•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Rabu, 07 Desember 2011

Something Called Love - Part 7


Something Called Love – Part 7
“Rahasia ini aman ditangan gue”, ucap manis Bian sambil tersenyum.
Aduuuh. Pinkan nggak bisa merasakan denyut jantungnya, ini gara-gara Bian yang terus memberikannya perhatian. Membelai lembut rambutnya, menghapus air mata yang membasahi pipi, dan lagi-lagi mengacak-acak rambut Pinkan. Membuat Pinkan yang tadinya sedih berubah menjadi kikuk dan salah tingkah.
“Sudah ngerjain PR apa belum?”, tanya Bian mengalihkan pembicaraan.
Pinkan berfikir keras, mengingat ada PR atau enggak, sudah mengerjakan atau belum, “Kan nggak ada PR”, jawab mantap Pinkan.

Bian tertawa, “Berarti lo sudah belajar”, timpal Bian yang ternyata hanya mengetes Pinkan.
“Yee. Gue rajin belajar tahu!”, celetuk Pinkan nggak mau kalah.
Bian kembali tertawa. Bian tersadar kalau dia sangat merasa nyaman di samping Pinkan, dia juga tersadar kalau jantungnya berdebar dua kali lebih cepat saat berada disamping Pinkan, dan Pinkan yang tertawa adalah yang membuatnya lebih bersemangat.
Pinkan kembali serius dengan DVD film komedi yang sedang dia tonton bersama dengan Bian. Pinkan kembali tertawa-tawa sendiri sedangkan Bian malah sedari tadi memperhatikan Pinkan yang terbahak-bahak itu. Bian senyum-senyum sendiri melihat itu.
---
Pelajaran memang sudah dimulai dari satu jam yang lalu, tapi ini guru memang nggak killer jadi para murid yang di ajar asyik dengan kesibukan mereka masing-masing. Nggak baik buat dicontoh tapi kalau tugasnya sudah selesai ya biarin aja. Pak guru lagi menilai tugas mereka semua.
Bian minta tukeran tempat duduk sama Boby yang duduk disamping Pinkan. Dia ingin duduk disamping Pinkan. Untuk Boby mau saja karena memang dia sudah bosan duduk ditempat itu terus. Sekarang Bian, Pinkan, dan Vina duduk sejajar.
Vina terlihat nggak suka dengan semua itu. Dia melihat Bian dan Vina yang asyik mengobrol, entah mengobrolkan apa. Akhirnya dia memutuskan untuk minta pindah tempat duduk juga. Rendra yang duduk didepan Pinkan disuruh tukeran tempat duduk. Walaupun sulit untuk membujuk Rendra, akhirnya mereka bisa bertukar tempat duduk.
Bian dan Pinkan nggak menyadari itu semua sampai akhirnya Vina sendiri yang menegur mereka terlebih dulu, “Kayaknya asyik banget. Lagi ngomongin apa sih?”, tanya Vina.
“Kok lo disini?”, tanya Bian dan Pinkan berbarengan.
Vina tersenyum lebar, “Gue pengin lebih deket sama kalian”, jawab Vina percaya diri.
Pinkan tersenyum senang, Bian juga tersenyum lebar walau terlihat terpaksa.
Bel istirahat berbunyi juga, mereka semua bebas. Pinkan, Bian, dan Vina berjalan bersama-sama menuju kantin. Joni juga ikut bersama mereka bertiga berjalan bersama-sama ke kantin. Mereka berempat setiap harinya makin akrab saja.
“Mau pesan apa?”, tanya Joni pada teman-temannya.
Dia bersedia memesankan apa yang teman-temannya mau.
“Gue mie ayam sama es teh manis lo mau apa Pink?”, tanya Bian pada Pinkan yang duduk didepannya.
Belum sempat Pinkan menjawab, Vina yang sebel karena nggak ditanya oleh Bian cepat-cepat menjawab, “Gue bakso sama es jeruk manis aja”, ucap Vina cepat.
“Gue sama aja kayak yang Vina pesen”, jawab Pinkan.
Joni-pun pergi memesan makanan untuknya dan juga teman-temannya. Vina dan Pinkan duduk beri bangku panjang yang sama, sedangkan Bian duduk diseberang mereka berdua. Vina senang karena bisa terus dekat dengan Bian, yang merupakan cowok yang dia sukai.
“Minggu depan sudah mulai UAS. Kita belajar bareng yuk”, ajak Vina bersemangat.
“Iya. Ayo kita belajar sama-sama. Ada beberapa pelajaran yang beda dengan apa yang gue pelajarin waktu disekolahan gue yang dulu”, lanjut Pinkan yang setuju dengan ide dari Vina.
“Ya sudah. Ayo kita belajar sama-sama, tapi dimana tempatnya?”, tanya Bian setelah setuju juga dengan ide itu.
Vina mengalihkan pandangannya pada Pinkan, “Di rumah lo aja gimana Pink?”, pinta Vina.
Dengan cepat Pinkan menggelengkan kepalanya, “Nggak. Jangan dirumah gue”, jawab Pinkan cepat.
Bian mengerti kenapa Pinkan nggak mau mereka belajar dirumahnya karena Pinkan nggak mau banyak orang yang tahu tentang keadaan orang tuanya yang sebenarnya. Vina terus memaksa Pinkan agar memperbolehkan mereka belajar bersama dirumah Pinkan.
“Di rumah gue aja”, sahut Bian cepat.
“Di rumah lo?”, tanya Vina memastikan sambil tersenyum.
Bian mengangguk mantap. Membuat Vina tersenyum lebar. Tadinya dia memilih rumah Pinkan agar bisa lebih dekat dengan Bian yang tinggal di kompleks itu juga, tapi ternyata Bian mengijinkan mereka semua untuk belajar bersama dirumahnya, membuat Vina mendapatkan apa yang dia inginkan. Lebih dekat dengan Bian.
“Lagi pada ngomongin apa nih?”, tanya Joni yang baru datang membawakan makanan.
“Kita belajar kelompok gitu. Lo mau ikut juga?”, tanya Pinkan sambil menerima makanan yang dipesannya tadi.
“Dirumah Bian?”, tanya Joni lagi yang tadi sedikit sudah mendengar perbincangan mereka.
Bian menganggukkan kepalanya, begitu juga dengan Pinkan dan Vina. Joni tertarik dan bersedi ikut dengan mereka bertiga. Sepertinya asyik juga belajar bersama-sama dengan teman-temannya, apalagi dengan Bian yang memang selalu menjadi juara kelas dari kelas satu sampai sekarang.
“Mulai kapan?”, lanjut Joni.
“Gimana kalau setelah pulang sekolah hari ini?”, ucap Vina bersemangat.
Bian yang sedang mengaduk-aduk mie ayamnya menganggukkan kepala, “Boleh. Mulai nanti setelah sekolah”, lanjut Bian masih sibuk mengaduk-aduk mie ayamnya.
Vian terlihat senang sekali, “Gue bareng lo ya?”, lanjut Vina.
Membuat Bian menghentikan apa yang dilakukannya, Pinkan juga sedikit tersentak karena berarti dia harus pulang sendirian nggak bersama Bian.
“Lo sama gue ya Pink”, ucap Joni memecah keheningan keterkejutan Bian dan Pinkan.
Pinkan tersenyum, walaupun sedikit ragu Pinkan akhirnya menganggukkan kepalanya setuju untuk pulang bersama Joni. Vina menang, Bian juga setuju pulang bersama dengan Vina dan membiarkan Pinkan pulang dengan Joni. Tapi ya sudahlah, nggak apa-apa.
Satu sendok, dua sendok, tigas sendok, dan hendak mengambil sendok yang keempat, tapi dengan cepat Bian menghentikan Pinkan yang mulai kalap dengan yang namanya sambal. Pinkan terlalu suka sama yang pedas-pedas, Bian nggak suka dengan Pinkan yang seperti itu.
“Sudahlah, itu sudah banyak. Ntar perut lo sakit”, ucap Bian sambil meraih mangkok kecil sambal cabai hijau itu.
“Baru tiga sendok kecil ini”, timpal Pinkan nggak mau kalah.
Joni dan Vina memperhatikan keduanya, dan Bian dan Pinkan nggak mengetahuinya mereka sibuk berdebat sendiri.
“Ntar perut lo sakit!”, ucap Bian tegas, merebut sambal itu lalu menjauhkannya dari jangkauan Pinkan.
Pinkan akhirnya mengalah, masih dengan wajahnya yang cemberut dia mulai mengaduk-aduk baksonya itu. Bian merasa menang, dia senyum-senyum sendiri sambil menikmati makanannya. Joni dan Vina kembali seperti semula lagi, nggak mempedulikan mereka berdua.
---
Akhirnya jam pelajaran di sekolah selesai juga. Bian dan Vina pulang bersama-sama, Pinkan bareng Joni naik mobil Joni yang nyaman dan nggak panas itu. Beda dengan waktu naik motor yang kepanasan dan bergelut dengan debu dan asap-asap dari kendaraan lain.
Motor Bian berjalan didepan mobil Joni. Sedari tadi Pinkan memperhatika motor didepannya. Sepertinya Vina sangat senang bisa berboncengan bersama dengan Bian. Pinkan merasa sedikit sakit di hatinya melihat Bian berboncengan dengan cewek lain, tapi dia mencoba berbesar hati membiarkan.
“Mereka cocok banget ya?”, ucap Joni tiba-tiba.
Pinkan sedikit tersentak dengan ucapan Joni tadi, pelan-pelan dia melihat kearah Joni lalu tersenyum tanpa berkata apa-apa, Joni juga melihat kearah Pinkan sejenak lalu kembali serius menyetir.
“Vina memang suka sama Bian, itu alasannya saat menolak gue”, lanjut Joni berbicara.
Pinkan memusatkan perhatiannya pada Joni yang sedang serius bercerita, dia nggak langsung berkomentar karena Joni masih terlihat akan berbicara.
“Gue suka sama Vina sudah dari dulu, tapi sayangnya Vina nggak suka sama gue, dia lebih suka sama Bian”, lanjut Joni bercerita pada Pinkan. “Tapi, gue tetep bahagia. Kalau melihat Vina yang bahagia”, lanjut Joni sambil melemparkan senyuman pada Vina yang sedang bersama dengan Bian.
Pinkan tersenyum pada Joni lalu beralih melihat ke arah depannya, Bian dan Vina. “Mereka terlihat cocok”, ucap Pinkan sambil mencoba terus tersenyum walau hatinya sakit.
Joni tersenyum, “Kayaknya gue emang harus melepas Vina, demi kebahagiaan Vina”, ucap Joni tulus.
Sampai juga mereka semua di halaman rumah Bian. Vina turun dari motor Bian, begitu juga dengan Bian, lalu Pinkan dan Joni juga turun dari mobil.
“Makasih”, ucap Vina pada Pinkan sambil mengembalikan helm.
Tadi Vina memakai helm-nya Pinkan.
Pinkan mengangguk, “Sama-sama”, jawabnya ringan. “Oh ya, gue pulang sebentar ya. Mau ganti baju dulu”, pamit Pinkan pada teman-temannya.
“Jangan lama-lama”, sahut Bian.
Pinkan hanya mengangguk lalu pergi kerumahnya. Bian, Vina, dan Joni masuk kerumah Bian, disambut hangat oleh Bunda yang ternyata sudah pulang kerja. Bunda memang selalu ramah pada semua orang, Pinkan sempat mengeluh kenapa Mamahnya nggak kayak Bunda yang selalu ada buat Bian. Tapi ini bukan kehendaknya buat mengeluh, Pinkan mensyukuri apa yang dia miliki.
Sebelum belajar bersama, Bunda menyuruh mereka untuk makan dulu tapi sayangnya tadi mereka sudah makan di kantin jadi mereka menolak, mungkin nanti untuk makan malam saja.
“Pinkan nggak ikutan?”, tanya Bunda pada Bian.
“Dia lagi ganti baju dulu”, jawab Bian ringan sambil membuka buku-buku yang akan menjadi bahasan kali ini.
Nggak lama kemudian Pinkan datang mengenakan celana jeans pendek, dengan kaos warna pink yang cerah bermotif print kartun dan aksesoris lain yang membuat kaos itu makin cantik. Bunda tersenyum kearah Pinkan yang terlihat bersemangat. Pinkan mendekat ke Bunda dan bersalaman lalu cipika-cipiki.
“Bunda pinter ya kalau milih baju buat kamu”, ucap Bunda tersenyum senang.
Pinkan melihat kearah kaosnya lalu kembali ke Bunda. “Makasih ya Bunda, atas kaos yang cantik ini. Pinkan suka”, ucap manis Pinkan.
Lalu bunda meninggalkan mereka berempat. Pinkan bergabung dengan Bian, Vina, dan Joni. Vina terlihat nggak senang karena Pinkan akrab dengan Bunda-nya Bian, sampai-sampai memanggilnya dengan sebutan Bunda. Apa lagi dia mendengar kalau kaos yang Pinkan pakai itu hadiah dari Bunda, Vina makin nggak suka.
Dan pada saat Pinkan duduk disebelah Vina, dengan pura-pura nggak sengaja Vina menumpahkan minuman dan mengotori kaos Pinkan itu. Semuanya terkejut, Vina pura-pura itu semua terjadi nggak sengaja. Padahal sih itu sangat disengaja.
To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...