Akhirnya
kuliah selesai juga, Vanes dan Anis yang marah akibat sahabat mereka yang
dikhianati oleh Bimo mencoba membalasnya, mereka harus menemukan Bimo
secepatnya.
“Kita
harus bener-bener kasih pelajaran buat Bimo, tega-teganya dia selingkuh”, ucap
Vanes geram.
Kali
ini Anis juga terlihat marah, “Ya. Bimo harus nyesel ngelakuin itu semua”, ucap
Anis.
Bimo
dan kawan-kawan lagi ada di kantin, Vanes dan Anis sampai juga disana. langsung
saja Vanes menghadiahkan sebuah pukulan mantap dipipi kanan Bimo, “Itu spesial
dari Tasya buat loe!”, ucap Vanes masih dengan mencengkram kerah baju Bimo.
Teman-teman
Bimo yang lain mencoba menghalangi termasuk Evan disana tapi Bimo menghalangi
mereka dan membiarkan Vanes memukulnya sekali lagi.
Sekarang
perut Bimo yang kena pukul, “Ini dari gue yang nggak terima sahabat gue
disakitin sama loe!”
Bimo
benar-benar diam, dia menerima dengan ikhlas semua perlakuan Vanes karena dia
benar-benar merasa bersalah atas Tasya yang hari ini nggak masuk kuliah.
Ancang-ancang
untuk pukulan yang ketiga tapi seketika itu juga langsung di hentikan oleh
Evan, “Sebenernya loe itu mahasiswi apa tukang pukul?”, teriak Evan keras pada
Vanes.
“Itu
bukan urusan loe!”, Vanes mencoba melawan tapi genggaman tangan Evan terlalu
erat untuk delepaskan.
Bimo
mencoba menengahi, “Biarin aja bro, gue nggak apa-apa kok!”
Tapi
itu nggak membuat Evan melepaskan tangan Vanes, “Loe nggak terima sahabat loe
disakitin, begitu juga gue! Apa lagi sama cewek urakan yang nggak tahu sopan
santun kayak loe ini. Cewek tapi mainnya tangan, apa loe nggak pernah di didik
sama orang tua loe? Hah! Ibu loe pasti nggak becus ngedidik loe!”, terika Evan
keras dan lantang tepat didepan wajah Vanes.
“Sudah.
Evan sudah!”, Bimo kembali menengahi.
Tangan
Vanes terasa melemas lalu Evan melepaskan tangan Vanes yang benar-benar lemas.
“Sampai
loe nyakitin Tasya lagi, gue nggak bakal maafin loe!”, teriak Vanes keras.
Vanes
dan Anis lalu pergi meninggalkan mereka semua dikantin, meninggalkan penonton
yang syok dengan peristiwa perkelahian itu.
Seketika
itu juga Bimo memukul perut Evan.
“Kenapa
loe mukul gue?”, tanya Evan nggak terima.
“Kata-kata
loe tadi dibandingin sama pukulan yang gue terima itu nggak sama, lebih sakit
Vanes dibanding gue!”, ucap Bimo pada Evan. “Apa maksud loe ibunya Vanes yang
becus ngedidik dia? Dia itu nggak punya ibu!”, ucap Bimo makin keras,
sampai-sampai seisi kantin mendengar itu semua.
Evan
dan teman-temannya terdiam, “Ibunya meninggal saat melahirkan dia, dan dia
tumbuh sampai sebesar itu tanpa ngerasain yang namanya ibu!”, teriak Bimo lagi,
lalu dia pergi meninggalkan kantin.
_+++_
Papah
dan Vanes sampai di tempat pesta, malam ini Vanes benar-benar terlihat anggun
dengan balutan gaun malam yang kemarin dia beli. Baru saja memasuki ruangan
pesta langsung ada yang mengajak Vanes, “Maaf om, apa boleh saya pinjam Vanes
sebentar”, ucap Kevin.
“Loe
kira gue barang apa pakai pinjem-pinjem segala”, timpal Vanes yang nggak suka
dengan kalimat yang Kevin lontarkan.
Papah
hanya bisa tertawa, “Ya silakan, jagain putri om ini ya”, ucap Papah
membiarkan.
Kevin
mengajak Vanes keatas pentas dan mereka duduk berdampingan didepan sebuah
piano. Kevin mengajak Vanes untuk berduet memainkan piano, karena memang
keduanya jago main piano. Vanes mau dengan apa yang Kevin tawarkan langsung
saja Vanes memainkan chord ‘Love Song’ Sarah Bareilles. Dentingan piano yang
mengalun membuat para tamu yang hadir memusatkan perhatian pada keduanya.
Terlihat
Hana yang nggak senang, “Kenapa sih harus dia lagi!”, dia bener-bener nggak
suka sama yang namanya Vanes.
Para
tamu yang hadir memuji keahlian Vanes dan Kevin yang begitu baik dalam
memainkan tuts piano.
“Kita
kalah start nih!”, ucap lesu salah satu anak yang seumuran dengan Kevin.
Biasalah,
anak-anak dari para pemilik saham ikutan hadir ke pesta itu.
“Bagas,
sudah lama kita nggak ketemu”, salah satu teman Papah memeluknya.
Papah
menanggapi pelukan itu, pelukan dari sahabatnya, “Gimana kabar kamu?”, tanya
Papah seraya melepas pelukannya.
“Tentu
saja baik, oh ya kenalin ini jagoanku”, teman Papah itu mengenalkan anaknya.
“Evan”,
ucap Evan ramah.
Papah
juga menyambutnya dengan ramah.
“Dia
kuliah di kampus yang sama dengan anak kamu”, ucap Bundanya Evan.
“Siapa
Bunda?”, tanya Evan yang emang nggak ngerti siapa.
“Vanes.
Masa kamu nggak kenal?”, Bunda malah balik tanya.
Mendengar
jawaban Bunda dia teringat dengan Vanes yang ada dikampusnya, si junior yang
urakan dan nggak tahu sopan santun menurutnya, cewek bermotor sport yang tadi
siang menghajar Bimo sampai babak belur, Vanes yang dianggapnya nggak banget
kalau pakai rok apalagi memakai gaun malam diacara seperti ini.
Lalu
Papah menunjukkan Evan dimana Vanes anaknya, Papah menunjukkan Vanes yang lagi
main piano sama Kevin. Karena kurang jelas melihat dari situ Evan berjalan
mendekat kearah piano sambil terus memperhatikan pianisnya.
“Nggak
mungkin!”, ucap Evan nggak percaya dengan apa yang dia lihat.
“Nggak
mungkin apanya bro?”, kata seorang cowok yang mengagetkan Evan.
Itu
cowok yang tadi yang bilang kalah start sama Kevin. Evan mengenalnya begitu
juga sebaliknya, “Itu yang namanya Vanes?”, tanya Evan belum percaya.
Cowok
itu mengangguk pasti, “Tentu saja!”
Tersihir,
Evan tersihir dengan penampilan Vanes yang benar-benar memukau, berbeda dari
biasanya, sangat berbeda dengan Vanes yang sering dia lihat di kampus. Vanes
malam ini benar-benar memukau dengan balutan gaun malam hitamnya, dipagu sepatu
yang membuatnya menjadi tambah tinggi, dan pulasan lipstik merah yang
membuatnya begitu menggoda.
Lagu
nya sudah selesai Kevin membantu Vanes turun dari panggung kecil itu.
“Kak
Evan”, Hana yang datang langsung merangkul tangan Evan mesra seperti apa yang
sudah sering dia lakukan.
Kevin
mengajak Vanes untuk bergabung dengan teman-teman mereka yang lain, termasuk
Hana dan Evan. Kevin senang karena malam ini Evan datan, karena biasanya Evan
ogah datang keacara seperti ini.
“Loe
pasti kenalkan sama Evan ini?”, tanya Kevin pada Vanes.
“Nggak!”,
jawab Vanes singkat.
Evan
nyolot setelah mendengar jawaban dari Vanes, “Gue juga nggak kenal sama loe!”,
timpal Evan yang membuat Kevin geli.
“Itu
tuh gara-gara loe yang jarang gabung sama kita-kita! Vanes selalu jadi
primadona di acara ini”, kata Kevin menjelaskan.
Dan
mendapat pendukung dari yang lainnya, karena memang sebagian besar dari
anak-anak pemilik saham adalah laki-laki, perempuanynya hanya beberapa saja.
Hana terlihat nggak suka dengan apa yang kakaknya itu katakan. Kevin dan Hana
merupakan kakak beradik yang nggak begitu akur. Sama saja dengan Evan dan Vanes
yang nggak akur juga.
“Preman
pakai rok”, ledek Evan.
“Weits
jaga omongan loe bro!”, teman cowok Vanes yang lain nggak terima dengan omongan
Evan terhadap Vanes.
Kevin
mencoba menengahi agar nggak terjadi perkelahian, Evan mengikuti ajakan Hana
untuk nggak bergabung dengan mereka semua. Tapi Kevin, Vanes, dan yang lainnya
enjoy aja, mereka akrab bersama-sama. Mereka mengajak Vanes untuk minum bersama
tapi tentu saja Vanes menolak, dia lebih menyukai susu daripada soft drink. Dia
sudah menyiapkan minuman untuk dirinya sendiri, dikeluarkannya dari dalam
clunch merahnya sebuah ultra milk putih kemasan kotak.
“Vanes.
Vanes. Kapan loe berhenti minum kayak gituan?”, ledek Kevin pada Vanes yang
benar-benar terlihat cuek.
“Biarin!”,
timpalnya singkat. “Oh ya Vin, loe besok ada waktu nggak?”.
Kevin
meletakkan minumannya dimeja, “Emangnya ada apa?”.
“Motor
gue setangnya di setting gih, nggak asyik banget. Terus pasangin juga stiker,
bosen polos kayak gitu”, ucap Vanes menjelaskan maksud dan tujuannya.
“Ok
deh. Besok gue ambil motor loe dimana? Rumah atau kampus?”.
“Kampus
aja gue cuman kuliah sebentar, sekalian gue ikut ke bengkel loe. Tapi loe ke
kampus gue dulu biar loe yang boncengin gue”.
“Siap!”,
ucap Kevin menyanggupi.
Tiba-tiba
Papah, kedua orang tua Evan, dan kedua orang tua Kevin menghampiri Kevin dan
Vanes yang lagi asyik ngobrol berdua.
“Nyanyi
lagi sana sama Kevin”, pinta Papah.
Tapi
Vanes nggak mau, malu katanya karena sudah makin banyak saja tamu yang datang.
Tapi kedua orang tua Kevin juga memaksanya, dan kedua orang tua Evan juga
memaksanya, akhirnya sesuai tuntutan orang-orang itu Kevin mengajak Vanes naik
keatas panggung. Kevin mengantarkan Vanes duduk menghadap piano, lalu Kevin
mengambil sebuah gitar, kali ini kolaborasi antara gitar dan piano melantunkan
I’m Yours yang dipopulerkan oleh Jason Mraz.
Evan
nggak memperhatikan Hana kali ini, dia tersihir lagi dengan penampilan Vanes
dan Kevin. Suara Vanes dan Kevin yang merdu dan juga permainan alat musik dari
keduanya membuat suasana malam itu menjadi begitu nyaman dan menyenangkan.
Malam ini dia mengetahui sisi lain dari Vanes yang belum pernah dia tahu
sebelumnya, Vanes ternyata jago piano dan juga pintar menyanyi.
“Bagas,
anak kamu berbakat untuk menjadi penyanyi, kenapa nggak kamu orbitin aja?”,
ucap Papah Evan.
Papahnya
Vanes tertawa geli, “Aku sih terserah sama Vanesnya aja, kalau dia mau kenapa
enggak!”.
Para
tamu nggak puas, mereka meminta mereka berdua untuk bernyanyi sekali lagi. Dari
atas panggung Vanes meledek para penghibur yang sudah diundang, “Nanti honornya
dibagi dua ya?”, ledek Vanes pada penyanyi yang sudah diundang.
Semuanya
tertawa termasuk Evan yang nggak terasa ikut terhibur dengan lelucon dari Vanes.
Lagi-lagi
demi tuntutan penonton, Vanes dan Kevin bernyanyi untuk yang ketiga kalinya. Vanes
memainkan tuts pianonya terlebih dahulu, dia memainkan chord Just The Way You
Are milik Bruno Mars, lalu dengan cepat Kevin menyesuaikan dengan apa yang
Vanes mainkan. Kali ini Kevin membiarkan hanya suara Vanes yang mengalun, Vanes
sedikit dibuat geram sama Kevin gara-gara Kevin nggak mau menyanyi dan malah
membiarkan dirinya yang menyanyi sendirian.
Suara
merdu Vanes menggema, semua bersorak untuk Vanes yang layak untuk dijadikan
sebagai penyanyi. Hana yang geram karena nggak diperhatikan oleh Evan memilih
untuk pergi ke tempat kedua orang tuanya dan merengek untuk pulang. Tapi kedua
orang tuanya malah mengacuhkannya, karena masih tersihir dengan pesona yang
Vanes pancarkan. Malam itu begitu indah untuk semuanya kecuali Hana.
***3***
Bersambung ke Coffee Milk [Part 4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar