Something Called
Love – Part 20
Sore ini matahari sudah bisa
bersahabat, nggak panas tapi tetap cerah membiaskan cahaya jingga khas senja
menyingsing. Pergelangan kaki kanan Pinkan yang terkilir waktu olah raga sudah
lebih baik, walau kadang-kadang masih terasa sakit, dia dibantu Kevin berjalan
menuju parkiran. Dan saat sampai diparkiran keduanya bertemu dengan Vina dan
Bian yang sepertinya juga akan pulang.
“Kaki lo masih sakit?”, tanya
Bian pada Pinkan.
Pinkan menggelengkan kepalanya
mantap, “Sudah nggak sakit kok”, jawab Pinkan sambil melepaskan gandengan
Kevin.
Kevin menuju motornya untuk
mengambil helm, dia meninggalkan Pinkan bersama dengan Bian dan juga Vina yang
sepertinya akan pulang bersama.
“Kita duluan ya”, pamit Bian pada
Pinkan, “Ayo naik”, ucap Bian pada Vina yang sudah memakai helm.
Pinkan agak tertegun melihat itu,
Bian pulang bersama dengan Vina, “Lo mau nganterin Vina pulang?”, tanya Pinkan
mencoba memastikan.
Vina hanya mengangguk dan
tersenyum senang.
“Iya. Tapi nanti setelah kita
berdua selesai ngerjain tugas”, jawab Bian.
Pinkan mengangguk mengerti. Kevin
datang dan menyerahkan helm pink untuk Pinkan, lalu Bian dan Vina pergi kerumah
Bian untuk mengerjakan tugas terlebih dulu. Kenapa nggak di rumah Vina aja
ngerjain tugasnya? Itu karena Vina yang meminta mengerjakan tugas itu dirumah
Bian saja agar dia bisa lebih dekat juga dengan Bunda.
“Ayo naik”, ajak Kevin ramah.
Lalu Pinkan-pun naik dimotor
Kevin itu, Kevin melesatkan motornya kencang untuk mengejar Bian yang belum
lama pergi. Tujuan mereka intinya sama di suatu lokasi yang sama, rumah Pinkan
dan rumah Bian yang berhadap-hadapan satu sama lain.
---
Beberapa bulan kemudian.....
Hari-hari menuju Ujian
Nasional.....
Pinkan duduk sendirian di balkon
kamarnya sambil menikmati segelas susu hangat, dia akan sendirian malam ini
Papah dan Mamah nggak akan pulang malam ini dengan alasan yang klasik yaitu
karena pekerjaan. Diteguknya sedikit demi sedikit sambil menikmati dinginnya
angin malam ini.
Dari balkon dia melihat Bian yang
akan mengantarkan Vina pulang, tadi sore Vina datang kerumah Bian untuk
memberikan sesuatu pada Bunda, sebuah oleh-oleh dari Papahnya yang baru pulang
dari Jepang. Pinkan melihat keduanya lekat-lekat lalu tersenyum saat Vina
melihat dan tersenyum kearahnya sambil melambaikan tangan bersemangat.
Bian yang sedang memakai helm
lalu ikut-ikutan melihat kearah objek yang dipandang Vina, ada Pinkan yang
kemudian nggak berekspresi apa-apa saat bertemu pandang Bian. Memang beberapa
hari belakangan hubungan keduanya nggak baik, mereka sibuk dengan kesibukan
yang dibuat mereka sendiri. Bian sekarang lebih sering bersama dengan Vina,
begitu juga Pinkan yang lebih sering bersama Kevin.
Terlihat motor Bian melaju
kencang membelah jalan. Pinkan kembali melanjutkan minumnya dan dia meletakkan
gelas besar susunya saat hp yang tergeletak di sisi kanannya mulai bergetar dan
berdering nyaring, dilihatnya layar hp dan muncul sebuaah nama yaitu Kevin.
“Jangan ngelamun!”, timpal Kevin
seolah-olah tahu keadaan Pinkan sekarang.
Pinkan mendengus nyaring, “Siapa
yang lagi ngelamun! Nggak usah sok tahu”, tukas Pinkan cepat.
“Jangan marah gitu dong”, lanjut
Kevin lagi.
“Siapa yang lagi marah? Lo tuh
yah, sok tahu banget”, tukas Pinkan agak malas.
“Jangan mikirin gue terus dong”,
timpal Kevi lagi, lagi, dan lagi.
Kali ini Pinkan mendengus agak
keras lalu mendesah ringan, “Lo tuh yah, bener-bener sok tahu banget! Gue nggak
lagi mikirin lo”, celetuk Pinkan agak kesal.
“Bohong! Jangan mikirin gue
melulu dong, kalau lo gitu jadinya gue mikirin lo terus nih dari tadi!”, gumam
Kevin bersemangat.
Pinkan tertawa geli, Kevin
menggodanya lagi. Itu memang kebiasaan Kevin tapi hanya padanya nggak dia
lakukan pada cewek-cewek yang lain. Kevin terus nyerocos ngomong sedangkan
Pinkan hanya anteng mendengarkan.
“Besok abis pulang sekolah jadi
kan ke toko buku?”, tanya Kevin memastikan.
Pinkan mengangguk seraya
berdehem, “Iya besok jadi kok”, jawab Pinkan ringan.
“Siiiip”, celetuk Kevin, “Oh ya
lo ngapain sih diluar? Dingin tahu”, ucap Kevin sok tahu karena sekarang Kevin
sedang ada di kamar rumahnya bukan disekitar tempat tinggal Pinkan.
“Gerah! Lagi nyari angin”, jawab
Pinkan ringan. “Eh sudah lah ya, gue mau belajar nih”, ucap Pinkan cepat sambil
langsung menutup telfonnya.
Sambil meletakkan hp-nya Pinkan
mendesah lega terbebas dari Kevin. Dia sering melakukan hal seperti itu, dia
malas lama-lama ngobrol dengan Kevin padahal obrolan-obrolan Kevin itu nggak
begitu membosankan, dia bosan dengan gombalan-gombalan Kevin. Untuk penghabisan
Pinkan meneguk susu hangatnya dengan cepat lalu kembali masuk ke kamarnya.
Di kamar Kevin.
Kevin melihat foto Pinkan yang
menjadi wallpaper di hp-nya, “Semakin lo kayak gitu, semakin gue suka sama lo”,
ucap Kevin manis. “Tinggal gue nunggu saat yang tepat buat nyatain rasa ini ke
lo”, lanjut Kevin penuh semangat masih serius melihat foto Pinkan yang
berseragam putih abu-abu.
Bukannya belajar tapi Pinkan
malah pergi tidur, dia memang sudah ngantuk setelah gosok gigi tadi jadi
mendingan dia langsung tidur saja, besok harus sekolah. Lampu kamarnya agak
meredup setelah dia setting dengan remote lampunya, tentu nggak sampai gelap
gulita tahu sendiri dia nggak bisa kalau gelap.
Dan Pinkan-pun lelap tertidur.
Bian baru sampai di halaman
rumahnya lalu dia memasukkan motor ke garasi. Dia keluar lagi dari garasi untuk
menutup gerbang, dia melihat jendela kamar Pinkan dengan cahaya yang sudah
meredup.
“Dia pasti sudah tidur”, gumam
Bian lirih, “Good night, have a nice dream”, ucap Bian tulus.
Lalu dia bergegas masuk
kerumahnya, membuka pintu dan menguncinya kembali. Rumahnya juga sudah sepi,
Ayah dan Bunda sudah tidur, lalu dia berjalan menyusuri tangga menuju kamarnya.
Tubuhnya lelah lalu dia berbaring setelah melepas jaketnya, Bian mendesah
panjang karena capek.
Tangan kanannya menjangkau laci
yang ada di meja dekat kasurnya, dia mengambil sebuah pigura kecil lalu dia
melihat foto yang disematkan didalamnya.
“Coba aja Kevin nggak suka sama
lo, pasti gue sudah bisa milikin lo”, ucap Bian masih tertidur, “Gue sama Kevin
sudah terlanjur berjanji nggak akan menyukai cewek yang sama”, lanjut Bian
serius, “Tapi gue cuman suka dan sayang sama lo”, ucap Bian tulus.
Dan yang ada didalam pigura itu
adalah foto Pinkan dan dirinya saat dulu waktu masih sering bersama. Bian
benar-benar merasa bingung harus bersikap seperti apa, jadi dia memilih memberi
jarak antara dirinya dengan Pinkan karena dia tahu Kevin suka pada Pinkan. Pilihan
terrumit untuk Bian, antara cewek yang dia cintai atau sahabatnya, tapi sejenak
dia sedikit melupakan hal itu karena sebentar lagi ada Ujian Nasional.
Tapi Bian nggak bisa benar-benar
melupakan Pinkan, sungguh menjadi sebuah dilema.
---
Bian yang baru sampai diparkiran
hendak mengambil helm-nya kemudian dia melihat Pinkan yang berboncengan dengan
Kevin keluar dari halaman sekolahan, mereka pergi ke toko buku bersama-sama
setelah jam tambahan hari ini. Sekarang Kevin lebih sering menaiki motornya
daripada mobilnya, karena Pinkan lebih suka naik motor.
“Pegangan dong”, ucap Kevin masih
memegang kedua stang motornya.
“Halaah, gini aja sudah cukup. Gue
biasa kayak gini!”, jawab Pinkan ringan.
Kevin mempercepat laju motornya
berharap agar Pinkan lebih mendekat kearahnya tapi Pinkan lebih cerdas dan bisa
membaca situasi, jadi trik dari Kevin sama sekali nggak berhasil. Kevin
mendesah kesal sedangkan Pinkan terseringai masih terus menjaga jarak dengan
Kevin.
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar