Seminggu
kemudian.
Kondisi
Vanes sekarang ini sudah benar-benar baik, tapi dia masih nggak dapet ijin dari
Papahnya buat mengendarai motor lagi, dia juga nggak boleh menyetir. Pokoknya
mang Ecep yang akan mengantarkan kemanapun Vanes pergi.
Seperti
hari ini, Vanes ada kegiatan di kampus sampai malam. Tapi setelah dia sampai di
kampus, Vanes menyuruh mang Ecep untuk pulang saja dan pada waktunya nanti
Vanes akan menghubungi untuk dijemput. Karena Vanes tahu ada pekerjaan lain di
rumah yang harus mang Ecep selesaikan.
Dia
berjalan sendirian menuju kelasnya, tiba-tiba ada seseorang yang menghalangi
jalannya. Siapa lagi kalau bukan Ghara yang benar-benar mengejar-ngejar Vanes.
Ghara itu merupakan cinta pertama bagi Vanesia Angelina Utomo, begitu juga
dengan Ghara, Vanes juga merupakan cinta pertamanya.
Flash
back. Dari kecil mereka bermain bersama karena mereka tinggal dilingkungan yang
sama sampai akhirnya mereka tumbuh remaja dan duduk di bangku SMP, dan mulai
mengenal apa itu yang namanya cinta. Cinta monyet itu berlanjut dan mereka
jadian, masa-masa yang bahagia, lucu, dan sulit untuk dilupakan. Mereka nonton
film bersama, makan es krim, jalan-jalan dan melakukan kegiatan yang lainnya,
pokoknya mereka nggak bisa dipisahkan.
Sampai
akhirnya cinta mereka dihadapkan pada kenyataan yang mengharuskan Ghara pergi
dari Indonesia. Ghara dan keluarganya pindah ke Amerika, dan sama sekali nggak
penah kasih kabar berita sama Vanes. Padahal Ghara berjanji akan tetap
menghubungi Vanes bagaimanapun caranya. Sampai akhirnya Ghara minggu lalu
pulang, Vanes nggak tahu sama sekali, karena memang Ghara nggak pernah
mengabarkan apapun tentang dirinya pada Vanes yang benar-benar menunggunya.
Sampai kini cinta yang dulu mekar hanya menyisakan kemarahan dan kebencian.
Kembali
lagi kemasa sekarang.
“Minggir!”,
ucap Vanes ketus.
Ghara
memegang kedua pundah Vanes, “Lihat mata gue”, ucap Ghara.
“Nggak!”,
Vanes menolak keras. Dia nggak mau melihat mata Ghara.
“Lihat
mata gue!”, Ghara mengulangi kalimatnya kali ini dengan nada bicara yang keras.
Akhirnya
Vanes melihat kekedua mata Ghara, “Terus apa?”, kata Vanes enteng.
Dari
jauh Hana melihat semua itu, dia baru saja datang kekampus. Hana mendesah
payah, “Kenapa gue harus lihat dia lagi. Sama siapa pula itu? Kenapa hidup dia
selalu baik?”, kata Hana lirih dengan tatapan sinis mengarah pada Vanes.
“Gue
harap kita bisa memperbaiki semuanya, ayo kita mulai dari awa lagi”, Ghara
berubah serius, dengan mata yang berkaca-kaca dia mengatakan itu semua.
Buru-buru
Vanes menepis kedua tangan Ghara yang mencengkram pundaknya, “Nggak ada yang
perlu diperbaiki dan nggak perlu ada yang dimulai lagi”, jawab Vanes tegas.
Lalu
dia pergi tapi dengan cepat Ghara meraih tangan kanan Vanes.
“Lepasin
tangan gue”, kata Vanes keras.
“Nggak!
Gue nggak mau lepasin loe. Gue masih sayang banget sama loe”, lanjut Ghara
mengungkapkan isi hatinya yang masih sama seperti yang dulu.
Vanes
mencoba mengibaskan tangannya agar terlepas dari genggaman Ghara, tapi usaha
itu sia-sia, “Lepasin gue! Loe harus tahu, gue sudah nggak punya perasaan
apa-apa sama loe!”, ucap Vanes.
“Nggak!
Gue nggak akan ngelepasin loe!”, sahut Ghara nggak mau kalah.
Tiba-tiba
ada yang memberikan tinju di wajah Ghara, ternyata itu Evan, “Gue sudah pernah
bilang sama loe buat nggak ganggu Vanes lagi. Gue nggak segan-segan nonjok loe
lagi kalau loe berani ganggu-ganggu Vanes lagi”, bentak Evan pada Ghara yang
tersungkur dilantai.
Vanes
yang sudah terlepas dari cengkraman Ghara sekarang bersembunyi di belakang
punggung Evan yang lebar itu.
“Apa
urusan loe? Hah!”, kata Ghara sembari berdiri, “Loe suka sama Vanes? Hah!
Jawab. Apa loe suka sama Vanes?”, tanya Ghara dengan nada tinggi.
Langsung
dengan cepat Evan menggenggam tangan Vanes, “Ya! Gue suka sama dia. Bukan hanya
suka, gue jatuh cinta sama Vanes!”, jawab Evan keras.
Jawaban
dari Evan itu membuat Hana benar-benar naik darah. Selama ini Hana sudah
menaruh hati pada Evan, dia selalu memberi perhatian lebih pada Evan, dia
selalu mencintai Evan, tapi sekarang dia tahu kalau Evan nggak menyukainya tapi
Evan malah menyukai bahkan jatuh cinta pada Vanes, musuh terberatnya, saingan
terberatnya dalam banyak hal, termasuk percintaan ini.
Hati
Hana benar-benar remuk.
_+++_
Siangnya
di kantin. Ada sesuatu yang berbeda. Kali ini Hana yang terlihat duduk
sendirian, biasanya Vanes yang duduk sendirian tapi sekarang berubah. Tempat
duduk faforit Vanes, Tasya, dan Anis sekarang penuh, disana Bimo yang sudah
kembali rujuk dengan Tasya, ada juga Evan yang sudah mau terang-terangan
tentang perasaannya pada Vanes, dan beberapa teman-teman mereka yang lain.
Mereka terlihat bahagia, tentu saja terkecuali Hana.
“Gue
nggak bakal biarin loe bahagia!”, ucap Hana lirih.
Melihat
Hana yang duduk sendirian, Vanes jadi nggak tega, dia ingin berbaikan dengan
Hana, dia ingin mengakhiri hubungan permusuhan mereka.
“Mau
kemana?”, tanya Evan sambil meraih tangan Vanes.
“Ngajak
Hana gabung kesini. Kalian disini aja”, jawab Vanes sambil melepaskan tangan
Evan yang memegang tangannya.
Vanes
berjalan percaya diri menuju tempat duduk Hana.
“Ngapain
loe kesini?”, bentak Hana.
“Sabar.
Gue cuman mau ngajak loe gabung sama gue dan yang lainnya”, ajak Vanes dengan
nada bicara yang manis.
Hana
tertawa sinis lalu berdiri, “Nggak perlu!”, ucap Hana yang lalu pergi dari
situ.
Vanes
mengejar Hana yang berlari menjauh.
“Loe
mau kemana?”, tanya Tasya yang melihat Vanes berlari.
“Kalian
tunggu disini aja, gue mau ngejar Hana”, Vanes melanjutkan langkah kakinya.
Hana
berlari ke sampai ke luar gerbang kampus.
“Vanes
ngapain sih ngejar dia”, keluh Tasya.
“Apa
nggak sebaiknya kita kesana juga?”, ucap Anis.
Vanes
meraih tangan kanan Hana dan mencengkramnya keras agar Hana nggak bisa lari
lagi, “Ngapain loe lari sejauh ini. Gue cuman mau minta maaf sama loe, gue
ingin kita sahabatan dan nggak saling musuhan kayak gini lagi”, kata Vanes
tulus dari hatinya.
“Nggak
perlu baik sama gue. Gue muak sama loe. Kenapa harus selalu loe yang bahagia?
Kenapa gue nggak pernah dapetin apa yang gue mau? Semuanya direbut loe!”, kata
Hana keras.
“Maksud
loe apa?”, tanya Vanes nggak ngerti maksud perkataan Hana.
“Loe
nggak usah belaga bego. Loe tahu kan gue suka sama Evan, tapi loe malah
ngerebutnya dari gue, padahal loe sudah ada cowok yang juga perhatian sama loe.
Loe juga punya banyak sahabat, walau loe urakan tapi banyak yang care sama loe,
loe juga selalu jadi bintang di kelas, loe mudah bergaul dengan banyak orang,
loe punya segalanya yang nggak gue punya. Gue iri sama loe!”.
“Iri
sama gue? Harusnya gue yang iri sama loe, gue nggak mau loe kalahin dikelas
jadinya gue berusaha jadi yang terbaik, gue nggak punya mamah sedangkan loe
punya dan dia sayang banget sama loe, loe juga punya saudara yang bisa loe ajak
sharing, loe juga banyak teman tapi loe nggak menyadarinya, loe punya segalanya
lebih dari gue. Gue yang harusnya iri sama loe”, Vanes sedikit mengambil nafas,
lalu melanjutkan kalimatnya lagi, “Evan. Masalah Evan, loe harus tahu gue itu
sama sekali nggak suka sama dia dan gue sudah bilang gitu sama dia. Jadi loe
nggak perlu iri tentang itu sama gue”.
Di
lain sisi rombongan Tasya, Anis, Bimo, Evan, dan beberapa anak yang lain sudah
sampai disitu dan mendengar percakapan keduanya.
Hana
terdiam, Vanes juga terdiam lalu dia melepaskan cengkraman tangannya pada Hana.
“Loe
nggak perlu iri sama gue”, lanjut Vanes.
“Iya.
Loe nggak perlu iri sama kita. Karena kita bukan manusia yang spesial, kita
sama aja”, ucap Anis.
“Loe,
gue, dan yang lainnya sama-sama manusia, nggak ada yang perlu loe iriin dari
kita”, lanjut Tasya ikutan bicara juga.
Mendengar
hal itu Hana terharu tapi dia nggak lantas bergabung dengan mereka, dia berlari
menyeberangi jalan yang ramai sampai akhirnya dia berhenti ditengah jalan
karena ada sebuah mobil yang sudah sangat dekat jaraknya dengan mobil itu.
Dengan
cepat Vanes berlari dan mendorong Hana menjauh. Dan ‘BRAAAKKK!’
“Vanes!”,
teriak Tasya dan Anis.
Hana
yang terjatuh di trotoar diam terkejut, tubuhnya gemetaran.
Semua
orang bergegas mengerumuni Vanes yang tergolek lemah bersimbah darah di tengah
jalan. Tasya dan Anis menangis histeris melihat sahabatnya yang sekarat itu.
“Cepat
panggil ambulans!”, teriak Evan yang juga sangat terkejut.
Vanes
yang sudah sesak nafas mencoba berbicara, “Temani Hana, dia kesepian”, ucap
Vanes terbata-bata. “Evan cintailah Hana sepenuh hati. Tasya, Anis, gue sayang kalian,
gue mau pergi jauh, gue titip Papah sama kalian, jagain dia”, ucap Vanes makin
tersengal-sengal.
“Nggak
Van, loe nggak boleh ngomong kayak gitu, ambulans sebentar lagi sampai. Loe
harus kuat!”, ucap Anis menyemangati.
“Gue
nggak kuat lagi. Selamat tinggal”, ucap Vanes untuk yang terakhir kalinya.
Tangisan
Tasya dan Anis kembali histeris, mereka menangis sejadi-jadinya, sahabat mereka
meninggal dipangkuan mereka. Evan kalang kabut dia menghampiri supir mobil yang
tadi menabrak Vanes dan mulai menghujankan pukulan kepadanya dan Bimo mencoba
melerai itu. Hana juga menangis histeris, dia nggak menyangkan akan seperti ini
jadinya, dia menyesal dan sangat merasa bersalah atas semua ini.
Kita
baru tahu kalau kita sebenarnya sangat menyayangi orang itu, kalau orang
tersebut telah tiada. Dalam hidup kita semuanya sama, sama-sama manusia ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa. Kelebihan ataupun kekurangan sekalipun harus kita syukuri,
karena itu karunia dari sang pencipta. Tak perlu iri dan dengki, kita semua
sama didunia yang fana ini. Bersyukur dan berikanlah yang terbaik pada
orang-orang disekitarmu.
***TAMAT***
***chiEch***
Waktu
pengerjaan : Kamis, 28 – 30 September 2011
"Maaf kalau hasilnya kurang memuaskan. padahal mau di buat panjang ini cerita tapi di tengah jalan mood-nya berantakan jadi males buat nyelesein cerita ini. Mau di anggurin dulu tapi takutnya malah makin males ngelanjutinnya, jadi gitu deh hasilnya. Maaf kalau mengecewakan. ^_^"
chiEch ^_^
Knpa sad ending? Pingin ny yg bahagia.
BalasHapusTpi bagus kog. ^^ sering2 ngpost ya.
makasih ^_^
BalasHapusMood'a gak asyik waktu mau ngerjain ending'a,,jdi di bkin gitu deh,,niatnya masih bbrp part lgi...tpi dagh keburu gak mood.
Oh oke. Sering2 ngpost ya ^^
BalasHapussiap ^_^
BalasHapusbagus banget ceritanya. jadi terharu... sering2 ngepost ya. jangan keseringan bad mood. hehehe
BalasHapusmakasih sudah mau baca ya mutiara...
BalasHapushehehe,,,ini lagi pengin bikin sad ending... :)
nama kamu muncul lho d judul slanjutnya...
"Sayembara Cinta Tiara"