•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Rabu, 14 Desember 2011

Something Called Love - Part 14


Something Called Love – Part 14
Vina terlihat terburu-buru keluar dari kamar hotelnya, sepertinya ada hal genting. Bian dan Joni baru lima menit yang lalu masuk ke kamar mereka tapi langsung di ganggu lagi oleh ketukan pintu dan bunyi bel dari Vina yang terlihat khawatir.
Bian yang membukakan pintu untuk Vina.
“Pinkan nggak ada. Pinkan nggak ada di kamar, Pinkan hilang”, ucap Vina cepat-cepat.
Setidaknya untuk kali ini Vina peduli sama Pinkan, soalnya dia nggak melihat Pinkan ada dikamar dengan hp Pinkan yang tergeletak begitu saja dimeja.

“Gue sudah cari kemana-mana, kamar mandi, balkon, sampai ke koridor-koridor tapi gue nggak nemuin dimana Pinkan”, ucap Vina khawatir.
Tentu saja membuat Bian khawatir juga, langsung dia bergegas keluar, berlari menyusuri lorong-lorong hotel untuk mencari Pinkan. Lalu dia turun ke lantai satu untuk bertanya pada resepsionis tentang Pinkan, apa mereka melihat Pinkan atau tidak.
“Permisi mba, apa salah satu temen cewek saya keluar dari hotel ini”, ucap Bian terburu-buru.
Mba-mba resepsionis itu menjawab dengan teratur setelah memperhatikan wajah Bian, “Memang benar, tadi dia minta dipesankan taksi untuk mengantarnya jalan-jalan”, jawab mba itu ramah.
Tiba-tiba ada yang menepuk pundak Bian dengan cukup keras, “Ngapain lo disini?”, terdengar suara seorang cewek.
Bian-pun langsung berbalik badan dan terkejut melihat siapa yang ada didepannya sekarang, kedua matanya melolo karena terkejut, bukan hantu bukan hal-hal aneh lainnya yang dia lihat tapi Pinkan dengan satu tangannya penuh menjinjing barang-barang belanjaan hasil petualangannya malam ini.
“Lo kemana aja? Lo sengaja pengin bikin kita semua khawatir? Hah! Lo tuh nggak pernah mikir ya”, ucap Bian ketus pada Pinkan.
Nyali Pinkan menciut, dia diam, matanya sedikit berkaca-kaca.
“Kita ini liburan sama-sama, bukan cuman lo doang yang liburan dan yang lain sibuk nyari-nyari lo. Lo tuh bisanya cuma ngrepotin aja!”, ucap Bian keras lalu pergi meninggalkan Pinkan yang masih di lobby.
Mata para petugas dan beberapa pengunjung hotel tertuju pada Pinkan seorang yang tadi dimarahi oleh Bian. Tapi Pinkan mencoba bersikap biasa saja, dia berjalan menuju reseptionis dengan langkah kecil. Dia berdiri tepat didepan petugas hotel yang tadi ditanyai oleh Bian tentang menghilangnya dirinya.
“Disa tolong pesankan taksi lagi untuk saya”, ucap Pinkan sopan.
Petugasnyapun mengangguk, “Tunggu sebentar”, ucapnya singkat mulai mengangkat gagang telfon untuk memesan taksi.
Dan benar, nggak lama kemudian taksi sudah datang, petugas itu memberi tahu Pinkan yang duduk sendirian di lobby. Bian, Jony, dan Vina ada dikamar mereka masing-masing, Bian menyuruh nggak mempedulikan Pinkan yang egois dan kekanak-kanakan itu.
Pinkan masuk kedalam taksi duduk dengan barang-barang belanjaannya yang kebanyakan oleh-oleh khas sini, “Ke stasiun pak”, ucap Pinkan ringan.
“Baik mba”, ucap pak supir yang belum terlalu tua tersebut.
Malam ini juga Pinkan ingin pulang lagi ke Jakarta, ternyata ide liburan ini nggak sebaik yang dia kira. Dia juga menitip pesan pada petugas hotel agar besok semua barang-barangnya yang masih ada dikamar segera di beresin lalu di paketin ke alamat rumah yang telah dia kasih tadi.
Kedua mata Pinkan masih sedikit berkaca-kaca, dia nggak mau menangis karena menurut dia itu nggak ada baiknya buat dia. Dia masih terngiang-ngiang kata-kata Bian yang membuat hatinya sakit, kenapa Bian jadi aneh seperti itu? Apa sebenarnya kesalahan yang ada pada diri Pinkan, Pinkan-pun nggak tahu.
Dikamar hotel, Bian nggak bisa tidur karena hatinya yang nggak bisa tenang, dia heran kenapa dari tadi seperti ini. Dia juga merasa bersalah karena telah memarahi Pinkan yang sebenarnya nggak salah, itu semua karena Bian yang terlalu mengkhawatirkan Pinkan, takut Pinkan kenapa-kenapa. Tapi entah kenapa semuanya jadi runyam seperti ini, niat Bian bukan memarahi Pinkan.
“Gue terlalu bodoh dalam hal ini!”, ucapnya lirih.
Joni yang sudah tertidur nggak akan mungkin mendengarnya. Bian merubah posisi tidurnya menjadi terlentang dan menindihi kepalanya dengan tangan kanannya yang ditekuk, dia masih memikirkan Pinkan dia merasa bersalah tapi terlalu sulit untuknya meminta maaf, karena sikapnya yang terlanjur kasar tadi.
“Ahhh!!”, gerutu Bian kesal sambil mengacak-acak rambutnya.
Pinkan antri membeli tiket kereta tujuan Jakarta, untung saja ada kelas eksekutif pula. Dan nggak perlu waktu lama untuk menunggu, kereta yang akan membawanya pulang akhirnya datang juga, saatnya Pinkan untuk naik bersama penumpang lainnya. Sempat dia menoleh kebelakang berharap ada Bian tapi stasiun malam itu sepi jarang ada orang.
Penumpang kereta malam itu nggak terlalu banyak, Pinkan duduk sendirian tanpa ada orang disamping tempat duduknya, tapi itu bukan suatu masalah baginya. Setelah menata semua barang-barang belanjaannya dia mulai memasangkan ear phone dalam telinganya lalu mendengarkan musik sambil menutup matanya mencoba untuk tidur. Dia capek sekali hari ini, perjalanan yang cukup melelahkan untuknya.
Pagi ini mentari bersinar cukup cerah, Vina yang masih tertidur sedikit terganggu dengan suara ketukan pintu. Ternyata setelah ia membukanya ada petugas yang akan mengambil barang-barang Pinkan, karena pagi ini juga akan di kemas dan dikirim ke Jakarta.
Dengan masih memakai baju tidurnya, dengan rambut yang masih acak-acakan pula Vina terbengong melihat para petugas yang bekerja sangat cepat dan nggak lama kemudian para petugas pamit keluar dengan membawa barang-barang Pinkan.
“Jangan-jangan Pinkan sudah pulang duluan tadi malam, makanya gue tunggu-tunggu dikamar sampai ketiduran dia tetep nggak datang”, gumam Vina baru menyadari.
Cepat-cepat dia keluar dari kamar untuk pergi ke kamar Bian dan Joni, tapi kemudian dia berfikir lagi nggak mungkin dia terlihat berantakan setelah tidur dihadapan Bian, jadi dia memutuskan untuk mandi dulu baru pergi untuk memberitahu Bian dan Joni tentang Pinkan yang sudah pulang duluan.
“Bian, Joni ayo cepet buka pintunya”, ucap Vina keras.
Dan nggak lama kemudian pintu terbuka Vina melihat Bian dan Joni yang acak-acakan karena baru bangun tidur.
“Ada apa?”, tanya Joni sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sama sekali nggak gatal.
“Pinkan. Pinkan sudah pulang ke Jakarta”, ucap Vina cepat.
“Apa?!”, tanya Bian dan Joni bersamaan.
Tapi Vina langsung mencoba menjelaskan semuanya, dia juga sudah tanya sama reseptionis kalau memang Pinkan tadi malam pesan taksi untuk mengantarkannya ke stasiun karena dia ingin pulang ke Jakarta. Vina juga menunjukkan hp Pinkan yang tertinggal di kamar dari kemarin, semua barang-barang Pinkan juga sudah dipaketkan kilat menuju Jakarta dan akan sampai nanti sore.
Tapi kemudian Bian bersikap biasa kembali, “Biarin aja dia pulang duluan, kita pulang nanti sore saja, kita harus tetap menikmati liburan”, ucap Bian sambil berlalu masuk kekamarnya lagi.
Joni dan Vina langsung bertemu pandang keheranan mendengar ucapan Bian tadi.
“Sudah, lo balik ke kamar lo dulu sana”, usip halus Joni pada Vina.
Tanpa membalas apa-apa, Vina langsung berjalan kembali kekamarnya. Sedangkan Bian sekarang meraih handuk lalu masuk ke kamar mandi. Setelah dia berada sendirian didalam sana dia merogoh sakunya mengambil hand phone lalu dia memencet beberapa nomor kemudian meletakkan hp-nya di daun telinga sebelah kanan.
“”Hallo Bunda, apa Bunda lihat Pinkan dirumahnya?.... oh gitu ya?... Ya sudah, Bian cuma tanya aja.... Nggak kok, kita nggak ada masalah.... Ya tapi emang kemarin sedikit ada kesalah pahaman, Bian terlalu keras sama dia.... Iya Bunda, kalau Bian sudah pulang pasti Bian langsung minta maaf.... Iya, iya, sudah dulu ya Bian mau mandi dulu. Asslamuallaikum”, ucap Bian yang sudah menutup telfonnya.
Saatnya untuk Bian mandi. (sensor-red)
Vina sudah dari lima menit yang lalu menunggu Joni dan Bian datang ke restoran untuk sarapan. Kegiatan hari ini yang rencananya akan berpetualang ke Baturraden nggak jadi, pagi ini mereka hunting oleh-oleh dan siangnya mereka harus sudah pulang ke Jakarta, walaupun liburan mereka masih beberapa minggu lagi, tapi ya sudahlah.
Dan sepuluh menit kemudian Bian dan Joni datang juga. Mereka sudah tertata rapi dan segar nggak kayak waktu Vina melihat mereka tadi pagi, mereka berdua masih acak-acakan.
“Gue tadi sudah telfon kerumahnya Pinkan. Dia sudah ada dirumah, dia baik-baik aja”, ucap Vina setelah menikmati teh manis hangatnya.
“Syukur deh”, ucap syukur Joni tulus.
Dalam hati Bian juga ikut bersyukur walau dia sudah tahu dari Bundanya tadi, tapi ini juga membuatnya lebih lega dan nggak terlalu khawatir lagi sama Pinkan yang sudah aman dirumah.
To Be Continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...