Something Called
Love – Part 23
Untuk seminggu kedepan Pinkan
nggak akan mempedulikan masalah cintanya terlebih dulu, saatnya untuk fokus
pada Ujian Nasional yang akan menentukan kelulusannya.
Hari pertama ujian, Pinkan sudah
siap dengan segala kelengkapannya, dia juga mengenakan ikat rambut pemberian
Bian saat mereka pernah jalan-jalan bersama, Pinkan tersenyum ceria sambil
melihat bayangannya dicermin lalu ada yang membuka pintu kamarnya, yaitu Mamah.
Pagi ini Mamah dan Papah akan
mengantar Pinkan ke sekolahan, mereka berdua terlihat lebih baik dari
sebelumnya dan sekarang mereka berada disatu mobil yang sama dengan Pinkan. Setelah
selesai sarapan mereka langsung berangkat kesekolahan, sebentar lagi akan
berlangsung ujian.
Sampai disekolahan Pinkan
diturunkan di depan gerbang sekolahan, setelah berpamitan dan minta doa restu
agar dia berhasil kepada orang tuanya, Pinkan lalu masuk setelah melambaikan
tangannya saat kedua orang tuanya pergi. Semangatnya untuk hari ini sudah full,
siap untuk mengerjakan soal-soal nantinya.
---
Sebulan kemudian.
Suasana di sekolahan sudah riuh
dengan para siswa yang sedang menunggu hasil pengumuman kelulusan didepan
beberapa papan pengumuman yang telah disebar di beberapa dusut sekolahan, wali
mereka juga ikut tegang menunggu hasil keputusan dari sekolah. Dan Pinkan juga
terlihat menunggu kedua orang tuanya yang belum datang.
“Papah sama Mamah kamu belum
datang?”, tanya Kevin yang selalu ada disampingnya.
Pinkan menggelengkan kepalanya, “Katanya
masih kejebak macet”, ucap Pinkan tanpa melihat lawan bicaranya.
Lalu Kevin merangkul Pinkan, “Sudah
jangan di tunggu-tunggu gitu nanti malah kerasanya lama banget, mendingan
nungguin hasilnya dulu”, timpal Kevin tersenyum.
Lalu kali ini Pinkan menoleh
kearah cowok yang merangkulnya sambil tersenyum itu, Pinkan dibuat tersenyum
juga, “Lo pasti nggak lulus!”, ledek Pinkan.
“Kalau gue nggak lulus nggak
apa-apa asal lo juga nggak lulus!”, timpal Kevin bersemangat.
Dari jauh Bian yang lagi bersama
Vina dan banyak teman mereka melihat kegembiraan Pinkan dan Kevin, tapi Bian
nggak bisa tersenyum melihat mereka bahagia, dia akan senang kalau dia yang
membuat Pinkan berbahagia.
Saatnya pengumuman, beberapa
petugas mulai membuka papan pengumuman dan yang tertulis adalah ‘SISWA-SISWI
SMA PERSADA 100% LULUS UJIAN NASIONAL’. Sontak tulisan yang besar itu membuat
semua pelajar langsung mengharu biru, bersyukur, dan mengekspresikan
kegembiraan mereka.
Pinkan dan Kevin berpelukan
senang menang, Joni datang nggak mau kalah Joni memeluk kedua sahabatnya itu
dengan erat lalu ketiganya melonjak-lonjak kegirangan karena akhirnya bisa
mengetahui hasil ujian nasional yang sudah mereka tunggu-tunggu.
Vina hendak memeluk Bian tapi
Bian malah berjalan pergi dara keramaian itu, tentu membuat Vina mengikuti
langkahnya. Mereka berdua berjalan ke lorong yang sepi tanpa penghuni.
“Lo kenapa?”, tanya Vina sambil
menggenggam pergelangan Bian.
“Lepasin”, ucap Bian lalu memutar
badannya melihat kearah Vina, “Gue nggak bisa. Sama sekali rasa ini nggak
tumbuh buat lo, cuma ada Pinkan dihati gue”, ucap Bian tegas.
Vina terdiam sejenak.
“Gue muak dengan semua ini, gue
harap permainan ini berakhir gue nggak bisa terus-terusan sama lo”, lanjut Bian
makin tegas dengan kedua matanya yang berkaca-kaca. “Gue terlalu pengecut
karena nglepas cinta gue buat sahabat gue sendiri”, lanjut Bian.
Vina tersenyum, “Gue bisa terima
ini, gue emang nggak bisa buat lo suka sama gue. Gue juga tahu kalau cuma ada
Pinkan dihati lo”, ucap Vina sambil memaksakan senyuman. “Tapi setidaknya untuk
yang terakhir kalinya ayo kita sama-sama merayakan kelulusan kita ini”, lanjut
Vina memberikan ide.
Lalu Bian memeluk tubuh Vina
dengan erat, “Maafin gue”, ucapnya setelah melepas pelukan.
Vina mengangguk tidak apa-apa,
lalu keduanya berjalan menuju keramaian lagi mencari Pinkan, Kevin, dan Joni.
Mereka berdua hanya bertemu
dengan Kevin dan Joni diparkiran tanpa ada Pinkan disana. Bian dan Vina
berjalan mendekat kearah mereka lalu saling mengucapkan selamat atas kelulusan
mereka, sungguh mengharukan.
“Pinkan mana?”, tanya Vina pada
Joni dan Kevin.
“Dia mau ngerayain sama Mamah dan
Papahnya kita nggak usah ganggu dia dulu”, jawab Kevin sambil tersenyum.
“Pinkan seneng banget tadi waktu
kedua orang tuanya datang sama-sama”, lanjut Joni menjelaskan.
“Ya sudah, ayo kita pergi buat
ngerayain ini semua”, lanjut Vina.
Akhirnya mereka pergi hanya
berempat membiarkan Pinkan bersama dengan kedua orang tuanya. Mereka berempat
nggak sempat corat-coret baru bersama dengan teman-teman, lagian nggak ada
manfaatnya ini corat-coretan kayak gitu. Mereka berempat menuju restoran dekat
sekolahan.
Pinkan sangat senang bersama
dengan kedua orang tuanya. Kegembiraan yang berlipat ganda, kegembiraan atas
kelulusannya dan kegembiraan atas kedua orang tuanya yang menjemputnya secara
bersama-sama. Papah, Pinkan dan Mamah duduk di jok belakang, membiarkan supir
serius menyetir.
“Ada sesuatu yang ingin Papah
sama Mamah katakan sama kamu”, ucap Papah serius.
“Apa Pah?”, tanya Pinkan
penasaran.
Lalu papah memberikan amplop
besar pada Pinkan dan Pinkan membukanya ternyata sebuah surat cerai yang telah
disah-kan oleh pengadilan agama, Papah dan Mamah sudah resmi bercerai tepat
pada hari ini, hari pengumuman kelulusan Pinkan, kontan membuat Pinkan syock
nggak ketulungan. Dia melemparkan pandangannya yang pilu dan penuh tanya kepada
kedua orang tuanya secara bergantian.
“Jadi Papah sama Mamah sudah
resmi bercerai?”, tanya Pinkan memastikan.
Kedua orang tuanya mengangguk
bersamaan.
“Ini jalan terbaik untuk keluarga
kita, Papah harap kamu bisa mengerti. Ini sesuatu yang sangat sulit untuk Papah
dan Mamah putuskan, tapi inilah hasil akhirnya. Sebuah keputusan yang tepat,
keputusan yang memisahkan Papah dan Mamah”, ucap Papah mencoba menjelaskan.
Mamah mengelus-elus rambut
Pinkan, “Ini yang terbaik buat kita semua”, ucap Mamah.
Lalu Pinkan tersenyum lebar
dengan air mata yang mengalir deras kemudian memeluk kedua orang tuanya dengan
erat, “Nggak tahu baik atau buruk tapi saat seperti ini sudah Pinkan pikirkan,
Pinkan mengerti”, ucap Pinkan dewasa.
Vina, Bian, Kevin, dan Bian
sedang menikmati makanan mereka untuk merayakan kelulusan mereka.
Pinkan melihat rambu lalu lintas
penunjuk arah yang dipasang dipinggir jalan, “Kita ke bandara?”, tanya Pinkan
penasaran.
Mamahnya mengangguk, “Kita berdua
akan pindah ke Italia, Mamah pindah tugas ke Roma kamu juga akan kuliah disana”,
jawab Mamah.
Pinkan dibuat terkejut lagi,
awalnya dia terkejut dengan perceraian kedua orang tuanya dan sekarang dia
dikejutkan dengan kepindahannya bersama Mamah ke Itali, Pinkan akan
meninggalkan Indonesia dalam waktu yang belum ditentukan, dan dia akan terbang
ke Itali siang ini juga.
Dan nggak lama kemudian mereka
sampai di bandara, sebelum masuk ke tempat pengecekan tiket dan passport, Pinkan
pamit sebentar untuk menelfon temannya. Dan dia menelfon Bian tapi sayang
hp-nya Bian nggak aktif, kemudian dia menghubungi Kevin yang mungkin sedang
bersama dengan Bian.
“Hallo Pinkan”, sapa Kevin sambil
mengunyah cepat makananya.
“Hey, lo lagi sama Bian nggak?”,
tanya Pinkan cepat.
“Iya, lo mau ngomong sama dia?”,
tanya Kevin sambil melirik kearah Bian.
“Iya”, jawab singkat Pinkan.
Lalu kevin memberikan telfonnya
pada Bian, Pinkan mau bicara dengan Bian.
“Hallo”, sapa Bian.
“Bian”, ucap Pinkan bersemangat
tapi nggak tahu kenapa air matanya jadi mengalir, “Gue cuma mau jujur sama lo,
gue cinta sama lo. Mungkin ini konyol karena gue yang ngungkapin duluan, karena
gue tahu lo sudah jadi milik Vina”, ucap Pinkan cepat dengan air mata yang
terus mengalir, “Gue mau pergi jauh dan nggak tahu kapan gue akan pulang
mungkin gue memang nggak akan pulang ke Indonesia lagi. Setidaknya gue sudah
bisa jujur sama lo”, ucap Pinkan.
“Lo mau kemana?”, tanya Bian
cepat.
“Itali. Jaga diri lo baik-baik,
nggak usah datang ke bandara karena lima belas menit lagi gue sudah mau take
off”, lanjut Pinkan yang kemudian menutup telfonnya dan melepaskan baterry
hp-nya dan memasukkan semuanya dalam tas sekolahnya.
Saatnya untuk Pinkan pergi. Bian
terdiam nggak percaya Pinkan akan pergi meninggalkannya, setidaknya dia nggak
diberi kesempatan untuk menjelaskan semuanya, menjelaskan tentang keadaannya
yang sebenarnya. Kejelasan hubungan antara Bian dan Vina yang sebenarnya nggak
ada apa-apa, kejujuran Bian yang hanya mencintai Pinkan nggak bisa dia
ungkapkan tadi.
Bian terdiam dalam rasa
penyesalannya, dia terlalu pengecut selama ini. Dia bangkit dari tempat
duduknya lalu memacu motornya pergi dari situ meninggalkan Joni, Kevin dan Vina
dalam kebingungan. Bian memacu motornya kencang lalu berhenti ditempat yang
sepi dan lapang, dia melihata ada pesawat yang melintas di langit.
“Gue cinta sama lo, Pinkan! Gue
cuma cinta sama lo. Maafin gue yang terlalu pengecut ini”, teriak Bian sambil
melihat kearah pesawat itu.
To Be Continued....
wow banyak sekali partnya. mau sampe part berapa? aku nunggu lho. buruan yah, udh ngga sabar nih
BalasHapushehehe
BalasHapuscuman sampe 25 part adja...
pas tanggal 25 jg udah kelar...
tungguin ya
makasih udah mau baca
^^