Jovita benar-benar dibuat pusing
sama ulah Ferdinand yang masih saja acuh dengan gosip-gosip yang ada di luaran
sana. Masih banyak juga wartawan yang terus mengorek informasi kedekatan antara
Ferdinand dengan Jo.
Tapi sekarang Jo berusaha untuk
tetap enjoy aja, seperti apa yang Ferdinand katakan.
Jo menelan obat wajib yang harus
dia konsumsi setiap paginya sebelum berangkat ke kampus. Sementara itu Jovan
sudah siap dengan mobilnya dan terus memanggil-manggil Jo agar cepat keluar
dari rumah. Hari ini Jovan nggak ada kuliah, tapi dia harus nganterin adiknya
itu ke kampus, karena Jovan bener-bener bertekad buat menjaga Jo.
Di kampus, tepatnya di kelasnya
Jo.
“Loe nggak merasa terganggu
dengan semua gosip-gosip yang sudah beredar?”, tanya Neffira pada Ferdinand
dengan nada cukup tinggi.
Ferdinand memamerkan senyumannya,
“Gue nggak peduli”, jawabnya ringan sambil meletakkan tasnya diatas meja lalu
dia duduk.
Neffira juga duduk disebelah
Ferdinand, “Gue nggak mau loe nyesel nantinya. Karir loe bisa hancur karena
ini. Fans-fans loe pasti pada marah dan milih ninggalin loe”, guman Neffira
mengungkapkan pendapatnya.
Mendengar perkataan Neffira itu,
kontan Ferdinand tertawa, “Mereka nggak ngurusin urusan pribadi gue. Mereka
suka sama suara gue”, jawab Ferdinand pasti.
Bener-bener bikin dongkol
Neffira, jawaban Ferdinand bukan jawaban yang Neffira harapkan. Niat Neffira
memang bisa dibilang baik, karena kalau artis kebanyak gosip ya nggak banyak
yang ngelirik. Tapi inti lain yang tersembunyi itu karena dia nggak mau
Ferdinand dekat dengan Jo.
“Besok gue ada off air di mall. Loe
mau ikut?”, tanya Ferdinand.
“Kalau besok gue nggak bisa. Gue
ada fashion show di Bali”, jawab Neffira sambil mengibaskan rambutnya.
“Berapa lama?”, lanjut Ferdinand.
“Mungkin sekitar satu minggu”,
jawab Neffira ringan sambil memain-mainkan kuku-kuku jarinya yang manis itu.
Desty dan Jo masuk bersama-sama
ke kelas. Mereka nggak duduk di sebelah Ferdinand, kali ini mereka berdua
memilih duduk di barisan paling depan.
“Kenapa nggak duduk disini aja?”,
tanya Ferdinand dengan suara keras.
Desty dan Jo memalingkan wajahnya
bersamaan, “Kita bosen duduk deket loe”, jawab mereka berdua bersamaan.
Mendengar jawaban dari keduanya
membuat Ferdinand bangkit dari tempat duduknya dan memilih pindah duduk di
kursi yang berada tepat di belakang Jo. Jo sama Desty belum mengetahui hal itu,
karena keduanya masih sibuk dengan hp masing-masing.
“Gue traktir bakso di kantin mau
nggak?”, gumam Ferdinand lirih diantara Jo dan Desty.
Kedunya sedikit terperanjat,
karena terkejut melihat sosok Ferdinand yang ada di situ.
“Satu mangkok mah ogah!”, tukas
Jo manyun.
“Dua mangkok deh, mau ya?”,
lanjut Ferdinand memberikan penawaran.
“Gak tertarik”, tukas Desty.
Beberapa saat ketiganya terdiam,
sama sekali nggak bersuara.
“Gue maunya sama abang tukang
baksonya sekalian”, celetuk Jo.
Yang langsung membuat Desty serta
Ferdinand ngakak minta ampun. Ditambah muka Jo waktu bilang kalimat itu, sok
polos banget berasa nggak punya dosa. Tapi itu membuat mereka bertiga tertawa
lepas. Sungguh menyenangkan.
---
Siang harinya.
Ferdinand benar-benar mentraktir
Jo dan Desty makan bakso di kantin. Setiap harinya hubungan mereka memang makin
akrab saja. Nggak lama kemudian Jovan juga ikutan gabung dan mendapat bakso
gratis juga, pokoknya bebas makan, biar Ferdinand yang membayar semuanya, tapi
cuman buat Jo, Jovan, dan Desty.
“Ntar gue ada latihan basket,
jadi kita pulang agak sorean ya Jo”, ucap Jovan disela-sela acara makan
siangnya.
“Berarti gue nanti gue ke
lapangan dong?”, sahutnya.
Jovan mengangguk semangat, “Nunggu
di lapangan aja, daripada loe sendirian di mobil bikin gue khawatir gila”,
lanjut Jovan.
“Iya deh, tapi beliin es krim ya?”,
lanjut Jo meminta.
Lagi-lagi Jovan mengangguk dengan
semangat.
“Loe nggak pulang aja bareng gue
Jo?”, ajak Desty yang juga masih menikmati baksonya.
Dengan cepat Jovan angkat bicara,
“Jangan! Jo harus tetep sama gue”, ucap tegas Jovan.
“Iya Des. Gue sama bang Jo aja,
lagian kalau pulang duluan dirumah sepi. Papah sama Mamah pasti belum pulang”,
ucap Jo.
Sementara itu Ferdinand hanya
memandangi wajah-wajah mereka satu-persatu saat mereka berbicara, dia juga
masih sibuk menikmati baksonya.
Sore harinya.
Jovan lagi asyik latihan basket
sama anak-anak UKM basket, mereka lagi mengetes kemampuan anak-anak yang ingin
masuk UKM basket. Dari tribun Jo menonton latihan itu sambil sesekali
meng-update twitter dan facebooknya. Sesekali dia juga main game di hp-nya
untuk mengurangi rasa bosannya.
“Bang Jovan!”, teriak Jo dari
atas tribun. Jovanpun menengok kearah Jo, “Es krimnya mana?”, tanya Jo dengan
nada suara keras.
“Ntar!”, teriak Jovan menanggapi
Jo.
Terang aja dari tadi Jo manyun
terus, apa yang dia mau ternyata belum di kabulkan oleh Jovan. Benar-benar
dibuat dongkol tuh mood-nya Jo sore itu. Tapi dari kejauhan ada Ferdinand yang
berjalan menaiki tribun dengan membawa dua buah cone es krim ditangannya. Lalu
Ferdinand duduk manis di samping Jo yang masih belum sadar ada Ferdinand
disitu.
“Ini buat loe”, ucap Ferdinand.
Jo menoleh dan terkejut melihat
ada es krim didepan matanya, dia terperanjat sampai bergeser posisi duduknya. Ferdinand
sering sekali membuatnya terkejut, bener-bener bisa dibilang hobinya Ferdinand,
yang sering sekali membuat orang-orang disekitarnya terkejut.
“Mau nggak?”, tanya Ferdinand
lagi.
Tentu saja mau, Jo langsung
menggapain es krim itu dan membukanya, “Makasih”, ucapnya manis banget.
“Nggak bosen nunggu sendirian
disini?”, ucap Ferdinand sambil membuka es krim cone yang dipegangnya.
“Menurut loe?”.
Untung ada Ferdinand. Kali ini Jo
sudah nggak merasa dongkol lagi karena permintaannya nggak diturutin sama
Jovan, dan Ferdinand datang dengan es krim yang Jo inginkan dari tadi. Mereka
berdua makin dekat, cukup sering mereka duduk berdua seperti itu. Dikelas
pernah, di perpustakaan juga pernah, di parkiran sambil nunggu Jovan pernah, di
kantin sambil nungguin Desty juga pernah, dan sekarang di tribunpun sambil
nonton basket pernah juga. [Asyik asyik asyik-red]
“Loe cantik, loe baik, loe manis,
loe juga lucu, tapi kenapa loe belum punya cowok? Loe pasti nggak laku ya”,
tukas Ferdinand.
Kontan Jo memukul kepala
Ferdinand, “Enak aja loe bilang kayak gitu! Gue tuh belum punya cowok karena
cara mereka ngungkapin cintanya itu bukan yang gue penginin!”, jawab Jo ketus.
Masih dengan melumat es krim, “Emangnya
loe mau ditembak kayak apa? Pakai pistol ato senapan angin?”, ledek Ferdinand
lagi.
“Loe makin ngawur aja ya. Gila
loe”, ucap Jo.
“Eh ini beneran tahu. Loe maunya
gimana, cowok nembak loe dengan cara gimana?”, lanjut Ferdinand mengutarakan
maksudnya.
Jo terdiam sambil memandangi
lapangan basket indoor tersebut. Dia melihat sekeliling lapangan dan membuatnya
tersenyum-senyumsendiri. Melihat Jo yang sedang senyum-senyum sendiri serta
melihat kesebuah titik, Ferdinand mengikuti apa yang Jo sekarang lakukan.
“Lapangan basket, dia masukin
bola ke ring tanpa ada yang gagal, lampu-lampu cantik bertebaran di tribun, dan
tiba-tiba dia memberikan sebuah buket penuh bunga mawar merah yang cantik, lalu
bilang semua isi hatinya”, ucap Jo mulai ngelantur.
“Ribet juga ya, huft”, Ferdinand
menghela nafasnya panjang.
Mendengar helaan nafas Ferdinand
yang begitu panjang dan payah, Jo lantas mengalihkan pandangannya pada
Ferdinand yang masih melihat kearah lapangan. Jo memperhatikan wajah Ferdinand
sang idolanya yang kali ini sangat dekat dengannya, nggak disangka-sangka
jantung Jo berdegup kencang, dia merasakan ada getaran-getaran aneh dalam
dirinya saat memperhatikan Ferdinand yang kali ini memang sangat dekat dengan
wajahnya.
Tiba-tiba, dengan cepat Ferdinand
memalingkan wajahnya hendak melihat Jo. Kontan Jo dan Ferdinand terkejut
bersamaan, melonjak, dan posisi duduk mereka menjadi sedikit menjauh. Benar-benar
mengagetkan, membuat kikuk, canggung, dan terasa aneh. Keduanya lalu terdiam
dengan rasa malu mereka masing-masing, sambil terus menutupi malu dengan terus
menikmati es krim yang masih ada ditangan mereka berdua.
“Jo!”, teriak seseorang yang memanggil
nama Jo.
Kontan Jo mencari orang yang
memanggil namanya, ternyata Jovan yang sudah selesai dengan latihan basketnya.
“Ayo pulang”, ajak Jovan sambil
menyelempangkan tasnya.
“Ya bang”, sahut Jo yang kemudian
bangkit dari tempat duduknya, “Gue pulang duluan ya”, pamit Jo pada Ferdinand.
Ferdinand bangkit juga, “Gue juga
mau pulang”, lanjutnya yang kemudian berjalan duluan didepan Jo.
---
Malem ini Jo dan Jovan makan
malem di cafe, soalnya Mamah sama Papah pulang malem jadi mereka memilih untuk
makan malam di cafe saja.
Jo duduk masis sendirian, dia
lagi menunggu pesanannya. Sedangkan Jovan lagi mengontrol kinerja pegawainya. Malem
ini terasa begitu dingin, tapi didalam cafe suasananya hangat dan nyaman,
membuat para tamu betah untuk berlama-lama disini. Daripada cuman nunggu Jo
nggak lupa main game di hp-nya, seperti biasanya.
Ditempat lain di waktu yang sama.
Ferdinand sama managernya baru
keluar dari sebuah radio, Ferdinand tadi ada acara wawancara disana.
“Mau makan dimana Fer?”, tanya
sang manager yang namanya om Frans.
Sambil membuka pintu mobilnya, “Didekat
sini ada cafe-nya seniorku di kampus, kita kesana aja”, jawab Ferdinand sambil
memasuki mobilnya.
Ferdinand bertugas menunjukkan
arah pada supirnya. Tujuan mereka untuk makan malam kali ini yaitu Jo Jo cafe,
cafenya Jovita dan Jovan yang letaknya memang nggak jauh dari radio tadi. Jadi
nggak butuh waktu yang lama, rombongan Ferdinand sampai di pelataran cafe yang
cukup luas. Lalu mereka bertiga masuk bersama-sama ke dalam cafe itu yang malam
ini terlihat ramai, secana ini kan malam minggu.
“Fer, kita duduk disana aja”, om
Frans menunjukkan tempat duduk yang kosong.
“Ya, kita duduk disana aja”,
sahut Ferdinand yang kemudian berjalan kearah tempat duduk yang kosong itu.
Para tamu yang sedang makan mulai
ribut membicarakan Ferdinand yang baru saja datang. Ferdinand, om Frans, dan
pak supir duduk di sebuah sofa berbentuk L yang sangat nyaman itu. Kemudian
mereka bertiga memesan makanan yang akan mereka makan nanti.
Benar-benar menjadi riuh tapi
cukup terkendali juga dengan rasa malu yang para tamu miliki. Tapi ada
sekelompok anak-anak SMA mungkin, mereka berempat lagi makan disana terus
ngelihat Ferdinand, dan langsung mereka menghampiri tempat duduk Ferdinand.
“Kak Ferdinand, boleh minta foto
bareng nggak?”, tanya seorang cewek.
Ferdinand tersenyum, “Kenapa
enggak, mumpung makanannya belum datang. Tapi kalau makanannya sudah dateng
kakak langsung makan ya”, ucap Ferdinand ramah disertai senyuman yang sangat
amat menawan.
Mereka berempat bersorak kegirangan,
bener-bener girang. Mereka bergantian berfoto bersama Ferdinand. Om Frans
bersedia buat memotret mereka, nggak lupa mereka berempat juga meminta tanda
tangan dari Ferdinand, dengan senang hati Ferdinand memberi mereka apa yang
mereka mau.
Di sisi lain masih di cafe itu.
“Ada apa sih? Rame bener
anak-anak itu?”, ucap Jo penasaran dengan keriuhan yang dibuat oleh keempat
remaja yang masih anak SMA itu.
Jo melongok-longok disela-sela
acara makan malamnya. Tapi dia nggak bisa melihat apa-apa karena terhalang oleh
anak-anak itu. Tapi sesaat kemudian ada pelayan yang datang membawakan makanan,
membuat keempat cewek itu enyah dari hadapan Ferdinand. Kembali Jo melongok
karena dia masih penasaran siapa yang tadi dikerumunin sama anak-anak itu.
“Ferdinand?”, ucapnya setelah
melihat ada Ferdinand disitu.
Lalu Jo mengambil hp-nya dan
mengetikkan sebuah pesan singkat yang dikirimkan ke Ferdinand. Baru saja
Ferdinand akan melahap makanannya tapi diusik oleh suara hp-nya yang berdering,
ada sms dari Jo. “Gue ngefans banget sama kakak, boleh minta tanda tangannya ya
kak?”, ucap Jo melalui sms.
Tersenyum ringan melihat sms itu,
lalu Ferdinand membalasnya, “Nggak boleh, loe bolehnya minta foto gue aja. Oh
ya, gue lagi di cafe nih, loe nggak ke cafe ya?”, tanya Ferdinand melalui sms
yang kemudian menikmati makanannya.
Ferdinand nggak tahu kalau Jo ada
disitu.
“Gue tahu kok loe di cafe”, ucap
Jo lagi-lagi melalui SMS.
Setelah membaca balasa pesan
singkat dari Jo, Ferdinand menghentikan acara makan malamnya dan melihat kesekeliling
cafe untuk mencari sosok Jo yang katanya melihat dia di cafe ini.
Sesaat kemudian mereka berdua
salng bertemu pandang dan nggak lupa mereka juga saling bertukar senyum. So
sweet banget. Ferdinand kembali mengambil hp-nya dan hendak menelfon seseorang.
Hp-nya Jo berdering nyaring, terlihat dilayar Ferdinand yang menelfon.
“Halo”, sapa Jo sambil tersenyum
senang.
“Temenin gue makan malem ya?”,
ajak Ferdinand.
“Gue sudah makan”, jawab Jo.
“Gue ke situ ya, loe cuman perlu
temenin gue kok. Loe nggak perlu makan lagi”, ucap Ferdinand yang kemudian
diakhiri dengan sebuah senyuman dan telfon mereka terputus.
Ferdinand bangkit dari tempat
duduknya, membawa makanan dan minumannya sendiri menuju tempat duduk Jo yang
memang hanya ada dua kursi. Keduanya duduk berhadapan dan terus saling
berpandang satu sama lain, yang benar-benar menyita perhatian dari para tamu
yang ada disitu. Keempat cewek yang tadi minta tanda tangan dan foto juga
kembali riuh karena nggak rela melihat Ferdinand makan malam berduaan dengan
Jo. Mereka juga kenal Jo karena pernah digosipkan dengan Ferdinand sang idola
mereka.
***
to be continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar