•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Kamis, 15 Desember 2011

Something Called Love - Part 15


Sometehing Called Love – Part 15
Bunda dan Pinkan lagi makan malam di sebuah food court, Ayah lagi ada kerjaan di luar kota jadi mereka berdua memutuskan untuk jalan-jalan ke mall untuk belanja. Mereka berdua sudah seperti anak dan orang tua yang menghabiskan waktu dan juga menghabiskan uang bersama. (Hehehe-red)
“Cobain ini deh”, Bunda menyuapkan makanannya pada Pinkan.
Tentu saja Pinkan menanggapinya menikmati makanan yang Bunda suapkan padanya, “Ehmm, enak”, ucap Pinkan senang.
Tiba-tiba hp milik Bunda berdering nyaring di suasana mall yang cukup ramai. Bunda mengambil hp yang ada didalam tas tangannya lalu melihat ke layar siapa yang menelfonnya, dan Bian lah yang menelfonnya.

“Hallo sayang... Kamu sudah sampai?.... Bunda lagi sama Pinkan, lagi makan di mall.... Ya sudah, tunggu sebentar ya. Bunda pulang sekarang”, ucap Bunda pada anaknya itu.
“Bian ya Bunda?”, tanya Pinkan sambil menikmati minumannya.
Bunda mengangguk, “Makannya sudahan yuk, kasihan Bian nungguin di rumah nggak ada makanan”. Ucap Bunda sambil merapikan barang-barang bawaannya setelah menyimpan hp-nya kembali ke dalam tas.
Pinkan mengangguk-anggukan kepala sambil menghabiskan minumannya. Setelah minumannya habis dia langsung mengangkat barang-barang belanjaannya sendiri lalu berjalan bersama Bunda keluar dari mall untuk pulang.
Kali ini Pinkan menyetir mobil sendiri tapi menggunakan mobilnya Bunda, soalnya dia belum punya mobil sendiri. Memang dirumahnya ada mobil Papah dan Mamahnya tapi Bunda yang menginginkan Pinkan untuk menyetir mobilnya saja untuk jalan-jalan mereka kali ini.
Sebelum pulang Bunda sudah membeli makanan untuk Bian, Bunda malas masak hari ini. Bian di rumah lagi menonton tivi menunggu Bunda-nya pulang, baru beberapa jam yang lalu dia sampai ke rumah setelah berlibur di Purwokerto bersama teman-teman saku kelasnya yang ternyata berakhir nggak baik.
“Ah Bunda! Lama banget”, gerutu Bian yang kemudian meletakkan remote dengan keras di sofa yang dia duduki.
Nggak tahunya setelah Bian ngedumel kayak gitu, terdengar deru mobil yang memasuki halaman. Bian beranjak dari tempat duduknya, berjalan menuju pintu depan untuk menyambut Bunda. Bian membuka pintu itu dengan cepat.
“Terima kasih Bunda, Pinkan pulang dulu ya”, pamit Pinkan setelah mencium pipi kanan dan kiri Bunda-nya itu.
Bunda mengangguk, “Tidur yang nyenyak ya”, ucap Bunda ringan mengiringi Pinkan pergi.
Pinkan mengangguk juga lalu berjalan pergi, tapi kedua matanya sempat bertemu pandang dengan Bian yang ada diambang pintu. Pinkan sama sekali nggak menghentikan langkahnya, dia tetap berjalan pergi setelah melihat Bian. Bunda keheranan melihat Bian dan Pinkan yang sepertinya sedang ada masalah. Nanti akan Bunda korek semuanya.
“Ayo masuk. Katanya tadi laper!”, tukas Bunda sambil mengarik anaknya itu masuk kedalam rumah.
Bian menutup pintu lalu berjalan dirangkulan Bundanya, dia terus memegangi perutnya, “Iya nih. Sudah kelaparan dari tadi”, ucap Bian manja.
Bunda sedikit menahan tawa, “Harusnya kamu yang bawa makanan oleh-oleh dari sana, eh malah minta dibeliin makanan sama Bunda”, timpal Bunda yang kemudian duduk di sofa yang ada didepan tv.
Bunda meletakkan semua barang-barang belanjaannya dilantai. Lalu membuka makanan yang dibelinya tadi, dengan cepat Bian langsung menikmatinya. Makanan cepat saji lauk ayam goreng yang sangat menggugah selera ini cepat-cepat Bian lahap tanpa mempedulikan Bunda yang ada disampingnya.
“Sebenarnya ada masalah apa diantara kalian berdua?”, tanya Bunda tajam.
Bian yang lagi asyik makan sedikit tersedak lalu meminum minuman yang ada dihadapannya, “Kalian berdua? Yang Bunda maksud siapa?”, timpal Bian sok polos.
Cepat-cepat Bunda mendorong pundak anaknya itu, “Nggak usah sok nggak tahu maksud Bunda! Baikan sana, kelamaan berantem itu nggak baik”, ucap Bunda tegas kemudian berlalu meninggalkan Bian yang kembali melanjutkan makan.
Lagi asyik-asyiknya makan terdengar ada suara bel memecah keheningan rumah Bian.
“Bian tolong bukain”, ucap Bunda dengan nada tinggi dari kamarnya.
Setelah mengelap sepantasnya Bian bergegas untuk membukakan pintu untuk tamu yang datang. Dan yang datang malam itu ternyata Pinkan, Pinkan agak malas tapi dia datang karena ada urusan dengan Bunda.
Sambil memperlihatkan tas kertas yang dia bawa, “Ini punya Bunda tapi kebawa sama gue. Tolong kasihin sama Bunda”, ucap Pinkan irit alias to the point.
Bian meraih tas kertas itu tapi juga memegang tangan kanan Pinkan yang masih memegang tas belanjaan Bunda itu, keduanya saling bertemu pandang, tapi sejurus kemudian Pinkan melepaskan tangannya karena nggak mau Bian merasakan gimana gemetarannya dia karena berhadapan dengan Bian, tanpa Pinkan sadari Bian juga mendapati hal yang sama jantungnya berdebar lebih cepat.
“Maaf”, ucap Bian tulus saat Pinkan hendak pergi.
Pinkan yang belum terlalu jauh berjalan akhirnya berhenti tapi tanpa berbalik badan, dia hanya sedikit melirik kearan Bian yang ada dibelakangnya, “Untuk apa?”, tanya Pinkan ringan.
“Untuk semua perkataan gue yang nggak berkenan di hati loe”, ucap Bian lagi.
Dari dalam rumah Bunda memperhatikan keduanya yang bertingkah seperti di drama yang Bunda tonton.
Pinkan menoleh lagi, “Tanpa lo minta maaf, gue sudah maafin lo”, ucap Pinkan tanpa basa-basi.
Lalu kembali berjalan kerumahnya, Pinkan tersenyum senang sambil memegangi dadanya yang berdegup kencang. Bian juga tersenyum senang mendengar apa yang Pinkan katakan tadi padanya, dia menutup pintu dengan riang  kemudian berbalik badan dengan semangat dan jreng, jreeng, jreeeeng Bunda ada dihadapnnya sekarang memberikan senyuman yang aneh entah apa maksudnya yang jelas langsung membuat Bian salah tingkah dan bersikap seperti biasa kembali.
“Bunda, ini tadi Pinkan yang ngasih, katanya kebawa sama dia”, ucap Bian sedikit tertunduk.
Setelah Bunda meraih apa yang dikasihnya tadi, dengan cepat Bian berlari menuju ruang tengan dengan bersemangat, malam ini dia senang karena Pinkan sudah memaafkannya. Walaupun senang sekali nggak lantas membuat Bian kenyang begitu saja, dia mulai melanjutkan makannya lagi yang belum habis.
“Besok ajak Pinkan main sana”, ucap Bunda sambil berlalu kekamarnya.
Bian tersenyum lebar dengan makanan yang memenuhi mulutnya, “Siap Bunda”, ucapnya sambil mengangkat ayam goreng yang sedang dia makan.
---
Pagi liburan yang cerah ini Bian sudah rapi dengan pakaiannya, sepertinya hari dia memiliki acara. Sedangkan dirumahnya Pinkan sedang sarapan dengan roti tawar yang diolesi selai strawberry. Tadi pagi Papah sama Mamahnya sudah berangkat ke kantor.
Tadi Papah sama Mamah menawarkan Pinkan untuk liburan kemanapun terserah Pinkan, tapi Pinkan malah menolaknya. Dia menikmati hari-harinya yang biasa seperti kemarin dan hari ini. Pinkan maunya kalau liburannya itu bareng Papah dan Mamahnya, tapi kedua orang tuanya itu nggak mengamini ide Pinkan itu.
Lamunan Pinkan buyar karena mendengar suara bell yang menggema di seantero rumahnya. Dengan masih mengunyah roti dan tangan kanannya yang masih memegang roti berselai setrawberry, Pinkan berjalan menuju pintu rumahnya untuk membuka pintu karena ada orang yang datang. Pinkan membuka pintunya pelan, dan Bian lah yang nampak dihadapannya.
“Ada apa?”, tanya Pinkan sambil memakan lagi rotinya.
Kedua alis Bian terangkat, “Nggak usah belagak bego deh!”, tukas Bian sambil menjentikkan jarinya di kening Pinkan.
“Aduh”, Pinkan mengaduh sambil memegangi keningnya.
Bian mencoba untuk langsung masuk ke rumah Pinkan lalu duduk di begitu aja, “Lo sudah selesai sarapan?”, tanya Bian sambil duduk nyaman di sofa ruang tamu.
Pinkan juga duduk di sofa rumahnya itu, “Nih bentar lagi selesai”, ucap Pinkan sambil memperlihatkan rotinya yang tinggal sedikit.
“Cuma makan roti gitu?”, celetuk Bian sambil mencondongkan tubuhnya keraha Pinkan.
Pinkan mengangguk dengan mulut penuh sisa roti terakhir.
Lagi-lagi Bian menjentikkan jarinya dikening Pinkan dan lagi-lagi Pinkan mengaduh juga.
“Eh nggak usah sok akrab ya! Gue masih inget jelas sama perkataan lo waktu itu”, tukas Pinkan kesal.
Yang diumpat oleh Pinkan malah tertawa terbahak-bahak setelah mendengar apa yang Pinkan katakan itu, “Katanya sudah maafin gue, eh malah sekarang ngebahas itu lagi”, ucap Bian hendak mengacak-acak rambut Pinkan.
Tapi dengan cepat Pinkan menepis tangan Bian, “Nggak usah sok akrab”, timpal Pinkan cepat.
“Ih ngambek. Gitu aja ngambek. Maaf deh”, ucap Bian manis.
Mendengar apa yang Bian katakan Pinkan cepat melipat kedua tangannya lagu memalingkan wajahnya dari Bian, Pinkan mengacuhkan Bian kali ini.
“Ih ngambek beneran nih? Maaf. Maafin dong”, bujuk Bian lagi sambil mendeka kearah Pinkan.
“Maaf?”, timpal Pinkan dengan mengerutkan dahinya.
Bian mengangguk bersemangat, “Iya maafin gue”, ucap Bian mempertegas perkataannya.
“Lo mau gue maafin?”, tukas Pinkan sambil merubah posisi duduknya menghadap ke Bian.
Bian menganggukkan kepalanya bersemangat lagi.
“Traktir gue makan dan nonton! Gimana?”, tanya Pinkan mengungkapkan apa yang dia mau.
Bian hormat pada Pinkan, “Siap bos!”, ucap Bian bersemangat lalu bangkit, “Ayo berangkat”, ajak Bian cepat.
“Sekarang?”, tanya Pinkan yang juga sudah berdiri.
Bian mengangguk, “Ayo kita jalan-jalan dulu”, ucap Bian lalu menarik tangan Pinkan.
Pinkan malah menepisnya. Tentu saja, Pinkan nggak mungkin pergi tanpa tas, jadi dia pamit dulu buat mengambil tas yang ada dikamarnya, Bian menunggunya dijalan didepan rumahnya dan rumah Pinkan. Entah kemana mereka akan pergi pagi ini, yang penting mereka akan berlibur bersama.
To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...