•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Senin, 17 Oktober 2011

Jo#10 - Liburan Gratis, Bareng Artis


Part10#Liburan Gratis, Bareng Artis#

Pagi ini Ferdinand, Neffira, Jo, Jovan, dan Desty akan liburan di puncak.
Ferdinand sudah siap dengan semua barang-barang bawaan yang akan dia bawa untuk berlibur, Neffira juga sudah siap juga didepan rumahnya menunggu jemputan dan Ferdinand. Jo masih di kamarnya dan Jovan sudah masuk ke dalam mobil, mereka berdua akan menjemput Desty. Lalu mereka semua akan berangkat bersama-sama ke puncak.
“Ah, minum obatnya kalau sudah sampai disana aja”, ucap enteng Jo sambil memasukkan obatnya dalam tas.
Lalu dia turun menghampiri Jovan dan mereka berangkat ke rumah Desty.
Setelah melalui perjalanan yang melelahkan, mereka berlima sampai di sebuah vila yang sudah Ferdinand sewa. Lantas mereka turun dan memasuki vila yang nyaman dan lumayan besar itu.

Ada tiga kamar disana tapi hanya dua kamar yang ditempati, kamar yang satu untuk Ferdinand dan Jovan, kamar yang kedua untuk Neffira, Jo, dan Desty. Tadinya Neffira menolak sekamar dengan mereka berdua tapi, dia lebih menolak lagi saat disuruh tidur sendiri dikamar yang satunya.
Diam-diam Jo pergi kedapur untuk meminum obatnya, tapi tiba-tiba saat akan meminum obat itu ada Ferdinand datang mengejutkannya. Langsung saja dia menyembunyikan obatnya tersebut.
“Ngapain disini? Semuanya lagi asyik diluar loe malah disini”, tukas Ferdinand.
Jo membalasnya dengan senyuman, “Gue cuman pengin minum”, ucapnya asal-asalan kemudian meneguk air putih yang tadi dituangkannya dalam gelas.
Jo selesai dengan minumannya, lantas Ferdinand menariknya untuk keluar,”Sudahkan minumnya? Ayo kita keluar lagi”, paksa Ferdinand.
Obatnya Jo tertinggal di meja dapur. Sesaat setelah Jo dan Ferdinand pergi, Neffira masuk kedapur dan langsung mengambil obatnya Jo.
“Sebenernya ini obat apa sih?”, ucapnya lirih.
Dari tadi Neffira memperhatikan Jo dan Ferdinand yang ada didapur, sekarang Neffira langsung membuang isi botol obat itu dalam tempat sampah beserta botol obatnya juga.
---
Ferdinand lagi mandi, Jovan lagi tiduran dikamar, Neffira lagi ngeteh di luar kamar, Desty lagi mandi, dan Jo lagi mencari-cari obatnya yang dia ingat betul ditaruh di dapur tadi. Dia terus mencari-cari tapi nggak ketemu.
Ditariknya nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan payah, “Tenang, jangan panik. Kalaupun emang nggak ada gue bisa bertahan kok kalau cuman beberapa haru doang nggak minum obat itu”, ucap Jo menenangkan dirinya.
---
Setelah makan malam mereka berlima berkumpul bersama dihalaman sambil membuat sebuah api unggun yang akan menghangatkan tubuh mereka, mereka bercengkramah dan nggak lupa Ferdinand menyanyikan beberapa lagu untuk mencairkan suasana.
Kali ini Jovan membiarkan Jo lebih dekat dengan Ferdinand, dan dia memilih duduk disamping Desty yang terlihat sedikit canggung duduk disamping Jovan. Udara yang dingin berubah hangat karena api unggun yang terus memberikan kehangatan. Semuanya berdendang seirama dengan gitar yang Ferdinand mainkan.
Neffira terus menempel pada Ferdinand, dia nggak membiarkan sedikitpun celah untuk Jo masuk diantara mereka berdua. Tapi Jo lebih asyik memandangi semua bintang yang tersenyum ramah kepadanya di malam yang cerah itu.
“Alhamdulillah, gue masih bisa merasakan hidup bahagia seperti ini. Semoga gue akan tetap bisa hidup sampai tua nanti”, doa Jo dalam hati masih dengan menatap langit.
“Senangnya”, ucap Jo sambil merebahkan tubuhnya di tikar agar lebih bisa menikmati langit.
Kemudian Ferdinand mengikuti Jo, Neffira juga ikut-ikutan, Jovan dan Desty juga melakukan hal yang sama. Mereka tersenyum senang.
“Desty. Kalau gue pergi kelangit sana, gue minta tolong ya jagain Jovan buat gue”, ucap manis Jo sambil menoleh kearah Desty.
Desty terdiam bingung mau ngomong apa untuk menanggapi kalimat dari Jo. Dia nggak bisa ngomong apa-apa, dia berubah sedih mendengar perkataan Jo itu dan nggak terasa air matanya menetes. Dia nggak mau Jo melihatnya menangis jadi dia menoleh kesisi yang lain dan terus mencoba menahan tangisnya.
Jovan yang ada di samping Desty melihat Desty yang menangis. Dengan lembut Jovan memeluk tubuh Desty yang mungil itu.
Keesokan paginya disaat Jovan, Desty, Ferdinand, dan Neffira masih tertidur, Jo sibuk mencari kembali obatnya yang hilang entah kemana. Tapi kemudian dia dikejutkan lagi dengan kedatangan Ferdinand yang baru bangun.
“Loe sudah bangun Jo?”, tanya Ferdinand masih mengucek matanya.
Jo yang panik buru-buru menjawab dengan anggukan kepala yang cepat, “Loe baru bangun?”, Jo balik tanya. “Loe kesini mau ambil minum?”, tanya Jo lagi.
Ferdinand mengangguk, dan Jo memberikan segelas air putih untuk Ferdinand.
“Yang lain belum bangun?”, tanya Ferdinand lagi.
Jo menggelengkan kepalanya.
“Jo. Mumpung mereka semua belum bangun, kita pergi jalan-jalan yuk. Kayaknya udara diluar seger banget”, lanjut Ferdinand.
Yang kemudian langsung disetujui oleh Jo.
Setelah keduanya selesai mandi, mereka keluar dari rumah untuk menikmati kopi hangan disebuah warung kecil disekitar vila. Mereka hanya berdua, menikmati indahnya pagi dan hangatnya mentari.
“Abis ini kita naik kuda ya”, ajak Ferdinand penuh semangat.
Tapi Jo malah menggelengkan kepalanya, “Takut”, ucapnya singkat.
“Tenang aja, ada gue yang akan jagain loe”, ucap Ferdinand penuh percaya diri yang tinggi.
Akhirnya mereka berdua naik kuda juga, karena Jo nggak mau sendirian akhirnya Ferdinand naik disatu kuda yang sama dengan Jo. So sweet. Hari ini benar-benar hari yang menyenangkan untuk mereka.
Selesai bermain kuda, mereka melanjutkan jalan-jalan ke kebuh teh. Seperti anak kecil mereka berdua bermain petak umpet dan mencari satu sama lain disemak-semak kebuh teh yang luas. Jo bisa sedikit melupakan apa yang dideritanya, dia tertawa lepas pagi itu.
“Yaa, kena deh!”, ucap Ferdinand yang menemukan Jo bersembunyi dibalik pohon teh.
Karena capek mereka berdua beristirahat sebentar di gubuk tempat para pemetik teh biasa istirahat. Menyenangkan tapi sungguh melelahkan.
Jo masih ngos-ngosan dan terus memegangi dadanya, dia tersenyum senanga, “Gue nggak pernah secapek ini, tapi ini bener-bener menyenangkan buat gue”, gumam Jo riang.
Tentu saja membuat Ferdinand tersenyum senang juga dan merangkul Jo dengan hangat, “Gue juga seneng bisa berduaan sama loe. Tapi gue masih inget betul lho, saat loe nolak gue”, ucap Ferdinand.
Lantas Jo memalingkan wajahnya melihat wajah Ferdinand, Ferdinand masih menatap pemandangan indah yang ada didepannya. Tiba-tiba Jo menghadiahkan Ferdinand sebuah kecupan masih dipipi kiri Ferdinand. membuat Ferdinand betul-betul terkejut tapi tentu saja dia senang, dia makin mempererat rangkulannya. Kemudian keduanya duduk bersama.
“Maafin gue Fer. Gue masih nggak bisa bilang semuanya sama loe”, batin Jo.
Ferdinand merangkul Jo lagi, “Tahu nggak Jo?”, ucap Ferdinand yang terus memandang kedepannya.
Jo malah asyik memandangi wajah tampan Ferdinand. “Enggak!”, celetuk Jo.
“Gue belum selesai ngomong”, ucap Ferdinand sedikit melihat kearah Jo.
Kemudian dia melanjutkan kalimatnya lagi, “Rasa ini nggak bisa berubah Jo, walau sekuat tenaga gue memaksanya. Gue tetep sayang sama loe, dan gue akan terus nunggu loe sampai loe mau terima rasa gue ini”, ucap Ferdinand serius.
Jo tersenyum senang tapi sedetik kemudian raut wajahnya berubah nggak senang, “Loe nggak boleh gitu! Masih banyak cewek lain yang lebih baik dan lebih mampu ada disamping loe dibanding gue. Loe harus bisa buang rasa itu karna gue nggak mungkin bisa membalasnya”, ucap Jo yang juga serius.
“Kenapa? Kenapa loe nggak bisa?”, ucap Ferdinand yang saat ini menatar letak-letak kedua mata Jo.
Jo mencoba memalingkan wajahnya tapi Ferdinand menghalanginya, “Gue nggak bisa. Gue nggak mampu. Gue nggak pantas buat loe”, lanjut Jo.
“Tapi kenapa? Gue tahu loe sayang sama gue, gue tahu loe juga punya rasa yang sama kayak apa yang gue rasain sama loe. Tapi kenapa loe nggak mau jujur? Kenapa loe nggak bisa terima gue?”, lanjut Ferdinand memonjokkan Jo.
Terdiam, Jo terdiam, dia nggak bisa ngomong apa-apa. Ferdinand memeluk erat tubuh Jo yang nggak disangka-sangka Jo memberikan pelukan juga.
“Gue sayang sama loe”, ucap Ferdinand manis yang kemudian mengecup kening Jo dan kembali memeluknya.
Di vila Jovan khawatir dengan Jo yang belum pulang juga. sampai-sampai dia nggak konsen waktu membuat kopi didapur, dia nggak sengaja menyenggol hp-nya yang diletakka dimeja dapur hingga jatuh ke tempat sampah.
Lalu dia membuka tutup tempat sampah itu dan menemukan sesuatu yang membuatnya begitu terkejut. Dia mengambil hp-nya dan sebuah botol obat yang sudah kosong, dan beberapa obat yang sudah hancur di tempat sampah itu juga.
“Ini kan warfarinnya Jo”, ucapnya sambil memperhatikan botol obat itu. “Ya. Ini milik Jo!”.
Dengan raut wajah marah Jovan keluar sambil membawa botol obat itu dan berteriak menanyakan siapa yang melakukan itu semua, siapa yang membuang obat Jo ketempat sampah.
Dia membentak Desty lati Desty benar-benar bukan pelakunya, tinggal Neffira yang ada disitu, dia bisa menjadi sasaran empuk untuk disalahkan. Jovan yang benar-benar marah meminta Neffira mengakui bahwa Neffira-lah yang membuang obat milik Jo ke tempat sampah.
“Ya! Gue yang ngelakuin itu semua, gue yang membuang obat itu ke tempat sampah. Itu gue, gue pelakunya!”, teriak marah Neffira yang terus dipojokkan.
Jovan benar-benar marah, dia mencoba menampar Neffira tapi langsung mengurungkan niatnya. Dia mengambil kunci mobil dikamarnya untuk mencari Jo dan Ferdinand.
“Loe mau kemana?”, tanya Desty.
Tapi Jovan nggak menjawabnya dan terus saja berlari keluar rumah.
“Gue ikut”, teriak Desty yang kemudian mengikuti Jovan keluar rumah.
Baru saja mereka akan menaiki mobil terlihat Jo dan Ferdinand datang, mereka terlihat senang dan saling bergandengan tangan dengan mesra. Dengan cepat Jovan turun dan menghampiri mereka berdua yang lagi kasmaran.
Jovan mencengkram pundak Jo dengan kuat tanpa mempedulikan Ferdinand, “Lo dari mana aja? Loe bikin gue khawatir”, teriak Jovan panik.
“Gue baik-baik aja bang”, ucap Jo diiringi sebuah senyuman.
“Gimana loe bisa baik? Dari kemarin loe belum minum obatkan? Ini gue nemuin botol ini sudah kosong”, Jovan memperlihatkan apa yang ditemukannya tadi.
Jo nggak bisa berkata apa-apa, dia terdiam nggak bisa mencari alasan. Jo mencoba melepaskan cengkraman Jovan dan bergegas masuk ke rumah tapi saat melewati Desty dia terhenti. Ada sesuatu yang keluar dari dalam hidungnya.
“Ya ampun, Jo”, teriak Desty khawatir dan langsung mendekati sahabatnya itu yang ternyata mimisan.
Karena khawatir Jovan bergegas melihat keadaan Jo, dia memencet hidung Jo agar pendarahan dihidungnya bisa cepat terhambat tapi Jo malah menepis tangan kakaknya itu dan buru-buru masuk kedalam rumah.
Tapi saat akan memasuki pintu dia berhenti lagi, dia memegangi dadanya yang begitu nyeri. Sakit sekali sampai-sampai dia nggak bisa menyembunyikan rasa sakit yang di deritanya dan kemudian ‘BRRRUUKK’, dia nggak sadarkan diri.
Dengan cepat Jovan mengangkat tubuh Jo dan membopongnya ke dalam mobil. Setelah itu Desty duduk didalam mobil menemani Jo, Jovan menyalakan mobilnya dan pergi dari tempat itu. Ferdinand yang syok juga langsung mengambil kunci mobilnya hendak menyusul Jovan, Jo, dan Desty. Buru-buru Neffira juga ikut dalam mobilnya Ferdinand.
Liburan yang menyenangkan berubah menjadi liburan yang menggemparkan.
Jovan membawa Jo kerumah sakit dimana Jo biasa dirawat, rumah sakit di Jakarta. Benar-benar kencang Jovan menjalankan mobil, dia mau Jo agar cepat sampai di rumah sakit dan mendapatkan perawatan. Desty yang memangku kepala Jo juga terus meneteskan air mata, dia belum siap ditinggal sahabatnya itu.
“Nggak usah nangis! Jo nggak pernah mau ada seseorang yang menangisi dia, cepet hapus air mata loe!”, ucap keras Jovan.
Tapi Desty yang begitu sedih gimanapun cara dia menghapus air matanya, air matanya kembali mengalir.
“Cepet hapus air mata loe!”, teriak Jovan.
Tapi Desty malah makin menangis, nggak disangka-sangka Jovan juga meneteskan air mata karena dia sudah nggak bisa menahannya terus-terusan.
***
to be continued...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...