•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Selasa, 20 Desember 2011

Something Called Love - Part 20


Something Called Love – Part 20
Sore ini matahari sudah bisa bersahabat, nggak panas tapi tetap cerah membiaskan cahaya jingga khas senja menyingsing. Pergelangan kaki kanan Pinkan yang terkilir waktu olah raga sudah lebih baik, walau kadang-kadang masih terasa sakit, dia dibantu Kevin berjalan menuju parkiran. Dan saat sampai diparkiran keduanya bertemu dengan Vina dan Bian yang sepertinya juga akan pulang.
“Kaki lo masih sakit?”, tanya Bian pada Pinkan.
Pinkan menggelengkan kepalanya mantap, “Sudah nggak sakit kok”, jawab Pinkan sambil melepaskan gandengan Kevin.
Kevin menuju motornya untuk mengambil helm, dia meninggalkan Pinkan bersama dengan Bian dan juga Vina yang sepertinya akan pulang bersama.

“Kita duluan ya”, pamit Bian pada Pinkan, “Ayo naik”, ucap Bian pada Vina yang sudah memakai helm.
Pinkan agak tertegun melihat itu, Bian pulang bersama dengan Vina, “Lo mau nganterin Vina pulang?”, tanya Pinkan mencoba memastikan.
Vina hanya mengangguk dan tersenyum senang.
“Iya. Tapi nanti setelah kita berdua selesai ngerjain tugas”, jawab Bian.
Pinkan mengangguk mengerti. Kevin datang dan menyerahkan helm pink untuk Pinkan, lalu Bian dan Vina pergi kerumah Bian untuk mengerjakan tugas terlebih dulu. Kenapa nggak di rumah Vina aja ngerjain tugasnya? Itu karena Vina yang meminta mengerjakan tugas itu dirumah Bian saja agar dia bisa lebih dekat juga dengan Bunda.
“Ayo naik”, ajak Kevin ramah.                    
Lalu Pinkan-pun naik dimotor Kevin itu, Kevin melesatkan motornya kencang untuk mengejar Bian yang belum lama pergi. Tujuan mereka intinya sama di suatu lokasi yang sama, rumah Pinkan dan rumah Bian yang berhadap-hadapan satu sama lain.
---
Beberapa bulan kemudian.....
Hari-hari menuju Ujian Nasional.....
Pinkan duduk sendirian di balkon kamarnya sambil menikmati segelas susu hangat, dia akan sendirian malam ini Papah dan Mamah nggak akan pulang malam ini dengan alasan yang klasik yaitu karena pekerjaan. Diteguknya sedikit demi sedikit sambil menikmati dinginnya angin malam ini.
Dari balkon dia melihat Bian yang akan mengantarkan Vina pulang, tadi sore Vina datang kerumah Bian untuk memberikan sesuatu pada Bunda, sebuah oleh-oleh dari Papahnya yang baru pulang dari Jepang. Pinkan melihat keduanya lekat-lekat lalu tersenyum saat Vina melihat dan tersenyum kearahnya sambil melambaikan tangan bersemangat.
Bian yang sedang memakai helm lalu ikut-ikutan melihat kearah objek yang dipandang Vina, ada Pinkan yang kemudian nggak berekspresi apa-apa saat bertemu pandang Bian. Memang beberapa hari belakangan hubungan keduanya nggak baik, mereka sibuk dengan kesibukan yang dibuat mereka sendiri. Bian sekarang lebih sering bersama dengan Vina, begitu juga Pinkan yang lebih sering bersama Kevin.
Terlihat motor Bian melaju kencang membelah jalan. Pinkan kembali melanjutkan minumnya dan dia meletakkan gelas besar susunya saat hp yang tergeletak di sisi kanannya mulai bergetar dan berdering nyaring, dilihatnya layar hp dan muncul sebuaah nama yaitu Kevin.
“Jangan ngelamun!”, timpal Kevin seolah-olah tahu keadaan Pinkan sekarang.
Pinkan mendengus nyaring, “Siapa yang lagi ngelamun! Nggak usah sok tahu”, tukas Pinkan cepat.
“Jangan marah gitu dong”, lanjut Kevin lagi.
“Siapa yang lagi marah? Lo tuh yah, sok tahu banget”, tukas Pinkan agak malas.
“Jangan mikirin gue terus dong”, timpal Kevi lagi, lagi, dan lagi.
Kali ini Pinkan mendengus agak keras lalu mendesah ringan, “Lo tuh yah, bener-bener sok tahu banget! Gue nggak lagi mikirin lo”, celetuk Pinkan agak kesal.
“Bohong! Jangan mikirin gue melulu dong, kalau lo gitu jadinya gue mikirin lo terus nih dari tadi!”, gumam Kevin bersemangat.
Pinkan tertawa geli, Kevin menggodanya lagi. Itu memang kebiasaan Kevin tapi hanya padanya nggak dia lakukan pada cewek-cewek yang lain. Kevin terus nyerocos ngomong sedangkan Pinkan hanya anteng mendengarkan.
“Besok abis pulang sekolah jadi kan ke toko buku?”, tanya Kevin memastikan.
Pinkan mengangguk seraya berdehem, “Iya besok jadi kok”, jawab Pinkan ringan.
“Siiiip”, celetuk Kevin, “Oh ya lo ngapain sih diluar? Dingin tahu”, ucap Kevin sok tahu karena sekarang Kevin sedang ada di kamar rumahnya bukan disekitar tempat tinggal Pinkan.
“Gerah! Lagi nyari angin”, jawab Pinkan ringan. “Eh sudah lah ya, gue mau belajar nih”, ucap Pinkan cepat sambil langsung menutup telfonnya.
Sambil meletakkan hp-nya Pinkan mendesah lega terbebas dari Kevin. Dia sering melakukan hal seperti itu, dia malas lama-lama ngobrol dengan Kevin padahal obrolan-obrolan Kevin itu nggak begitu membosankan, dia bosan dengan gombalan-gombalan Kevin. Untuk penghabisan Pinkan meneguk susu hangatnya dengan cepat lalu kembali masuk ke kamarnya.
Di kamar Kevin.
Kevin melihat foto Pinkan yang menjadi wallpaper di hp-nya, “Semakin lo kayak gitu, semakin gue suka sama lo”, ucap Kevin manis. “Tinggal gue nunggu saat yang tepat buat nyatain rasa ini ke lo”, lanjut Kevin penuh semangat masih serius melihat foto Pinkan yang berseragam putih abu-abu.
Bukannya belajar tapi Pinkan malah pergi tidur, dia memang sudah ngantuk setelah gosok gigi tadi jadi mendingan dia langsung tidur saja, besok harus sekolah. Lampu kamarnya agak meredup setelah dia setting dengan remote lampunya, tentu nggak sampai gelap gulita tahu sendiri dia nggak bisa kalau gelap.
Dan Pinkan-pun lelap tertidur.
Bian baru sampai di halaman rumahnya lalu dia memasukkan motor ke garasi. Dia keluar lagi dari garasi untuk menutup gerbang, dia melihat jendela kamar Pinkan dengan cahaya yang sudah meredup.
“Dia pasti sudah tidur”, gumam Bian lirih, “Good night, have a nice dream”, ucap Bian tulus.
Lalu dia bergegas masuk kerumahnya, membuka pintu dan menguncinya kembali. Rumahnya juga sudah sepi, Ayah dan Bunda sudah tidur, lalu dia berjalan menyusuri tangga menuju kamarnya. Tubuhnya lelah lalu dia berbaring setelah melepas jaketnya, Bian mendesah panjang karena capek.
Tangan kanannya menjangkau laci yang ada di meja dekat kasurnya, dia mengambil sebuah pigura kecil lalu dia melihat foto yang disematkan didalamnya.
“Coba aja Kevin nggak suka sama lo, pasti gue sudah bisa milikin lo”, ucap Bian masih tertidur, “Gue sama Kevin sudah terlanjur berjanji nggak akan menyukai cewek yang sama”, lanjut Bian serius, “Tapi gue cuman suka dan sayang sama lo”, ucap Bian tulus.
Dan yang ada didalam pigura itu adalah foto Pinkan dan dirinya saat dulu waktu masih sering bersama. Bian benar-benar merasa bingung harus bersikap seperti apa, jadi dia memilih memberi jarak antara dirinya dengan Pinkan karena dia tahu Kevin suka pada Pinkan. Pilihan terrumit untuk Bian, antara cewek yang dia cintai atau sahabatnya, tapi sejenak dia sedikit melupakan hal itu karena sebentar lagi ada Ujian Nasional.
Tapi Bian nggak bisa benar-benar melupakan Pinkan, sungguh menjadi sebuah dilema.
---
Bian yang baru sampai diparkiran hendak mengambil helm-nya kemudian dia melihat Pinkan yang berboncengan dengan Kevin keluar dari halaman sekolahan, mereka pergi ke toko buku bersama-sama setelah jam tambahan hari ini. Sekarang Kevin lebih sering menaiki motornya daripada mobilnya, karena Pinkan lebih suka naik motor.
“Pegangan dong”, ucap Kevin masih memegang kedua stang motornya.
“Halaah, gini aja sudah cukup. Gue biasa kayak gini!”, jawab Pinkan ringan.
Kevin mempercepat laju motornya berharap agar Pinkan lebih mendekat kearahnya tapi Pinkan lebih cerdas dan bisa membaca situasi, jadi trik dari Kevin sama sekali nggak berhasil. Kevin mendesah kesal sedangkan Pinkan terseringai masih terus menjaga jarak dengan Kevin.
To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...