Part10#Liburan
Gratis, Bareng Artis#
Pagi ini Ferdinand, Neffira, Jo,
Jovan, dan Desty akan liburan di puncak.
Ferdinand sudah siap dengan semua
barang-barang bawaan yang akan dia bawa untuk berlibur, Neffira juga sudah siap
juga didepan rumahnya menunggu jemputan dan Ferdinand. Jo masih di kamarnya dan
Jovan sudah masuk ke dalam mobil, mereka berdua akan menjemput Desty. Lalu
mereka semua akan berangkat bersama-sama ke puncak.
“Ah, minum obatnya kalau sudah
sampai disana aja”, ucap enteng Jo sambil memasukkan obatnya dalam tas.
Lalu dia turun menghampiri Jovan
dan mereka berangkat ke rumah Desty.
Setelah melalui perjalanan yang
melelahkan, mereka berlima sampai di sebuah vila yang sudah Ferdinand sewa. Lantas
mereka turun dan memasuki vila yang nyaman dan lumayan besar itu.
Ada tiga kamar disana tapi hanya
dua kamar yang ditempati, kamar yang satu untuk Ferdinand dan Jovan, kamar yang
kedua untuk Neffira, Jo, dan Desty. Tadinya Neffira menolak sekamar dengan
mereka berdua tapi, dia lebih menolak lagi saat disuruh tidur sendiri dikamar
yang satunya.
Diam-diam Jo pergi kedapur untuk
meminum obatnya, tapi tiba-tiba saat akan meminum obat itu ada Ferdinand datang
mengejutkannya. Langsung saja dia menyembunyikan obatnya tersebut.
“Ngapain disini? Semuanya lagi
asyik diluar loe malah disini”, tukas Ferdinand.
Jo membalasnya dengan senyuman, “Gue
cuman pengin minum”, ucapnya asal-asalan kemudian meneguk air putih yang tadi
dituangkannya dalam gelas.
Jo selesai dengan minumannya,
lantas Ferdinand menariknya untuk keluar,”Sudahkan minumnya? Ayo kita keluar
lagi”, paksa Ferdinand.
Obatnya Jo tertinggal di meja
dapur. Sesaat setelah Jo dan Ferdinand pergi, Neffira masuk kedapur dan
langsung mengambil obatnya Jo.
“Sebenernya ini obat apa sih?”,
ucapnya lirih.
Dari tadi Neffira memperhatikan
Jo dan Ferdinand yang ada didapur, sekarang Neffira langsung membuang isi botol
obat itu dalam tempat sampah beserta botol obatnya juga.
---
Ferdinand lagi mandi, Jovan lagi
tiduran dikamar, Neffira lagi ngeteh di luar kamar, Desty lagi mandi, dan Jo
lagi mencari-cari obatnya yang dia ingat betul ditaruh di dapur tadi. Dia terus
mencari-cari tapi nggak ketemu.
Ditariknya nafas dalam-dalam lalu
menghembuskannya dengan payah, “Tenang, jangan panik. Kalaupun emang nggak ada
gue bisa bertahan kok kalau cuman beberapa haru doang nggak minum obat itu”,
ucap Jo menenangkan dirinya.
---
Setelah makan malam mereka
berlima berkumpul bersama dihalaman sambil membuat sebuah api unggun yang akan
menghangatkan tubuh mereka, mereka bercengkramah dan nggak lupa Ferdinand
menyanyikan beberapa lagu untuk mencairkan suasana.
Kali ini Jovan membiarkan Jo
lebih dekat dengan Ferdinand, dan dia memilih duduk disamping Desty yang
terlihat sedikit canggung duduk disamping Jovan. Udara yang dingin berubah
hangat karena api unggun yang terus memberikan kehangatan. Semuanya berdendang
seirama dengan gitar yang Ferdinand mainkan.
Neffira terus menempel pada
Ferdinand, dia nggak membiarkan sedikitpun celah untuk Jo masuk diantara mereka
berdua. Tapi Jo lebih asyik memandangi semua bintang yang tersenyum ramah
kepadanya di malam yang cerah itu.
“Alhamdulillah, gue masih bisa
merasakan hidup bahagia seperti ini. Semoga gue akan tetap bisa hidup sampai
tua nanti”, doa Jo dalam hati masih dengan menatap langit.
“Senangnya”, ucap Jo sambil
merebahkan tubuhnya di tikar agar lebih bisa menikmati langit.
Kemudian Ferdinand mengikuti Jo,
Neffira juga ikut-ikutan, Jovan dan Desty juga melakukan hal yang sama. Mereka
tersenyum senang.
“Desty. Kalau gue pergi kelangit
sana, gue minta tolong ya jagain Jovan buat gue”, ucap manis Jo sambil menoleh
kearah Desty.
Desty terdiam bingung mau ngomong
apa untuk menanggapi kalimat dari Jo. Dia nggak bisa ngomong apa-apa, dia
berubah sedih mendengar perkataan Jo itu dan nggak terasa air matanya menetes. Dia
nggak mau Jo melihatnya menangis jadi dia menoleh kesisi yang lain dan terus
mencoba menahan tangisnya.
Jovan yang ada di samping Desty
melihat Desty yang menangis. Dengan lembut Jovan memeluk tubuh Desty yang
mungil itu.
Keesokan paginya disaat Jovan,
Desty, Ferdinand, dan Neffira masih tertidur, Jo sibuk mencari kembali obatnya
yang hilang entah kemana. Tapi kemudian dia dikejutkan lagi dengan kedatangan
Ferdinand yang baru bangun.
“Loe sudah bangun Jo?”, tanya
Ferdinand masih mengucek matanya.
Jo yang panik buru-buru menjawab
dengan anggukan kepala yang cepat, “Loe baru bangun?”, Jo balik tanya. “Loe
kesini mau ambil minum?”, tanya Jo lagi.
Ferdinand mengangguk, dan Jo
memberikan segelas air putih untuk Ferdinand.
“Yang lain belum bangun?”, tanya
Ferdinand lagi.
Jo menggelengkan kepalanya.
“Jo. Mumpung mereka semua belum
bangun, kita pergi jalan-jalan yuk. Kayaknya udara diluar seger banget”, lanjut
Ferdinand.
Yang kemudian langsung disetujui
oleh Jo.
Setelah keduanya selesai mandi,
mereka keluar dari rumah untuk menikmati kopi hangan disebuah warung kecil
disekitar vila. Mereka hanya berdua, menikmati indahnya pagi dan hangatnya
mentari.
“Abis ini kita naik kuda ya”,
ajak Ferdinand penuh semangat.
Tapi Jo malah menggelengkan
kepalanya, “Takut”, ucapnya singkat.
“Tenang aja, ada gue yang akan
jagain loe”, ucap Ferdinand penuh percaya diri yang tinggi.
Akhirnya mereka berdua naik kuda
juga, karena Jo nggak mau sendirian akhirnya Ferdinand naik disatu kuda yang
sama dengan Jo. So sweet. Hari ini benar-benar hari yang menyenangkan untuk
mereka.
Selesai bermain kuda, mereka
melanjutkan jalan-jalan ke kebuh teh. Seperti anak kecil mereka berdua bermain
petak umpet dan mencari satu sama lain disemak-semak kebuh teh yang luas. Jo
bisa sedikit melupakan apa yang dideritanya, dia tertawa lepas pagi itu.
“Yaa, kena deh!”, ucap Ferdinand
yang menemukan Jo bersembunyi dibalik pohon teh.
Karena capek mereka berdua
beristirahat sebentar di gubuk tempat para pemetik teh biasa istirahat. Menyenangkan
tapi sungguh melelahkan.
Jo masih ngos-ngosan dan terus
memegangi dadanya, dia tersenyum senanga, “Gue nggak pernah secapek ini, tapi
ini bener-bener menyenangkan buat gue”, gumam Jo riang.
Tentu saja membuat Ferdinand
tersenyum senang juga dan merangkul Jo dengan hangat, “Gue juga seneng bisa
berduaan sama loe. Tapi gue masih inget betul lho, saat loe nolak gue”, ucap
Ferdinand.
Lantas Jo memalingkan wajahnya
melihat wajah Ferdinand, Ferdinand masih menatap pemandangan indah yang ada
didepannya. Tiba-tiba Jo menghadiahkan Ferdinand sebuah kecupan masih dipipi
kiri Ferdinand. membuat Ferdinand betul-betul terkejut tapi tentu saja dia
senang, dia makin mempererat rangkulannya. Kemudian keduanya duduk bersama.
“Maafin gue Fer. Gue masih nggak
bisa bilang semuanya sama loe”, batin Jo.
Ferdinand merangkul Jo lagi, “Tahu
nggak Jo?”, ucap Ferdinand yang terus memandang kedepannya.
Jo malah asyik memandangi wajah
tampan Ferdinand. “Enggak!”, celetuk Jo.
“Gue belum selesai ngomong”, ucap
Ferdinand sedikit melihat kearah Jo.
Kemudian dia melanjutkan
kalimatnya lagi, “Rasa ini nggak bisa berubah Jo, walau sekuat tenaga gue
memaksanya. Gue tetep sayang sama loe, dan gue akan terus nunggu loe sampai loe
mau terima rasa gue ini”, ucap Ferdinand serius.
Jo tersenyum senang tapi sedetik
kemudian raut wajahnya berubah nggak senang, “Loe nggak boleh gitu! Masih
banyak cewek lain yang lebih baik dan lebih mampu ada disamping loe dibanding
gue. Loe harus bisa buang rasa itu karna gue nggak mungkin bisa membalasnya”,
ucap Jo yang juga serius.
“Kenapa? Kenapa loe nggak bisa?”,
ucap Ferdinand yang saat ini menatar letak-letak kedua mata Jo.
Jo mencoba memalingkan wajahnya
tapi Ferdinand menghalanginya, “Gue nggak bisa. Gue nggak mampu. Gue nggak
pantas buat loe”, lanjut Jo.
“Tapi kenapa? Gue tahu loe sayang
sama gue, gue tahu loe juga punya rasa yang sama kayak apa yang gue rasain sama
loe. Tapi kenapa loe nggak mau jujur? Kenapa loe nggak bisa terima gue?”,
lanjut Ferdinand memonjokkan Jo.
Terdiam, Jo terdiam, dia nggak
bisa ngomong apa-apa. Ferdinand memeluk erat tubuh Jo yang nggak
disangka-sangka Jo memberikan pelukan juga.
“Gue sayang sama loe”, ucap
Ferdinand manis yang kemudian mengecup kening Jo dan kembali memeluknya.
Di vila Jovan khawatir dengan Jo
yang belum pulang juga. sampai-sampai dia nggak konsen waktu membuat kopi
didapur, dia nggak sengaja menyenggol hp-nya yang diletakka dimeja dapur hingga
jatuh ke tempat sampah.
Lalu dia membuka tutup tempat
sampah itu dan menemukan sesuatu yang membuatnya begitu terkejut. Dia mengambil
hp-nya dan sebuah botol obat yang sudah kosong, dan beberapa obat yang sudah
hancur di tempat sampah itu juga.
“Ini kan warfarinnya Jo”, ucapnya
sambil memperhatikan botol obat itu. “Ya. Ini milik Jo!”.
Dengan raut wajah marah Jovan
keluar sambil membawa botol obat itu dan berteriak menanyakan siapa yang
melakukan itu semua, siapa yang membuang obat Jo ketempat sampah.
Dia membentak Desty lati Desty
benar-benar bukan pelakunya, tinggal Neffira yang ada disitu, dia bisa menjadi
sasaran empuk untuk disalahkan. Jovan yang benar-benar marah meminta Neffira
mengakui bahwa Neffira-lah yang membuang obat milik Jo ke tempat sampah.
“Ya! Gue yang ngelakuin itu
semua, gue yang membuang obat itu ke tempat sampah. Itu gue, gue pelakunya!”,
teriak marah Neffira yang terus dipojokkan.
Jovan benar-benar marah, dia
mencoba menampar Neffira tapi langsung mengurungkan niatnya. Dia mengambil
kunci mobil dikamarnya untuk mencari Jo dan Ferdinand.
“Loe mau kemana?”, tanya Desty.
Tapi Jovan nggak menjawabnya dan
terus saja berlari keluar rumah.
“Gue ikut”, teriak Desty yang
kemudian mengikuti Jovan keluar rumah.
Baru saja mereka akan menaiki
mobil terlihat Jo dan Ferdinand datang, mereka terlihat senang dan saling
bergandengan tangan dengan mesra. Dengan cepat Jovan turun dan menghampiri
mereka berdua yang lagi kasmaran.
Jovan mencengkram pundak Jo
dengan kuat tanpa mempedulikan Ferdinand, “Lo dari mana aja? Loe bikin gue
khawatir”, teriak Jovan panik.
“Gue baik-baik aja bang”, ucap Jo
diiringi sebuah senyuman.
“Gimana loe bisa baik? Dari
kemarin loe belum minum obatkan? Ini gue nemuin botol ini sudah kosong”, Jovan
memperlihatkan apa yang ditemukannya tadi.
Jo nggak bisa berkata apa-apa,
dia terdiam nggak bisa mencari alasan. Jo mencoba melepaskan cengkraman Jovan
dan bergegas masuk ke rumah tapi saat melewati Desty dia terhenti. Ada sesuatu
yang keluar dari dalam hidungnya.
“Ya ampun, Jo”, teriak Desty
khawatir dan langsung mendekati sahabatnya itu yang ternyata mimisan.
Karena khawatir Jovan bergegas
melihat keadaan Jo, dia memencet hidung Jo agar pendarahan dihidungnya bisa
cepat terhambat tapi Jo malah menepis tangan kakaknya itu dan buru-buru masuk
kedalam rumah.
Tapi saat akan memasuki pintu dia
berhenti lagi, dia memegangi dadanya yang begitu nyeri. Sakit sekali
sampai-sampai dia nggak bisa menyembunyikan rasa sakit yang di deritanya dan
kemudian ‘BRRRUUKK’, dia nggak sadarkan diri.
Dengan cepat Jovan mengangkat
tubuh Jo dan membopongnya ke dalam mobil. Setelah itu Desty duduk didalam mobil
menemani Jo, Jovan menyalakan mobilnya dan pergi dari tempat itu. Ferdinand
yang syok juga langsung mengambil kunci mobilnya hendak menyusul Jovan, Jo, dan
Desty. Buru-buru Neffira juga ikut dalam mobilnya Ferdinand.
Liburan yang menyenangkan berubah
menjadi liburan yang menggemparkan.
Jovan membawa Jo kerumah sakit
dimana Jo biasa dirawat, rumah sakit di Jakarta. Benar-benar kencang Jovan
menjalankan mobil, dia mau Jo agar cepat sampai di rumah sakit dan mendapatkan
perawatan. Desty yang memangku kepala Jo juga terus meneteskan air mata, dia
belum siap ditinggal sahabatnya itu.
“Nggak usah nangis! Jo nggak
pernah mau ada seseorang yang menangisi dia, cepet hapus air mata loe!”, ucap
keras Jovan.
Tapi Desty yang begitu sedih
gimanapun cara dia menghapus air matanya, air matanya kembali mengalir.
“Cepet hapus air mata loe!”,
teriak Jovan.
Tapi Desty malah makin menangis,
nggak disangka-sangka Jovan juga meneteskan air mata karena dia sudah nggak
bisa menahannya terus-terusan.
***
to be continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar