Something Called
Love – Part 7
“Rahasia ini aman ditangan gue”,
ucap manis Bian sambil tersenyum.
Aduuuh. Pinkan nggak bisa
merasakan denyut jantungnya, ini gara-gara Bian yang terus memberikannya
perhatian. Membelai lembut rambutnya, menghapus air mata yang membasahi pipi,
dan lagi-lagi mengacak-acak rambut Pinkan. Membuat Pinkan yang tadinya sedih
berubah menjadi kikuk dan salah tingkah.
“Sudah ngerjain PR apa belum?”,
tanya Bian mengalihkan pembicaraan.
Pinkan berfikir keras, mengingat
ada PR atau enggak, sudah mengerjakan atau belum, “Kan nggak ada PR”, jawab
mantap Pinkan.
Bian tertawa, “Berarti lo sudah
belajar”, timpal Bian yang ternyata hanya mengetes Pinkan.
“Yee. Gue rajin belajar tahu!”,
celetuk Pinkan nggak mau kalah.
Bian kembali tertawa. Bian
tersadar kalau dia sangat merasa nyaman di samping Pinkan, dia juga tersadar
kalau jantungnya berdebar dua kali lebih cepat saat berada disamping Pinkan,
dan Pinkan yang tertawa adalah yang membuatnya lebih bersemangat.
Pinkan kembali serius dengan DVD
film komedi yang sedang dia tonton bersama dengan Bian. Pinkan kembali
tertawa-tawa sendiri sedangkan Bian malah sedari tadi memperhatikan Pinkan yang
terbahak-bahak itu. Bian senyum-senyum sendiri melihat itu.
---
Pelajaran memang sudah dimulai
dari satu jam yang lalu, tapi ini guru memang nggak killer jadi para murid yang
di ajar asyik dengan kesibukan mereka masing-masing. Nggak baik buat dicontoh
tapi kalau tugasnya sudah selesai ya biarin aja. Pak guru lagi menilai tugas
mereka semua.
Bian minta tukeran tempat duduk
sama Boby yang duduk disamping Pinkan. Dia ingin duduk disamping Pinkan. Untuk
Boby mau saja karena memang dia sudah bosan duduk ditempat itu terus. Sekarang
Bian, Pinkan, dan Vina duduk sejajar.
Vina terlihat nggak suka dengan
semua itu. Dia melihat Bian dan Vina yang asyik mengobrol, entah mengobrolkan
apa. Akhirnya dia memutuskan untuk minta pindah tempat duduk juga. Rendra yang
duduk didepan Pinkan disuruh tukeran tempat duduk. Walaupun sulit untuk
membujuk Rendra, akhirnya mereka bisa bertukar tempat duduk.
Bian dan Pinkan nggak menyadari
itu semua sampai akhirnya Vina sendiri yang menegur mereka terlebih dulu, “Kayaknya
asyik banget. Lagi ngomongin apa sih?”, tanya Vina.
“Kok lo disini?”, tanya Bian dan
Pinkan berbarengan.
Vina tersenyum lebar, “Gue pengin
lebih deket sama kalian”, jawab Vina percaya diri.
Pinkan tersenyum senang, Bian
juga tersenyum lebar walau terlihat terpaksa.
Bel istirahat berbunyi juga,
mereka semua bebas. Pinkan, Bian, dan Vina berjalan bersama-sama menuju kantin.
Joni juga ikut bersama mereka bertiga berjalan bersama-sama ke kantin. Mereka
berempat setiap harinya makin akrab saja.
“Mau pesan apa?”, tanya Joni pada
teman-temannya.
Dia bersedia memesankan apa yang
teman-temannya mau.
“Gue mie ayam sama es teh manis
lo mau apa Pink?”, tanya Bian pada Pinkan yang duduk didepannya.
Belum sempat Pinkan menjawab,
Vina yang sebel karena nggak ditanya oleh Bian cepat-cepat menjawab, “Gue bakso
sama es jeruk manis aja”, ucap Vina cepat.
“Gue sama aja kayak yang Vina
pesen”, jawab Pinkan.
Joni-pun pergi memesan makanan
untuknya dan juga teman-temannya. Vina dan Pinkan duduk beri bangku panjang
yang sama, sedangkan Bian duduk diseberang mereka berdua. Vina senang karena
bisa terus dekat dengan Bian, yang merupakan cowok yang dia sukai.
“Minggu depan sudah mulai UAS. Kita
belajar bareng yuk”, ajak Vina bersemangat.
“Iya. Ayo kita belajar sama-sama.
Ada beberapa pelajaran yang beda dengan apa yang gue pelajarin waktu
disekolahan gue yang dulu”, lanjut Pinkan yang setuju dengan ide dari Vina.
“Ya sudah. Ayo kita belajar
sama-sama, tapi dimana tempatnya?”, tanya Bian setelah setuju juga dengan ide
itu.
Vina mengalihkan pandangannya
pada Pinkan, “Di rumah lo aja gimana Pink?”, pinta Vina.
Dengan cepat Pinkan menggelengkan
kepalanya, “Nggak. Jangan dirumah gue”, jawab Pinkan cepat.
Bian mengerti kenapa Pinkan nggak
mau mereka belajar dirumahnya karena Pinkan nggak mau banyak orang yang tahu
tentang keadaan orang tuanya yang sebenarnya. Vina terus memaksa Pinkan agar
memperbolehkan mereka belajar bersama dirumah Pinkan.
“Di rumah gue aja”, sahut Bian
cepat.
“Di rumah lo?”, tanya Vina
memastikan sambil tersenyum.
Bian mengangguk mantap. Membuat
Vina tersenyum lebar. Tadinya dia memilih rumah Pinkan agar bisa lebih dekat
dengan Bian yang tinggal di kompleks itu juga, tapi ternyata Bian mengijinkan
mereka semua untuk belajar bersama dirumahnya, membuat Vina mendapatkan apa
yang dia inginkan. Lebih dekat dengan Bian.
“Lagi pada ngomongin apa nih?”,
tanya Joni yang baru datang membawakan makanan.
“Kita belajar kelompok gitu. Lo
mau ikut juga?”, tanya Pinkan sambil menerima makanan yang dipesannya tadi.
“Dirumah Bian?”, tanya Joni lagi
yang tadi sedikit sudah mendengar perbincangan mereka.
Bian menganggukkan kepalanya,
begitu juga dengan Pinkan dan Vina. Joni tertarik dan bersedi ikut dengan
mereka bertiga. Sepertinya asyik juga belajar bersama-sama dengan
teman-temannya, apalagi dengan Bian yang memang selalu menjadi juara kelas dari
kelas satu sampai sekarang.
“Mulai kapan?”, lanjut Joni.
“Gimana kalau setelah pulang
sekolah hari ini?”, ucap Vina bersemangat.
Bian yang sedang mengaduk-aduk
mie ayamnya menganggukkan kepala, “Boleh. Mulai nanti setelah sekolah”, lanjut
Bian masih sibuk mengaduk-aduk mie ayamnya.
Vian terlihat senang sekali, “Gue
bareng lo ya?”, lanjut Vina.
Membuat Bian menghentikan apa
yang dilakukannya, Pinkan juga sedikit tersentak karena berarti dia harus
pulang sendirian nggak bersama Bian.
“Lo sama gue ya Pink”, ucap Joni
memecah keheningan keterkejutan Bian dan Pinkan.
Pinkan tersenyum, walaupun
sedikit ragu Pinkan akhirnya menganggukkan kepalanya setuju untuk pulang
bersama Joni. Vina menang, Bian juga setuju pulang bersama dengan Vina dan
membiarkan Pinkan pulang dengan Joni. Tapi ya sudahlah, nggak apa-apa.
Satu sendok, dua sendok, tigas
sendok, dan hendak mengambil sendok yang keempat, tapi dengan cepat Bian
menghentikan Pinkan yang mulai kalap dengan yang namanya sambal. Pinkan terlalu
suka sama yang pedas-pedas, Bian nggak suka dengan Pinkan yang seperti itu.
“Sudahlah, itu sudah banyak. Ntar
perut lo sakit”, ucap Bian sambil meraih mangkok kecil sambal cabai hijau itu.
“Baru tiga sendok kecil ini”,
timpal Pinkan nggak mau kalah.
Joni dan Vina memperhatikan
keduanya, dan Bian dan Pinkan nggak mengetahuinya mereka sibuk berdebat
sendiri.
“Ntar perut lo sakit!”, ucap Bian
tegas, merebut sambal itu lalu menjauhkannya dari jangkauan Pinkan.
Pinkan akhirnya mengalah, masih
dengan wajahnya yang cemberut dia mulai mengaduk-aduk baksonya itu. Bian merasa
menang, dia senyum-senyum sendiri sambil menikmati makanannya. Joni dan Vina
kembali seperti semula lagi, nggak mempedulikan mereka berdua.
---
Akhirnya jam pelajaran di sekolah
selesai juga. Bian dan Vina pulang bersama-sama, Pinkan bareng Joni naik mobil
Joni yang nyaman dan nggak panas itu. Beda dengan waktu naik motor yang
kepanasan dan bergelut dengan debu dan asap-asap dari kendaraan lain.
Motor Bian berjalan didepan mobil
Joni. Sedari tadi Pinkan memperhatika motor didepannya. Sepertinya Vina sangat
senang bisa berboncengan bersama dengan Bian. Pinkan merasa sedikit sakit di
hatinya melihat Bian berboncengan dengan cewek lain, tapi dia mencoba berbesar
hati membiarkan.
“Mereka cocok banget ya?”, ucap
Joni tiba-tiba.
Pinkan sedikit tersentak dengan
ucapan Joni tadi, pelan-pelan dia melihat kearah Joni lalu tersenyum tanpa
berkata apa-apa, Joni juga melihat kearah Pinkan sejenak lalu kembali serius
menyetir.
“Vina memang suka sama Bian, itu
alasannya saat menolak gue”, lanjut Joni berbicara.
Pinkan memusatkan perhatiannya
pada Joni yang sedang serius bercerita, dia nggak langsung berkomentar karena
Joni masih terlihat akan berbicara.
“Gue suka sama Vina sudah dari
dulu, tapi sayangnya Vina nggak suka sama gue, dia lebih suka sama Bian”,
lanjut Joni bercerita pada Pinkan. “Tapi, gue tetep bahagia. Kalau melihat Vina
yang bahagia”, lanjut Joni sambil melemparkan senyuman pada Vina yang sedang
bersama dengan Bian.
Pinkan tersenyum pada Joni lalu
beralih melihat ke arah depannya, Bian dan Vina. “Mereka terlihat cocok”, ucap
Pinkan sambil mencoba terus tersenyum walau hatinya sakit.
Joni tersenyum, “Kayaknya gue
emang harus melepas Vina, demi kebahagiaan Vina”, ucap Joni tulus.
Sampai juga mereka semua di
halaman rumah Bian. Vina turun dari motor Bian, begitu juga dengan Bian, lalu
Pinkan dan Joni juga turun dari mobil.
“Makasih”, ucap Vina pada Pinkan
sambil mengembalikan helm.
Tadi Vina memakai helm-nya
Pinkan.
Pinkan mengangguk, “Sama-sama”,
jawabnya ringan. “Oh ya, gue pulang sebentar ya. Mau ganti baju dulu”, pamit
Pinkan pada teman-temannya.
“Jangan lama-lama”, sahut Bian.
Pinkan hanya mengangguk lalu
pergi kerumahnya. Bian, Vina, dan Joni masuk kerumah Bian, disambut hangat oleh
Bunda yang ternyata sudah pulang kerja. Bunda memang selalu ramah pada semua orang,
Pinkan sempat mengeluh kenapa Mamahnya nggak kayak Bunda yang selalu ada buat
Bian. Tapi ini bukan kehendaknya buat mengeluh, Pinkan mensyukuri apa yang dia
miliki.
Sebelum belajar bersama, Bunda
menyuruh mereka untuk makan dulu tapi sayangnya tadi mereka sudah makan di
kantin jadi mereka menolak, mungkin nanti untuk makan malam saja.
“Pinkan nggak ikutan?”, tanya
Bunda pada Bian.
“Dia lagi ganti baju dulu”, jawab
Bian ringan sambil membuka buku-buku yang akan menjadi bahasan kali ini.
Nggak lama kemudian Pinkan datang
mengenakan celana jeans pendek, dengan kaos warna pink yang cerah bermotif
print kartun dan aksesoris lain yang membuat kaos itu makin cantik. Bunda
tersenyum kearah Pinkan yang terlihat bersemangat. Pinkan mendekat ke Bunda dan
bersalaman lalu cipika-cipiki.
“Bunda pinter ya kalau milih baju
buat kamu”, ucap Bunda tersenyum senang.
Pinkan melihat kearah kaosnya
lalu kembali ke Bunda. “Makasih ya Bunda, atas kaos yang cantik ini. Pinkan
suka”, ucap manis Pinkan.
Lalu bunda meninggalkan mereka
berempat. Pinkan bergabung dengan Bian, Vina, dan Joni. Vina terlihat nggak
senang karena Pinkan akrab dengan Bunda-nya Bian, sampai-sampai memanggilnya
dengan sebutan Bunda. Apa lagi dia mendengar kalau kaos yang Pinkan pakai itu
hadiah dari Bunda, Vina makin nggak suka.
Dan pada saat Pinkan duduk
disebelah Vina, dengan pura-pura nggak sengaja Vina menumpahkan minuman dan
mengotori kaos Pinkan itu. Semuanya terkejut, Vina pura-pura itu semua terjadi
nggak sengaja. Padahal sih itu sangat disengaja.
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar