Something Called
Love – Part 19
Pagi ini memang Pinkan sempat
sarapan bareng kedua orang tuanya tapi ini bener-bener yang dinamain makan
pagi. Habis shubuh mereka sarapan, Papah dan Mamah biasa pergi ke kantor
setelah itu. Dan sekarang Pinkan lagi asyik ngemil sambil duduk diteras
rumahnya menunggu jemputan dari Kevin.
Dia melihat ke jalan didepan
rumahnya, dia teringat tadi malam. Tadi malam waktu dia dan Bian makan malam
bersama di tengah-tengah aspal sana.
Flashback on
“Lo marah ya sama gue?”, tanya
Bian.
Pinkan diam saja nggak menanggapi
dia masih konsen makan.
“Ih ditanya kok gitu. Jawab dong”,
ucap Bian lagi.
“Gue lagi makan, nggak usah
ngajak berdebat kek”, ucap Pinkan ketus.
Mendengar ucapan Pinkan, Bian
malah tertawa geli. Setelah itu keduanya kembali terdiam nggak bersuara, mereka
menikmati makanan mereka masing-masing.
“Lo tahu Selly-kan?”, ucap Bian
tiba-tiba.
Pinkan berusaha acuh dan tetap
makan tapi telinganya tetap mendengarkan Bian. Dia juga nggak langsung
berkomentar karena Bian sepertinya belum selesai dengan kalimatnya, masih
banyak kata yang ingin Bian ungkapkan.
“Dia itu mantan gue. Dulu dia
mutusin gue gara-gara lebih memilih cowok itu, cowok yang pernah kita lihat di
mall”, ucap Bian menjelaskan.
Kali ini Pinkan menghentikan
acara makannya, dia mencoba mendengarkan Bian tanpa melihat wajah Bian, dia
masih setengah hati untuk mendengarkan cerita dari Bian.
“Dia juga merupakan cewek yang
dulu disukai Kevin. Gue sama Kevin hampir berantem gara-gara ngrebutin ini
cewek”, ucap Bian sedikit tertawa, “Dan yang berhasil dapetin Selly itu gue,
makanya Kevin pindah ke Malang. Lalu setelah itu gue sama Selly putus karena
ternyata dia sudah punya cowok lain dan gue nggak tahu itu”, ucap Bian dengan
nada memelas.
Dan sekarang Pinkan mendengarkan
cerita Bian seutuhnya, dia mendengarkan Bian yang bercerita tentang masa
lalunya dengan Selly dan juga dengan Kevin.
“Dan mulai saat itu gue sama
Kevin berjanji nggak akan mencintai wanita yang sama lagi”, ucap Bian
mengakhiri kalimatnya.
Pinkan terhenyak, apa maksud Bian
di kalimat yang terakhirnya? Dia dengan Kevin nggak akan mencintai wanita yang
sama lagi. Lagi? Apa maksud kata itu? Apa mungkin sekarang ada seorang wanita
yang mereka cintai? Pinkan bingung dan nggak berkomentar apa-apa, dia malah
melanjutkan makan yang terlihat tinggal sedikit lagi akan habis. Bian melirik
kearah Pinkan yang sedang makan, “Gue sama Kevin nggak akan mencintai wanita
yang sama, yaitu lo”, ucap Bian dalam hati.
Flashback off
“Helloooo, pagi-pagi sudah
ngelamun. Sadar, ayo sadar!”, suara seorang cowok yang berbicara pada Pinkan,
Kevin melambai-lambaikan tangannya di hadapan Pinkan untuk membuyarkan lamunan
Pinkan.
Pinkan agak tersentak waktu sadar
lalu tersenyum malu-malu sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali
nggak gatal, “Hehehe, maaf”, ucapnya ringan sambil terus menggaruk membuat
rambutnya yang sudah rapi menjadi berantakan lagi.
Dengan cepat Kevin menghentikan
ulah Pinkan itu. Meletakkan tangan Pinkan di bawah, lalu mulai merapikan rambut
Pinkan yang agak berantakan itu.
“Lo sudah rapi gini malah
diacak-acak lagi”, tukas Kevin sambil merapikan.
Pinkan merasa aneh, dia biasa
saja dengan ini, jantungnya berdetak seperti biasanya yang menurut penelitian
jantung berdetak 72 permenit. Beda kalau Bian yang melakukan itu padanya,
sampai-sampai dia bisa merasakan jantungnya itu dua kali lebih cepat memompa
darah, kenapa bisa seperti itu? Bukankah Kevin dan Bian sama-sama seorang
cowok.
Dari atas balkon kamarnya Bian
melihat Pinkan dan Kevin yang terlihat makin akrab. Jantungnya dibuat cepat
berdetak sampai-sampai dia memegangi dadanya dengan tangan yang agak bergetar.
“Dia suka sama lo, gue nggak bisa
suka sama lo juga”, ucap lirih Bian.
“Aduh. Kok malam ngelamun lagi. Ayo
bangun!”, Kevin mendapati Pinkan yang masih melamun, lalu dia
menggoyang-goyangkan kedua lengan Pinkan.
Pinkan kembali tersenyum agak
malu-malu karena melamun dari tadi. Lalu Pinkan bangkit dan meraih tas dan
jaket pink-nya yang ada dimeja, “Ayo berangkat”, ucap Pinkan bersemangat.
Kevin mengangguk lalu mereka
berjalan bersama menuju motor Kevin yang berwarna biru mengkilat, kali ini
Kevin mengendarai motornya karena kemarin dia sudah meminta helm pink Pinkan
dari tangan Bian.
“Pasti lo penggemar pink ya?”,
tanya Kevin sambil memberikan helm milik Pinkan.
Tentu pinkan mengangguk, kali ini
dia sudah memakai jaket hangatnya, “Tentu saja”, ucap Pinkan agak bersemangat.
Lalu mereka berdua naik motor dan
pergi keluar dari halaman rumah Pinkan. Pinkan sempat melihat Bian yang masih
ada di balkon kamar, dia melihat Bian sampai Bian nggak terlihat karena
terhalang bangunan dan pohon-pohon yang ada disekitar kompleks mereka.
Tatapan tajam dari mata Pinkan
untuk Bian sangat penuh makna, “Yang gue harap itu cuma lo”, ucap Pinkan dalam
hati.
Kevin memacu motornya lebih cepat
setelah sudah mulai memasuki jalan raya. Dengan itu menjadi kesempatan buat dia
untuk membuat Pinkan lebih erat berpegangan padanya. Tentu Pinkan mengiyakan
karena jelas dia nggak mau jatuh konyol karena nggak berpegangan. Dan saat
nggak sengaja tangan kedunya bersentuhan, sama sekali Pinkan nggak merasakan
getaran-getaran yang sering dia rasakan kalau bersama dengan Bian.
“Maaf”, ucap Kevin karena nggak
sengaja memegang tangan Pinkan lalu kembali ke stang motor sport-nya.
“Nggak apa-apa kok”, ucap Pinkan
ringan.
Dalam posisi itu Pinkan bisa
merasakan degupan jantung Kevin yang sepertinya berubah lebih cepat daripada
sebelum dia berpegangan erat seperti itu. Kecepatan jantung yang sering dia
rasakan bila bersama dengan Bian, dan sekarang saat dia bersama Kevin, Kevin
yang merasakan hal itu.
---
Ternyata pelajaran pertama di
kelas XII.1 kosong karena guru pengajarnya sedang keluar untuk menghadiri rapat
penting, jadi sampai istirahat nanti mereka bebas nggak ada pelajaran. Vina
dari tadi menempel terus pada Bian, dengan berbagai alasan mulai dari
tanya-tanya tentang pelajaran sampai apapun yang penting bisa ngobrol sama
Bian.
Sedangkan warga kelas XII.4 lagi
asyik berlari bersama mengitari lapangan sepak bola yang super duper luas,
saatnya pelajaran olah raga demi kebugaran tubuh mereka semua. Dari tadi Kevin
terus menempel pada Pinkan, mereka berdua berlari beriringan, Joni ada
dibelakang mereka berdua.
Dan terlihat Bian dan Vina yang
sedang berjalan melewati lapangan sepak bola itu. Bian menghentikan langkahnya
dan duduk menghadap kelapangan.
“Katanya mau ke kantin, kenapa
berhenti disini?”, tanya Vina yang akhirnya juga duduk disamping Bian.
“Gue belum laper, kekantinnya
nanti aja”, jawab Bian tanpa melihat kearah Vina.
Dia melihat lurus kearah lapangan
sepak bola, dia melihat Pinkan dan Kevin yang berlari beriringan. Dadanya
berubah menjadi sesak, sesuatu yang akan menyiksanya saat melihat Pinkan
bersama laki-laki lain. Bian melihat Pinkan yang tertawa lepas saat bercanda
dengan Kevin makin membuatnya sakit.
“Aduuh”, Pinkan terjatuh.
Bian dengan cepat bereaksi,
tubuhnya bangkit hendak menolongnya tapi Kevin yang ada disamping Pinkan dengan
cepat menolongnya. Tubuh Bian agak melemah lalu duduk lagi, Vina yang ada
disamping Bian tahu kalau Bian itu suka sama Pinkan tapi dia nggak mau tahu, Vina
masih berharap Bian menjadi miliknya.
“Lo nggak kenapa-napakan?”, tanya
Kevin memastikan.
“Kayaknya kaki gue terkilir”,
ucap Pinkan sambil mengelus-elus kakinya.
“Ayo naik”, ucap Kevin menawarkan
gendongan.
Pinkan nggak mau tapi Kevin
memaksa dengan sangat jadi akhirnya Pinkan ikut saja, dia gendong di punggung
Kevin. Mereka berdua pergi ke UKS yang berada tepat di belakang tempat duduk
Bian dan Vina. Degup jantung Bian makin cepat saat Kevin dan Pinkan mulai
berjalan mendekat kearahnya.
“Haduuh bro, ini jam pelajaran. Masa
pacaran diluar kelas gini”, timpal Kevin saat mendapati Bian bersama dengan
Vina.
Pinkan nggak mau melihat wajah
Bian yang sedang bersama dengan Vina. Vina berubah bersemangat lalu menggandeng
tangan Bian dengan manja, keduanya nggak menjawab apa-apa.
“Lo kenapa Pink?”, tanya Vina.
Mau nggak mau Pinkan harus
melihat kearah Bian dan si penanya, “Cuma terkilir, nggak parah kok”, ucap
Pinkan cepat-cepat, “Ayo cepet ke UKS”, pinta Pinkan pada Kevin yang sedang
menggendongnya.
Kevin mengangguk mengerti lalu
berpamitan pada Vina dan Bian yang masih bergandengan tangan itu, “Oh ya, gue
ke UKS dulu ya”, ucap Kevin yang kemudian berjalan ke ruang UKS.
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar