Something Called
Love – Part 25
Lima tahun kemudian....
Sudah beberapa bulan yang lalu
Kevin mulai menjalani profesi barunya menjadi seorang pengacara, dan seringnya
dia mendapat client seorang artis. Artis-artis dengan permasalahan yang cukup
bermacam-macam, mulai dari kekerasan rumah tangga, cerai, pencemaran nama baik,
pengeroyokan, atau apalah itu dengan sukses Kevin dapat menyelesaikan semuanya.
Joni jugas asyik dengan
kehidupannya menjadi seorang seniman, khususnya pembuat komik. Dan
komik-komiknya yang dia buat mengenai dirinya dan kedua temannya Bian dan Kevin
sudah dibukukan dan banyak yang suka, sampai-sampai dibuat subjudul-subjudul
yang lainnya masih dengan judul yang sama yang berisi cerita tentang mereka
bertiga.
Dan sebulan yang lalu Bian sudah
melakukan wisuda dengan teman-temannya yang sama-sama menjadi seorang dokter. Dua
minggu lagi tinggal pengucapan janji menjadi seorang dokter akan dilakukan Bian
dan juga teman-teman seperjuangannya di fakultas kedokteran. Bian berencana
akan melanjutkan S2 mengambil spesialis bedah toraks.
Dan selama lima tahun ini Bian
belum juga bisa berhubungan dengan Pinkan, Pinkan benar-benar lenyap nggak ada
yang tahu tentang kabarnya. Dia makin sulit untuk menghubungi pinkan karena
Papah Pinkan pindah rumah lagi, dan dia nggak tahu kemana Papah Pinkan pindah. Sungguh
sudah segala cara dilakukan tapi tetap Pinkan nggak ditemukannya.
Sekarang Kevin sedang ada dirumah
Bian dan Joni juga akan bergabung, Joni dalam perjalanan dari rumah Sari menuju
rumah Bian. Bian dan Kevin lagi asyik main PS siang ini, minuman dan cemilan
yang berserakan di meja menjadi bukti keasyikan mereka berdua melewati hari
ini. Dan beberapa saat kemudian Joni sampai di rumah Bian.
Dengan penuh percaya dirinya Joni
berdiri didepan Bian dan Kevin yang membuat keduanya kesulitan melihat tivi.
“Awas!”, tegur Kevin.
Tapi Joni malah merogoh tasnya
untuk mencari sesuatu lalu terlihat Joni mengeluarkan sebuah buku yang
bentuknya seperti komik atau apalah itu.
“Taraaaaa”, ucap Joni sambil
menunjukkan apa yang dia pegang.
Kevin dan Bian sekarang
memperhatikan apa yang diperlihatkan oleh Joni.
“Something Called Love, Kenapa
waktu kita selalu salah? Karya Fabian Raisyad”, ucap Joni yang sudah hapal
benar tulisan yang ada di cover buku yang dia pegang.
“Ini tulisan gue?”, tanya Bian
nggak percaya sambil merebut buku itu.
Joni mengangguk bersemangat, “Mereka
mau nerbitin. Ini baru contoh, sebelum buku ini di jual ke pasaran. Cover pink
yang ceria pastinya sesuai sama si Pinky girl itu kan?”, ucap Joni yang
kemudian berjalan dan duduk disofa.
“Ini lo yang nulis?”, tanya Kevin
nggak percaya lalu merebut buku yang ternyata novel itu dari tangan Bian.
“Ini bener mau diterbitin?”,
tanya Bian nggak percaya sambil memutar tubuhnya menghadap Joni.
Joni mengangguk penuh semangat, “Iya,
seminggu lagi sudah bisa launching. Pokoknya semuanya beres!”, jawab Joni
serius.
Wah wah, sekarang si calon dokter
bedah toraks ini juga menjadi seorang penulis novel. Awal mulanya Bian senang
membaca cerita-cerita komik buatan Joni lalu dia berbincang-bincang dengan Joni
mengenai hal itu, dia ingin mengungkapkan isi hatinya dalam bentuk cerita
seperti yang Joni lakukan tapi sayang dia nggak ada bakat untuk menggambar,
lalu Joni menyarankan kalau Bian lebih baik mencoba menulis sebuah novel.
Dan sekarang jadilah sebuah novel
tentang perjalanan cinta Bian dan Pinkan, dengan judul ‘Something Called Love’,
tag line-nya ‘Kenapa waktu kita selalu salah?’. Sungguh isinya ungkapan hati
Bian yang menggambarkan dirinya sebagai seorang pengecut yang akhirnya membuat
cintanya pergi meninggalkannya.
Kevin mulai asyik membaca novel
buatan Fabian Raisyad alias Bian itu. Ceritanya ringan tapi sungguh bagus,
pemilihan bahasanya juga nggak terlalu tinggi jadi mudah untuk dipahami, alur ceritanya
juga menyenangkan sama sekali nggak membingungkan. Bian tersenyum bangga
melihat hasil karyanya tersebut.
“Gue nyesel jadi temen lo Bian!
lo ternyata pengecut yah”, ledek Kevin masih membaca novel buatan Bian.
“Sialan lo”, sebuah bantal
melayang kearah Kevin.
Tapi dengan sigap Kevin lalu
menangkapnya dengan satu tangan tanpa merubah posisi duduknya sama sekali. Ketrampilan
Kevin yang dulu dia dalami yaitu silat masih dia kuasai, cukup untuk bekal dia
membela dirinya sendiri.
---
Seminggu kemudian....
Di sebuah toko buku yang sudah
dipilih, Bian akan meluncurkan novel perdananya. Novel yang menceritakan kisah
hidupnya, kisah cintanya sewaktu SMA. Dalam novelnya, Bian sama sekali nggak
mengganti nama seorang tokohpun, dia menggunakan nama asli nggak ada yang
diganti dalam novelnya itu.
Bedah buku bersama dokter muda
ini sungguh banyak peminatnya. Jarang-jarang ada dokter yang menulis sebuah
buku, apalagi buku itu adalah novel dan novel tentang cerita cinta pula, itu
sangat jarang sekali ditemukan. Dan bian membuat gebrakan baru, kalau dokter
juga bisa menulis.
Masih dalam sesi tanya jawab
mengenai novel ‘Something Called Love’ yang ditulisnya, banyak orang yang
tertarik membacanya. Bukan hanya dari kalangan remaja-remaja cewek yang gila
akan novel dan tokoh-tokohnya, juga dengan beberapa cewek-cewek yang sepertinya
sudah bekerja juga tertarik dan mengikuti acara peluncuran buku ini.
Seorang perempuan yang mengenakan
high hells berwarna pink berpadu dengan dress santai bermotif bunga-bunga kecil
bernuansa pink, di tambah tas berwarna pink ceria yang diselempangkannya di
pundak, terlihat sungguh menawan. Perempuan itu berjalan melewati toko buku di
mana Bian sedang meluncurkan buku perdananya.
Lalu cewek itu berhenti tepat di
x-banner yang terpasang di luar toko buku dalam Mall yang luas itu. Cewek
misterius berambut panjang bergelombang melihat x-banner itu dengan seksama,
dia membaca tulisan isi dari x-banner untuk promosi novel karya Bian yang
pertama.
Terlihat bibir perempuan itu yang
tersenyum simpul setelah membaca semua tulisan di x-banner tempat promosi novel
buatan dokter Fabian Raisyad. Lalu cewek misterius itu masuk ke toko buku
tersebut dan berjalan menuju tempat novel lalu memilih novel buatan Fabian
Raisyad. Setelah membayarnya cewek itu ikutan antre untuk mendapatkan tanda
tangan Fabian Raisyad di novelnya.
“Pak dokter mau tanya boleh
nggak?”, tanya seorang cewek remaja berseragam putih abu-abu.
Bian mengangguk, “Boleh”,
jawabnya singkat.
“Cewek yang dokter suka itu apa
sudah kembali ke Indonesia?”, tanya cewek itu polos.
Bian sedikit tertawa lalu
menggelengkan kepalanya, “Sampai sekarang saya masih menunggu”, ucap Bian ramah
sambil mengembalikan buku novel cewek itu yang sudah dia tanda tangani tadi.
Joni yang duduk disamping Bian
melihat ke antrean yang mulai mengular didepan Bian, dia melihat sosok cewek
yang sepertinya nggak asing lagi untuknya. Cewek yang berdress santai dengan
high hells pink melihat kearah Joni lalu tersenyum cerah, keduanya sepertinya
saling mengenal.
Joni melambaikan tangannya hendak
memanggil nama cewek itu tapi dia mengurungkan niatnya setelah melihat cewek
itu yang ternyata Pinkan mengisyaratkan agar Joni diam dan bersikap seperti
biasa anggap nggak terjadi apa-apa. Joni mengerti mengangguk tahu.
Saatnya untuk si cewek pink
mendapatkan tanda tangan Fabian Raisyad.
“Nama kamu siapa?”, ucap Bian
siap menulis.
“Tulis aja si Pinky girl”, ucap
Pinkan.
Mendengar ucapan itu lalu Bian
menengadahkan kepalanya melihat sosok cewek yang sekarang ada didepannya itu. Bian
terkejut melihat seorang perempuan yang ditunggunya selama lima tahun dan
sekarang perempuan cantik itu sudah ada dihadapannya.
Bian berdiri dengan mata yang
nggak berkedip sama sekali, dia masih tertegun melihat Pinkan Sarra Laila yang
sekarang sudah kembali ke Indonesia. Bian seperti bermimpi di siang bolong
seperti ini, orang-orang yang ada disekitar mereka melihat kearah Bian dan
cewek yang dihadapannya dengan penuh tanya.
“Selamat sore pak Dokter Tito
Fabian Raisyad”, ucap Pinkan manis.
Bian tersenyum senang, kedua
matanya berkaca-kaca. Lalu dia berjalan keluar meja dan berdiri di samping
Pinkan, membuat orang-orang riuh penuh tanya melihat peristiwa itu.
Kedua tangan Bian memegang wajah
Pinkan dengan rasa nggak percaya, “Ini beneran lo?”, tanya Bian masih nggak percaya.
Pinkan tersenyum lalu
menganggukkan kepalanya, “Ini gue, Pinkan”, jawab Pinkan manis.
Dengan cepat setelah mendengar
jawaban dari Pinkan, Bian memeluknya erat sekali, orang-orang yang ada
disekitar mereka terhenyak penuh tanya dan tanya. Pinkan menyambut pelukan Bian
itu, keduanya berpelukan. Rindu, rindu, dan rindu, itu perasaan keduanya.
Lalu setelah lama berpelukan Bian
melepaskannya dan melihat kearah antrean orang-orang, “Ini si Pinky girl itu”,
ucap Bian bersemangat sambil menggandeng tangan Pinkan.
Orang-orang langsung riuh merasa
senang dan bersimpatik terhadap Bian yang telah menemukan cintanya kembali. Kedua
mata Bian meneteskan air mata, begitu juga dengan Pinkan. Lalu keduanya
berhadap-hadapan.
“Apa lo nungguin gue selama ini?”,
tanya Pinkan penuh harap Bian menjawab iya.
Bian diam sejenak lalu menggelengkan
kepalanya, “Bukan nungguin, lebih tepatnya selalu menunggu lo untuk kembali”,
jawab Bian sambil tersenyum.
Bian menggenggam kedua tangan
Pinkan, “Gue harap waktu ini nggak salah untuk kita”, ucap Bian, “Gue yang
pengecut ini ingin memberanikan diri untuk jujur sama lo”, lanjut Bian serius
membuat orang-orang terhenyak, “Gue baru tahu rasa ini yang namanya cinta dan
semua itu gue rasain saat-saat bersama lo, saat gue kangen sama lo, saat cuma
lo yang ada dipikiran gue. Gue yakin cinta tulus gue ini buat lo. Gue cuma
cinta sama lo”, ucap Bian serius.
Pinkan tersenyum senang, “Gue
harap ini bukan waktu yang salah untuk kita, karena gue harus jujur juga kalau
sampai saat ini gue cuma cinta sama lo, Fabian Raisyad”, ucap Pinkan.
Mendengar jawaban Pinkan, tentu
Bian merasa senang lalu memeluk cewek yang nggak pernah bisa dia lupain selama
lima tahun ini, cewek yang dicintainya. Joni tersenyum senang akhirnya cinta
kedua sahabatnya itu terpaut juga. Banyak orang yang mengabadikan moment itu,
semuanya ikut bahagia dengan akhir cerita cinta yang bahagia ini, nggak sedikit
remaja yang terbawa suasana sampain meneteskan air mata juga.
Begitulan cinta. Sesuatu yang
kecil bisa membuat lo terus kepikiran sama seseorang, senang melihatnya
tersenyum karena apa yang lo lakuin, melindunginya saat ia ketakutan, cemburu
gila karena melihat dia dengan orang lain yang sebenarnya sama sekali nggak ada
pentingnya buat dia, selalu merasa nyaman disampingnya, merasa khawatir saat
dia dalam keadaan yang baik, mampu menunggunya selama apapun, karena sesuatu
itulah yang disebut cinta.
*** T.A.M.A.T ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar