir mungkin sekarang ini Edho lagi merasa bahagia.
“Emangnya ada apa kak, pake SMS aku segala suruh-suruh ikutan kumpul?”, tanya Karina dengan mulut yang belum selesai mengunyah rotinya.
Lagi-lagi Edho nggak ngomong apa-apa, dia cuman tersenyum lebar lalu memakan roti yang ada ditangannya, mereka berdua makan bersama.
“Oh ya, lihat Feby nggak dikampus?”, tanya Edho.
Karina mencoba menelan makanannya dan mulai menjawab dengan berbohong, “Hmm, tadi aku lihat sih tapi sepintas waktu di parkiran. Kak Feby sama cowok terus jalan berdua entah kemana. Gitu!”, ucap Karina berbohong.
Tapi Edho kali ini nggak bisa dibohongin sama Karina lagi, “Oh gitu ya?”, Edho mencoba memastikan.
Karina mengangguk pasti, tapi Edho malah mencubit kedua pipi adiknya itu, “Nggak mempan sayang!”, ucap Edho sambil terus mencubit pipi adiknya yang tersayang itu.
Adiknya sudah dari tadi minta ampun tapi Edho nggak mau melepaskannya. Tiba-tiba ada yang ngejewer telinga Edho, Edho melepaskan cubitannya pada Karina dan menoleh kearah orang yang menjewer telinganya yang ternyata adalah Ibunya. Edho hanya bisa meringis kesakitan sambil memohon Ibunya untuk melepaskan jewerannya.
Sudah jam 1 siang, semua personil Geest Band sudah berkumpul, begitu juga dengan Karina dan Feby yang juga selalu mendukung mereka. Saatnya untuk Edho menunjukkan apa yang dia dapat tadi pagi yaitu kiriman dari produser Wawan Handoyo.
“Taraaaaaaa”, ujar Edho sambil menunjukkan sebendel dokumen pada teman-temannya.
Ada yang langsung tahu itu apa, ada juga yang nebakny asal-asalan. Tapi Edho langsung menjelaskan siapa pengirim dokumen ini kemudian mereka membukanya bersama-sama, tertulis jelas itu kontrak kerja sama, tertulis didalamnya Geesta di kontrak secara eksklusif selama dua tahun untuk 2 album sekaligus. Mereka mulai membaca poin-poin penting dalam kontrak itu.
Padahal mereka agak sedikit bingung, mana poin yang benar-benar menguntungkan mereka dan mana saja poin dalam kontrak itu yang kurang menguntungkan mereka, jadi Edho menelfon pamannya yang berprofesi sebagai pengacara di Jakarta. Edho di suruh kirimin softcopy nya kontrak kerja tersebut dan pamannya itu akan membantunya.
Feby dan Edho sedang duduk berdua di tepi kolam renang rumah Feby. Feby merubah posisi duduknya menjadi bersandar di punggung Edho, beberapa saat kemudian Edho juga melakukan hal yang sama. Mereka saling membelakangi, Edho memetik gitarnya dan menyanyikan sebuah lagu yaitu I’m Yours – Jason Mraz.
Petikan gitarnya penuh dengan hasrat, Edho juga menyanyikannya dengan penuh penghayatan. Feby hanya terdiam dengan mata yang berkaca-kaca, dia menarik lalu memeluk kedua kakinya, dia menundukkan kepalanya sampai ke lutut kaki yang dipeluknya. Terlihat Feby menangis, disisi lain Edho belum selesai dengan lagu yang dia nyanyikan, dia menengok ke belakangnya melihat kearah Feby lalu dia menghentikan lagunya dan meletakkan gitarnya di lantai. Edho duduk disamping Feby yang masih menutup wajahnya, kemudian Edho mencoba mengangkat wajah Feby yang ternyata sedang menangis.
Edho menghapus air mata di pipi Feby, “Please, jangan nangis. Aku makin berat buat pergi, kalau kamu ngelarang aku mau tetap disini, sama kamu!”, ucap Edho serius sambil menghapus air mata yang masih menetes.
Feby memegang tangan Edho dan meyakinkan kalau dia baik-baik saja, “Pergi! Kamu harus pergi! Ini jalan kamu, dan pasti aku akan selalu mendukung setiap langkah kamu,” Feby mencoba meyakinkan Edho.
Kemudian keduanya berpelukan dengan hangat, besok pagi Edho, Mario, Bian, dan Roby akan terbang ke Jakarta untuk menandatangani kontrak dan harus mulai berkarir disana. walau sebenarnya berat untuk melepas Edho pergi, tapi Feby tahu kalau itu jalan untuk Geest menjadi band yang terkenal, dan Edho, Mario, Roby, dan Bian dapat mewujudkan mimpinya selama ini.
Setelah berpelukan, Edho mengambil lagi gitarnya dan memberikannya pada Feby untuk Feby simpan dan jaga sebagai pengganti dirinya disisi Feby untuk beberapa waktu. Feby sangat bahagia walaupun air matanya itu terus keluar, keduanya berpelukan kembali. Mereka berjanji akan saling pengertian, saling menghubungi, dan saling mengabari tentang semua hal karena sepertinya mereka tidak akan bertemu dalam waktu yang cukup lama.
Semuanya sudah siap di bandara, ada Edho, Mario, Bian, Roby, kedua orang tua Edho, Karina, Feby, beberapa teman-teman mereka, semuanya ingin mengantar kepergian Geest Band dalam rangka mewujudkan mimpi mereka di Jakarta. Peristiwa itu cukup mengharukan, walau Feby sedikit susah membiarkan Edho pergi tapi dia kembali meyakinkan dirinya kalau ini semua demi kebahagiaan semuanya terutama kebahagiaan Geest Band.
Geest Band mulai memasuki pintu keberangkatan dan sekarang mereka sudah tak terlihat lagi, kedua orang tua Edho dan Karina pulang duluan, teman-teman Geest juga sudah pada pulang, tinggal Feby yang disana yang ingin melihat Geest terbang. Dia sedih tapi dia juga merasakan bahagia yang amat sangat.
***4***
Bersambung ke Kalian Harus Tahu, Feby itu Pacarku! (Part 5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar