•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Kamis, 01 Desember 2011

Something Called Love - Part 1


Something Called Love - Part 1
Matahari siang ini bersinar dengan penuh semangat, sangkin semangatnya membuat orang-orang males buat keluar dan terkena terpaan sinarnya, panas gila! Asap dari kendaraan-kendaraan yang berlalu-lalang juga menambah nikmatnya penderitaan di siang ini.
Tapi apa daya, Pinkan harus keluar dari rumahnya. Dia harus ke sekolah lagi karena ada bukunya yang ketinggalan. Dengan masih menggunakan seragam sekolah putih abu-abu, di balut jaket berwarna pink dia menaiki motor maticnya menuju sekolahan lagi demi buku itu, karena mulai besok dia sudah nggak bersekolah disitu. Dia pindah ke sekolahan lain.
“Gila! Kenapa hari ini panas banget?”, geturu Pink, sapaan akrab Pinkan Sarra Laila.
Dia lupa memakai masker, alhasil debu-debu yang berterbangan menyulitkan dirinya untuk bernafas, tapi dia harus bersabar atas itu semua.
Tiba-tiba Pinkan dihentikan oleh seorang polisi, ada razia kelengkapan SIM dan STNK.
“Selamat siang dek. Maaf, bisa saya lihat SIM dan STNK nya?”, tanya pak polisi yang belum terlalu tua itu, cakep juga Ex. Briptu Norman kalah telak!
Tanpa menjawab apa-apa karena ogah untuk menyia-nyiakan energinya, Pinkan mulai merogoh tasnya untuk mencari dompet tempat dia menaruh semua kelengkapan itu. Sementara menunggu Pinkan, pak polisi beralih ke pengguna motor lain yang berhenti tepat di sisi kanan Pinkan.
Cowok pengguna motor yang ada disamping Pink menunjukkan kelengkapan motornya, begitu juga dengan Pinkan yang juga sudah memperlihatkan SIM dan STNK nya.
Pak polisi mulai mengecek motor keduanya. Pinkan sedikit mencuri pandang pada orang yang disampingnya itu. Seorang cowok yang terlihat sedang terburu-buru, sangat terburu-buru soalnya setelah pak polisi selesai mengecek dan mengembalikan kelengkapan itu, dia cepat-cepat menyimpannya lalu melajukan motornya kencang.
“Gila! Ini bukan di Sentul!”, timpal Pinkan kesal lalu berlalu melanjutkan perjalanannya menuju sekolahan.
---
Pagi ini Pinkan harus bangun pagi karena dia dan kedua orang tuanya akan pindah rumah. Sebagian barang-barang miliknya dan keluarga sudah di bawa kerumah mereka yang baru. Tinggal beberapa barang-barang saja yang akan mereka bawa hari ini.
Mereka pindah karena Pinkan yang mau, Pinkan ingin memperbaiki hubungan kedua orang tuanya yang mulai nggak harmonis lagi. Dia ingin meninggalkan kenangan buruk di rumah yang lama dan mencoba membuka lembaran baru yang dia harap menjadi lebih baik di rumahnya yang baru yang akan dia dan keluarganya tempati mulai hari ini.
“Stoooooooop!!!”, teriak Pinkan kesal karena mendengar kedua orang tuanya mulai egois dan ngotot dengan keinginan mereka sendiri.
Mendengar suara anak semata wayangnya itu keduanya lalu terdiam, bersikap seperti biasa lagi, sedikit hening dan lebih akur, hanya saat Pinkan bereaksi untuk melerai keduanya.
Saatnya berangkat menuju rumah baru dengan banyak harapan baru yang menyertainya. Papah dan Mamah duduk di tempat duduk kemudi dan penumpang depan, sedangkan Pinkan duduk sendirian di kursi tengah sambil memeluk boneka beruang pink yang cukup besar yang lembut dan lucu.
Karena perjalanan yang cukup jauh itu Pinkan tertidur karena capek dan juga waktu tidurnya kurang, setelah tadi malam dia asyik telfon-telfonan dengan teman-temannya yang akan dia tinggal. Pink orang yang ramah, mudah bergaul, cerdas, manis, dan selalu ceria walaupun dalam hatinya berasa perih atas semua masalah yang dia alami.
“Bian. Sudahlah, ngapain diam disini sendirian? Yang sudah ya sudah, nggak usah dipikirin lagi, toh harusnya kamu bersyukur karena cepet tahu kalau dia itu selingkuh dibelakang kamu”, sahut Bunda pada Fabian yang duduk diam di pinggir kolam renang.
“Bian sudah nggak mikirin itu lagi, Bian cuman kepikiran kenapa dia setega itu”, jawab Bian sambil memainkan air, “Tapi nggak apa-apa, toh dia bukan yang terbaik. Bian akan cari cewek yang lain, dia sudah Bian hapus”, lanjut Bian bersemangat sambil menoleh kearag Bundanya.
Tentu saja Bunda tersenyum senang melihat anaknya itu sudah kembali bersemangat, setelah kemarin diputuskan oleh pacarnya yang ternyata selingkuh dengan cowok lain.
Bunda menepuk-nepuk pundak anaknya itu sambil terus tersenyum. “Oh ya, ada tetangga baru yang tinggal di sebrang rumah kita. Bantu-bantu sana, tadi sih Bunda lihat ada cewek cantiknya”, bujuk Bunda agar Bian nggak terus bersedih.
Bian tersenyum lebar, “Ok dech  Bunda!”, sahut Bian bersemangat. Lalu dia berjalan keluar dari rumah meninggalkan Bunda yang masih ada di pinggir kolam renang.
“Sini biar gue bantuin”, ucap Bian tiba-tiba saat melihat seorang cewek lagi mencoba untuk mengangkat sebuah kardus besar yang terlihat cukup berat.
Kontan Pinkan menoleh masih dalam posisi membungkuk hendak mengangkat barang. Bian berjalan mendekat dan hendak mengangkat kardus itu. “Yuk kita bawa sama-sama”, lanjut Bian.
Akhirnya mereka berdua bergotong royong membawa barang itu masuk kedalam rumah baru keluarga Pinkan. Masuk kedalam rumah Bian nggak melihat ada orang tua Pinkan, sampai dia turun dari lantai dua baru Bian melihat kedua orang tua Pinkan, tentu saja Bian memperkenalkan dirinya.
“Saya Bian, tante, om”, ucap Bian memperkenalkan diri sambil membungkukkan badannya.
Selesai berkenalan Bian keluar bersama Pinkan, ada beberapa barang lagi yang belum di masukkan.
“Oh, ya. Nama loe siapa?”, tanya Bian sambil mengajak bersalaman.
Pinkan tersenyum sepertinya orang yang ada dihadapannya itu nggak asing baginya, “Gue Pinkan”, sahut Pinkan sambil meraih tangan Bian.
Keduanya bersalaman.
Kemudian mereka masing-masing membawa sebuah kardus yang nggak begitu besar dan terlihat lebih ringan, sambil terus mengobrol.
“Kok gue nggak asing ya sama muka lo. Apa kita pernah ketemu sebelumnya?”, tanya Pinkan yang kemudian meletakkan kardus yang dibawanya di meja yang ada diruang tengah, lalu duduk disofa.
Bian juga duduk disamping Pinkan lalu memperhatikan wajah Pinkan yang cute itu, “Hmmm”, gumam Bian, “Kayaknya kita belum pernah ketemu deh”, lanjut Bian masih memperhatikan wajah Pinkan.
Dengan tangan kanannya Pinkan menampol ringan wajah Bian, “Ya sudah kalau gitu. Ngeliatinnya nggak usah kayak gitu banget”, timpal Pinkan sebel.
Lalu Bian melakukan apa yang dia lakukan tadi, memperhatikan wajah Pinkan, “Tapi kok kayaknya gue juga nggak asing sama wajah lo ini ya”, gumam Bian.
Lagi-lagi Pinkan menampol wajah Bian. “Sudahlah”.
“Pindah ke SMA mana?”, tanya Bian yang seolah-olah sudah tahu kalau Pinkan itu masih sekolah.
Pinkan melirik tajam kearah Bian, “Muka gue terlalu manis ya? Sampai lo langsung tahu kalau gue itu anak SMA”, tukas Pinkan penuh percaya diri.
Kontan Bian tertawa nyaring setelah mendengar ucapan Pinkan itu, “Hahaha. Muka lo itu sama aja kayak temen-temen sesekolahan gue”, lanjut Bian.
“Lo masih SMA juga? gak percaya gue!”, timpal Pinkan ngotot.
“Hmmm”, desah Bian ringan, “Biar gue tebak, pasti lo pindah ke SMA Persada?”, tatapan Bian yang tajam tertuju pada Pinkan.
Terlihat wajah Pinkan yang terkejut, “Kok dia tahu? Jangan-jangan...”, benaknya.
Sepertinya memang benar jawaban dari Bian itu, setelah melihat wajah Pinkan yang terlihat menyiratkan kalau tebakannya itu benar. Baru bertemu, baru kenalan, tapi langsung akrab, keduanya memang tipe orang yang mudah dalam bergaul, ramah dan nggak sombong. Mereka menjadi teman sekarang. Klop dan cocok.
---
Pagi ini Pinkan sudah mulai sekolah. Papah dan Mamahnya sudah berangkat ke kantor masing-masing, sedangkan Pinkan sendiri sedang menyiapkan makanan untuknya sarapan pagi ini. Sepertinya nasi goreng cukup untuk ia sarapan hari ini.
“Kok banyak banget ya?”, keluhnya saat melihat piring berisi nasi goreng yang terlalu banyak untuknya.
Perlahan dia berjalan ke tempat makan, lalu menyiapkan segelas susu putih dan juga segelas air putih. Saatnya untuk menikmati hasil masakannya. Pinkan memang bisa masak tapi tentu saja masakan yang simple yang hanya dia sendiri yang makan, soalnya keluarganya nggak pernah mempekerjakan pembantu. Hanya saja ada orang yang dua hari dalam seminggu datang ke rumahnya yang dulu untuk bersih-bersih dan merapikan kebun.
Pinkan hanya dibekali uang agar dia bisa membeli makanan yang dia inginkan sendiri, agar nggak merepotkan kedua orang tuanya yang terlampau sibuk. Karena kesibukan itu juga kedua orang tuanya mempunyai hubungan yang rumit dan mulai retak akhir-akhir ini.
Belum sempat dia melahap nasi goreng yang sudah memenuhi sendoknya, terdengar suara bel pintu rumahnya.
“Siapa sih? Pagi-pagi sudah ganggu-ganggu orang mau sarapan”, gerutu Pinkan sebel lalu beranjak pergi menuju pintu rumahnya.
Pinkan-pun membuka pintu rumahnya, “Elo”, gumam Pinkan malas.
Ternyata Bian yang datang, dengan cepat Bian tersenyum sambil menunjukkan apa yang dia bawa. “Gue disuruh nganterin nasi goreng spesial buatan Bunda buat lo. Soalnya tadi pagi-pagi banget Bunda lihat Papah sama Mamah lo sudah berangkat kerja, Bunda takut kalau lo nggak sarapa”", ucap Bian panjang lebar menjelaskan apa maksudnya dia datang ke rumah Pinkan pagi-pagi.
“Gue sudah ada sarapan, sama nasi goreng juga”, timpal Pinkan.
Bian manyun sejadinya.
Melihat hal itu terbersit sebuah ide dikepala Pinkan, “Gimana kalau kita sarapan sama-sama, lo pasti belum sarapan kan?”, ucap Pinkan bersemangat. “Kita tukeran makanan, gue makan masakan Bunda lo”, ucap Pinkan sambil meraih piring yang Bian bawa, “Lo makan masakan gue”, lanjutnya bersemangat.
Kali ini Bian tersenyum bersemangat juga. keduanya masuk dalam rumah itu dan duduk berhadapan di ruang makan. Bian melihat masakan Pinkan yang terlihat enak dan menggugah selera itu, serasa air liurnya sudah memenuhi mulut. Saatnya untuk makan.
Kedua mata Bian langsung melotot setelah beberapa saat mengunyah makanan yang Pinkan buat. Wajahnya memerah kalau ini cerita kartun pasti telinga, hidung, dan mulut Bian sudah mengeluarkan asap putih tebal. Bian kepedasan.
“Minum...minum”, Bian gelagapan mencari minuman, langsung saja dia meraih air putih yang tersaji didekatnya.
Bukannya membantu Bian yang sedang merasakan pedas luar biasa, Pinkan malah tertawa senang, merasa puas melihat Bian seperti itu. Wajah Bian benar-benar memerah, tapi Pinkan masih saja mentertawai teman barunya itu.
“Lo gila ya! Sarapan pake nasi goreng cabe kayak gini”, gerutu Bian kesal.
“Hahaha. Lo nggak suka pedas?”, tanya Pinkan geli.
Bian manyun lalu merebut sepiring nasi goreng yang dia bawa untuk Pinkan tadi, “Gue makan punya gue dan lo makan punya lo!”, tukas Bian yang kemudian menukar makanannya dengan makanan Pinkan.
Pinkan mengangguk-angguk setuju, “No problem”, timpal Pinkan ringan yang kemudian langsung menikmati nasi goreng buatannya.
“Lo berangkat naik apa?”, tanya Bian sambil terus menikmati makanannya.
“Naik motor lah, kalau lo?”, jawab Pinkan ringan.
Bian menghentikan makannya sejenak, “Naik motor juga. Tapi, emangnya lo bisa naik motor?”, tanya Bian lagi.
Pinkan tertawa geli, “Jangan kira cewek yang suka warna pink ini nggak bisa naik motor! Gue punya SIM!”, ucap Pinkan penuh percaya diri lalu melahap makanannya.
Giliran Bian yang tertawa, “Gue nggak percaya lo punya SIM”, timpal Bian meremehkan.
Pinkan tersenyum sinis, menghentikan makannya dan mulai merogoh tasnya, sepertinya ada sesuatu yang dia cari. Beberapa saat kemudian dia mengambil sebuah dompet panjang berwarna pink tentunya, dia mengeluarkan sebuah SIM dan tanpa dia lihat langsung ditunjukkan pada Bian.
“Nih! Supaya lo percaya”, gumam Pinkan.
Kedua mata Bian tertegun melihat SIM itu lalu meraihnya dan memperlihatkannya pada Pinkan, “Kok ini SIM atas nama gue? Tito Fabian Raisyad”, tukas Bian sambil menunjukkan SIM itu.
Sekarang Pinkan yang tertegun, kok bisa-bisanya SIM nya berubah jadi SIM nya Bian. Sedetik kemudian Bian bangkit dari tempat duduknya dan dengan cepat berlari kembali menuju rumahnya.
Dan nggak butuh waktu lama Bian sudah berada dihadapan Pinkan lagi dan dia membuka tasnya, mencari sesuatu. Dia terus mengorek-orek tasnya yang berwarna hitam itu, dan akhirnya Bian menunjukkan sesuatu yang dia cari.
To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...