•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Kamis, 08 Desember 2011

Something Called Love - Part 8


Something Calles Love – Part 8
Dan pada saat Pinkan duduk disebelah Vina, dengan pura-pura nggak sengaja Vina menumpahkan minuman dan mengotori kaos Pinkan itu. Semuanya terkejut, Vina pura-pura itu semua terjadi nggak sengaja. Padahal sih itu sangat disengaja.
Pinkan cepat-cepat bangkit untuk membersihkan dirinya, dia pamit ke kamar mandi, dia nggak perlu diantar karena memang dia sudah tahu letak kamar mandi di rumah itu, di rumah yang serupa dengan rumahnya. Dari lantai tangga Bunda melihat Pinkan mengenakan baju yang kotor itu masuk ke kamar mandi.
Bunda beranjak turun menunggu Pinkan keluar dari kamar mandi. Dan lima menit kemudian Pinkan keluar dari kamar mandi dengan baju yang basah.

Pinkan terkejut melihat Bunda yang ada dibalik pintu, “Ya ampun Bunda, buat Pinkan kaget aja”, ucap Pinkan sambil memegangi dadanya.
“Kamu nggak kenapa-napa kan?”, tanya Bunda khawatir.
Pinkan lalu menggelengkan kepalanya, “Pinkan baik-baik aja. Tapi, baju pemberian Bunda jadi kotor. Maaf Bunda”, ucap Pinkan sedikit menyesal karena membuat baju pemberian Bunda kotor.
Bunda lalu menggelengkan kepalanya, “Cuman baju ini, besok Bunda beliin lagi buat kamu”, sahut Bunda sambil menggandeng Pinkan kembali ke ruang tengah.
“Bunda, Pinkan pamit pulang duluan ya, mau ganti baju. Dingin pakai ini”, lanjut Pinkan.
Bunda mengangguk, Pinkan bergegas pulang kerumahnya lewat pintu samping. Bunda beranjak kedapur untuk mengambil cemilan dan mengantarkannya untuk Bian, Vina, dan Joni yang sedang belajar.
“Bunda, lihat Pinkan nggak?”, tanya Bian yang belum melihat Pinkan disitu.
“Dia pamit pulang karena mau ganti baju lagi”, jawab Bunda sambil meletakkan makanan di atas meja.
---
Mereka berempat serius untuk belajar untuk menghadapi UAS seminggu lagi. Ujian yang menentukan mereka naik kekelas tiga SMA atau tidak, perjuangan mereka harus besar, semangat harus selalu ada agar mereka mendapatkan kesuksesan nantinya.
Saatnya untuk makan malam sebelum mereka pulang kerumah masing-masing. Ayah Bian sudah pulang dari kantor, Ayah, Bunda, Pinkan, Bian, Vina, Joni, makan malam bersama di rumah Bian. bunda masak banyak makanan.
“Ini spesial buat Pinkan yang suka pedes. Bunda masakin balado telur kesukaan kamu”, Bunda mengambilkan balado telur yang terlihat pedas itu untuk Pinkan.
Pinkan tersanjung dan senang pastinya. Bunda selalu baik terhadapnya selama ini, Bunda sudah dia anggap seperti orang tuanya sendiri. Dan yang nggak senang sama perlakuan Bunda terhadap Pinkan tentu saja Vina yang nggak mendapat perlakuan spesial seperti itu.
Makan malam yang sangat mengasyikan, menyenangkan dan menggembirakan (apa ya bedanya diantara itu semua?? Hahaha-red).
Disela-sela makan Ayah berhenti sejenak lalu mengambil sesuatu dari kantong kertas yang ada di bawah disebelah tempat duduknya. Dia mengambil sebuah kotak warna pink yang nggak terlalu besar itu lalu memberikannya pada Pinkan.
“Oh ya, hampir lupa. Ini ada oleh-oleh buat Pinkan”, ucap Ayah sambil tersenyum.
Dengan senang hati Pinkan menerima hadiah itu. Ayah baru pulang dari Swiss karena urusan bisnis dan nggak lupa membawa oleh-oleh untuk Pinkan sebuah jam tangan yang berwarna pink tentunya.
Pinkan membuka hadiah itu, “Wah bagus banget. Inikan limited edition om. pasti mahal. Makasih banya. Terima kasih”, ucap Pinkan senang sekali.
“Itu spesial buat kamu”, lanjut Ayah.
Pinkan langsung mencoba jam tangan itu, dia sangat senang karena memang jam tangan itu yang sedang diincarnya, dan sekarang dia mendapatkannya dengan cuma-cuma. Vina terlihat nggak senang sama sekali, Joni bersikap biasa saja dia sibuk dengan makanannya. Bunda mendapati Vina yang duduk disamping Pinkan terlihat nggak senang.
Bunda menangkap ada sesuatu yang aneh dari Vina. Tapi cepat-cepat Bunda menepis perasaan itu karena dia nggak mau salah paham. Mungkin perasaan Bunda saja, mungkin saja Bunda salah. Tapi Bunda sedetik kemudian yakin kalau ada yang aneh dari Vina. Sepertinya Vina nggak suka dengan Pinkan.
Makan malam selesai. Kali ini Vina pulang bersama dengan Joni yang bersedia untuk mengantarkannya pulang. Setelah berpamitan Pinkan juga pulang kerumahnya. Bian, Bunda, dan Ayah kembali masuk kerumah.
“Lo pasti seneng banget”, tebak Joni memulai percakapan.
Vina mengangguk, “Tentu saja. Gue seneng banget bisa deket sama Bian”, ucap Vina tanpa beban sama sekali. “Tapi gue bakalan lebih seneng lagi kalau tadi nggak ada Pinkan”, ucap Vina dengan raut wajah yang berubah kesal.
“Sudah bisa gue tebak. Lo pasti nggak suka dengan Pinkan yang ternyata lebih mendapat tempat baik di keluarga Bian daripada lo”, timpal Joni sedikit tertawa sinis.
“Lo harus bantu gue buat nyingkirin cewek itu”, lanjut Vina.
Tapi Joni menggelengkan kepalanya, “Sorry, gue nggak mau. Pinkan terlalu baik buat disakitin, mending lo nyerah aja”, sahut Joni mantap.
“Nggak! Nggak ada kata menyerah dalam kamus hidup gue”, ucap Vina bersemangat, “Kalau lo nggak mau bantuin gue nggak apa-apa, gue bisa usaha sendiri”, lanjut Vina penuh percaya diri.
“Ternyata loe banyak berubah banyak ya. Lo bukan Vina yang dulu gue suka”, ucap Joni sungguh-sungguh.
Tapi Vina malah tersenyum sinis menanggapi Joni, “Ini gue yang sebenarnya! Yang gue harap memang lo nggak pernah suka sama gue”, timpal Vina keras.
Joni hanya mendengus tanpa berkata apa-apa. Dia nggak bisa menghalangi niat Vina yang bisa dilakukannya hany mengawasinya dan meminimalisasi kemungkinan atau efek buruk yang terjadi karena ulah Vina.
Pinkan lagi menyimpan jam tangan yang Ayah Bian berikan padanya. Dia mulai membuka laci yang khusus diperuntukkan untuk menyimpan koleksi jam tangannya dari bermacam-macam model dengan warna yang dominan adalah warna pink yang cerah dan ceria.
Tiba-tiba, “Aaaaa!!!!”, teriak Pinkan nggak karuan saat tiba-tiba listrik padam.
Pinkan langsung jongkok menutupi wajahnya, dia menangis sejadi-jadinya. Dia takut gelap. Dia nggak bisa kalau gelap, apalagi sekarang dia sendirian di rumah itu, dia hanya bisa menangis ketakutan karena dia sangat takut kegelapan.
“Mamah, Papah, Pinkan takut”, ucap Pinkan keras sambil menangis.
Bian yang lagi bersama kedua orang tuanya di ruang tengah sudah tahu ini akan terjadi, karena memang tadi ada pengumuman akan ada pemadaman karena ada perbaikan yang sedang dilakukan sampai selarut ini, sekaligus untuk menghemat listrik.
Pinkan masih menangis di kamarnya dia nggak berani membuka matanya, dari tadi dia tetap diposisi itu nggak berubah sama sekali. Tangisannya juga nggak berhenti tapi mau gimana lagi nggak mungkin ada yang mendengarnya, mendengar suara tangisannya.
Pinkan berharap ada yang menemukannya, dia terlalu takut untuk bangkit dan melihat kegelapan.
“Pinkan. Dia pasti sendirian dirumahnya”, ucap Bunda khawatir. “Coba kamu telfon dia, tanyain gimana keadaannya”, lanjut Bunda yang terlihat memang mengkhawatirkan Pinkan.
Bian mengambil hp-nya lalu memencet beberapa tombol kemudian meletakkan hp itu di telinganya, menunggu untuk Pinkan mengangkat telfonnya.
Pinkan mendengar suara dering hand phone-nya tapi entah dimana dia meletakkannya tadi. Dia mencoba meraba-raba diatas meja masih menutup rapat matanya. Bian menunggu-nunggu Pinkan yang nggak juga mengangkat telfon itu.
“Masa jam segini sudah tidur?”, gerutu Bian yang menunggu lama Pinkan untuk mengngkat telfon darinya.
Dan saat Bian akan memutuskan telfon itu tiba-tiba terdengar suara dari seberang sana, Bian meletakkan hp-nya kembali di daun telinganya. “Hallo”, ucap Bian yang hanya mendengar suara nafas yang berat.
“Bian. Gue takut”, ucap Pinkan terbata-bata karena menangis, “Gue takut”, lanjut Pinkan.
Mendengar suara Pinkan yang sepertinya menangis dan bergetar ketakutan, Bian bangkit dari tempat duduknya, berlari menembus kegelapan rumahnya. Dia berlari cepat keluar, “Lo kenapa?”, tanya Bian sambil keluar dari rumahnya.
“Gue takut”, tangis Pinkan lagi, suaranya bergetar.
Bian sampai dihalaman rumah Pinkan, dia mencoba membuka pintu itu tapi nggak bisa karena terkunci, Bian makin khawatir dengan Pinkan, takut sesuatu yang buruk terjadi pada Pinkan.
“Lo dimana? Ada nggak pintu yang nggak lo kunci?”, tanya keras Bian karena terlalu khawatir.
Dengan sedikit menahan tangisnya dengan suara yang bergetar, “Pintu samping nggak dikunci”, ucap Pinkan terbata-bata.
Berlari lagi, Bian berlari menuju pintu samping yang benar memang nggak dikunci, dia bergegas masuk, “Lo dimana?”, tanya Bian ngos-ngosan.
“Gue dikamar”, jawab Pinkan singkat.
Bian berlari menuju lantai dua tempat dimana kamar Pinkan berada. Bian berlari cepat dengan terus terhubung dengan Pinkan lewat telfon. Nggak lupa Bian mengarahkan senter yang dia bawa untuk melihat dimana kamar Pinkan.
Dengan cepat Bian menemukan kamar itu lalu membukanya kasar, dia mengarahkan senternya melihat kesekeliling dan cahaya berhenti saat mengarah pada Pinkan yang terduduk dilantai sambil menangis, wajahnya ketakutan, pucat pasi, tubuhnya gemetaran.
Bian berlari menuju Pinkan lalu duduk berlutut didepannya, dengan cepat Pinkan memeluk erat Bian. Dia lega karena ada yang menemukannya, ketakutannya hampir membunuhnya. Bian nggak langsung berkata apa-apa. Dia cuman mencoba menenangkan Pinkan yang terlihat sangat ketakutan itu, Bian mengelus rambut panjang Pinkan, mencoba membuat Pinkan lebih tenang.
Tangisan Pinkan mulai mereda walaupun ketakutannya belum berkurang sedikitpun. “Gue takut gelap”, ucap Pinkan bergetar masih menutup matanya.
“Tenang. Gue ada disini. Lo nggak perlu takut”, ucap Bian menenangkan.
Bian merasakan tubuh Pinkan yang benar-benar gemetaran karena rasa takutnya itu. Dan Pinkan nggak mau melepaskan pelukannya terhadap Bian yang telah menolongnya. Pinkan memang terlalu takut sama kegelapan.
To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...