Evan
berjalan sendirian menuju parkiran, dia akan pulang karena sudah nggak ada
kelas lagi. Sampai di parkiran dia dikejutkan dengan kehadiran Kevin disana,
Kevin bukan anak kampus sini.
“Loe
mau jemput Hana?”, tanya Evan sambil bersandar dipintu mobilnya.
“Ogah!”,
jawab Kevin singkat, dia lalu menaiki sebuah motor sport yang terparkir disisi
kanan mobil Evan, “Gue mau jemput orang yang punya motor ini”, lanjut Kevin.
Dengan
seksama Evan melihat-lihat motor itu, pikirannya langsung tertuju pada Vanes,
dia yakin motor itu punya Vanes. Dan beberapa saat kemudian Vanes benar-benar
datang menghampiri mereka berdua yang lagi memperhatikan motornya Vanes.
“Kenapa
loe nggak telfon kalau sudah nyampe sini?”, tegur Vanes pada Kevin.
“Sudahlah,
itu nggak penting. Ayo ke bengkel, nama kuncinya?”, lanjut Kevin sambil memakai
jaket kulitnya.
Vanes
merogoh sakunya lalu melemparkan kunci yang tadi bersembunyi disakunya itu pada
Kevin yang sudah siap dengan jaketnya.
Setelah
menstarter motor, “Ikut kebengkel yuk?”, ajak Kevin pada Evan yang hendak
membuka pintu mobilnya.
“Buat
apa, mobil gue nggak ada masalah”, jawab Evan ringan sambil duduk didalam
mobilnya.
“Ban
bocor halus, oli bocor, knalpot berair”, guman Vanes sambil melihat kondisi
mobil kepunyaan Evan tersebut.
Kevin
tertawa puas, “Loe itu cowok, masa kondisi mobil loe sendiri nggak tahu.
Payah!”, ledek Kevin.
Vanes
dan Kevin pergi ke bengkel bersama-sama, dibelakangnya ad Evan yang mengikuti
keduanya. Walaupun terlihat enggan untuk mengikuti mereka tapi Evan nggak mau
mobilnya itu makin buruk kondisinya jadi dia mengikuti mereka berdua ke bengkel
milik Kevin.
Sampai
di bengkelnya kevin yang nggek begitu besar dan nggak begitu kecil juga,
sedang-sedang saja. Hahaha. Ternyata disana ada Papah yang mau ngambil mobil
yang tadi ditinggal untuk di service.
“Mau
diapain lagi motornya?”, tanya Papah setelah membuka kaca mobilnya.
Vanes
sedikit terkejut dengan keberadaan Papahnya disitu, “Papah? Ngapain disini?”,
Vanes malah balik tanya.
“Ganti
ban, sekalian service rutin. Motornya mau di apain lagi?”
“Setangnya
nggak asyik Pah, terus mau dipasangin stiker kayak yang Papah suruh”, jawab
Vanes.
“Oh.
Ya sudah, Papah balik ke kantor ya. Kevin, Evan, jagain putri om ini ya”.
Kevin
dan Evan, keduanya mengangguk bersamaan. Setelah itu Papahpun pergi menuju
kantornya lagi.
“Vin,
urusin tuh mobil gue”, perintah Evan.
“Oh
tidak bisa, gue spesialis motor bos. Ujang, nih ada client!”, panggil Kevin
pada pegawainya.
Kemudian
Kevin sibuk mengeset ulang setang motor Vanes agar asyik dan nyaman, Vanes juga
dari tadi terus memperhatikan kerja Kevin agar nggak ada kesalahan dan
keteledoran. Dari jauh Evan terus memperhatikan Vanes yang menurutnya hebat
karena mengerti juga tentang mesin, dia aja kalah kalau masalah mesin.
“Nggak
ada minuman ya Vin. Pelanggan kok di cuekin”, keluh Vanes tentang pelayanan di
bengkel Kevin ini.
“Minuman
ada banyak tuh di kulkas, tinggal ambil aja. Tapi gue yakin sih nggak ada yang
sesuai sama selera loe”, jawab Kevin ketus karena lagi serius memasang stiker
di motor Vanes.
Vanes
berjalan pergi dari bengkel itu menuju mini market yang berada nggak jauh dari
bengkelnya Kevin. Mini market ini merupakan salah satu kepunyaan dari
keluarganya Tasya.
“Kemana
tuh anak?”, tanya Evan pada Kevin tentang kepergian Vanes.
“Mana
gue tahu, kalau pengin tahu ya tinggal ikutin aja”, jawab Kevin ketus karena
terus-terusan diganggu oleh Vanes dan sekarang oleh Evan.
Terlihat
Vanes berjalan kembali ke bengkel, dia membawa sekantong plastik ukuran besar
yang tampaknya berisi kotak-kotak susu cair berbagai ukuran. Dia membawanya
dengan gembira hendak memasuki bengkel tapi langkahnya terhenti karena ada yang
memanggil namanya, sontak dia berbalik badan untuk melihat siapa yang
memanggil.
“Ayu.
Lina. Kalian baru pulang sekolah?”, tanya Vanes pada kedua anak perempuan yang
berseragam SMP itu yang sedang menaiki sepeda.
“Iya
nih kak. Kakak ngapain disini?”, tanya Lina sambil turun dari boncengan sepeda.
“Service
motor. Oh ya ini kakak tadi beli banyak susu, buat anak-anak di panti aja nih”,
Vanes menyerahkan kantong plastik beserta isinya pada kedua anak itu.
“Siapa
itu Vin?”, tanya Evan pada Kevin yang sekarang lagi istirahat duduk disamping
Evan.
Sambil
menyeka keringatnya, “Oh itu, kayaknya itu anak panti deket sini. Panti asuhan
yang sering Vanes dan temen-temennye datengin”, jawab Kevin.
Sekantong
penuh susu itu sekarang sudah berpindah tangan, tapi sebelum itu Vanes sudah
minta satu kotak susuk untuk dirinya, jadi aman untuk beberapa saat nanti.
“Kita
pulang dulu ya kak, takut dimarahin sama ibu panti. Kakak main lagi dong
kesana”, ucap Ayu.
“Iya
nanti kalau kakak sudah nggak sibuk pasti kakak main ke panti, sekarang ini
lagi banyak tugas di kampus. Hati-hati ya pulangnya, salam buat semuanya”.
Kedua
anak SMP itu mencium tangan Vanes, lalu pergi dari tempat itu. Lagi-lagi Vanes
berjalan sendirian menuju bengkel, kali ini sekantong penuh susu sudah nggak
ada ditangannya lagi, dia hanya menggenggam sekotak susu putih faforitnya.
“Loe
habis kerampokan hah?”, ledek Kevin.
“Setidaknya
gue masih dikasih satu!”, jawab Vanes ringan sambil menunjukkan kotak susu.
Tiba-tiba
hp nya berdering, ada telfon Papah. Buru-buru Vanes mengangkatnya. Papah
menanyakan apa Vanes masih dibengkel. Papah juga menanyakan Vanes ingin makan
apa malam ini.
“Pasta
vongole ya Pah. Sama sekalian isiin kulkas Pah, sudah kosong tuh sama minuman
faforit Vanes”, ucap Vanes manja.
Kevin
sudah melanjutkan perkerjaannya, sedangkan Evan asyik memperhatikan Vanes yang
menurutnya beda dari biasanya.
“Bukannya
kamu yang mau beli hari ini?”, Papah menanyakan soal susu.
Vanes
sedikit tertawa, “Vanes kasih ke Ayu sama Lina, Pah. Buat di panti”, jawab
Vanes.
Papah
malah bangga dengan apa yang Vanes lakukan, jadi dia menyanggupi apa yang Vanes
minta tadi.
Selesai
dengan telfonnya dia mengecek motornya yang sebentar lagi akan selesai.
“Kerjaan
gue rapi kan?”, tanya Kevin bangga atas pekerjaannya.
“Sip.
Bagus!”, jawab Vanes singkat.
“Oh
ya, lusa loe ikut touring ke Bandung kan?”, tanya Kevin disela-sela mengerjakan
pekerjaannya itu.
Vanes
lantas mengangguk pasti, “Oh tentu. Lagian Papah juga sudah ngijinin gue buat
ikut. Tapi asal gue nggak bawa itu motor sendiri. Loe bareng gue ya?”, ajak
Vanes sambil menepuk bahu Kevin.
“Hana
mau dikemanain? Dia minta ikut!”, jawab Kevin ringan. “Oh ya. Evan ikut kita
touring ke Bandung yuk?”, ajak Kevin pada Evan yang lagi membaca majalah
otomotif.
“Naik
motor? Loe kan tahu gue sudah nggak punya motor semenjak kita lulus SMA”, jawab
Evan seraya berjalan menghampiri Kevin dan Vanes.
“Ya
loe sama Vanes aja, loe boncengin dia pakai motornya dia aja. Gak apa-apa kan
Nes?”, tanya Kevin.
Vanes
ragu buat menjawab tapi ya sudahlah, “Terserah sih dia mau ikut atau nggak”,
jawabnya ketus, intinya sih boleh-boleh aja.
_+++_
Setelah
selesai dengan makan malamnya, Vanes lalu pergi kekamarnya untuk tidur. Nggak
lama kemudian Papah masuk kekamar Vanes dan duduk di sisinya. Papah akan menina
bobokan Vanes. Ya! Itu kekanak-kanakan, tapi ini selalu terjadi sesaat sebelum
Vanes tidur. Dia nggak bisa tidur kalau nggak di nina bobokan oleh Papahnya. Papah
yang selalu ada disampingnya disaat dia membutuhkannya, Papah yang
segala-galanya untuk Vanes.
Papah
mulai menina bobo kan anak semata wayangnya itu sambil terus mengelus-elus
lembut rambut Vanes. Raut wajah Vanes terlihat capek karena kegiatan hari ini yang
begitu padat.
Vanes
sudah tertidur, Papah meraih sebuah foto yang ada dimeja dekat tempat tidur
Vanes. Foto itu merupakan foto istrinya saat masih hidup. Dipandangnya foto itu
lekat-lekat membuat kedua mata Papah berkaca-kaca, “Anak kita sudah dewasa,
semoga kamu lihat dari sana. Anak kita yang kuat”, ucap Papah sambil menahan
tangis.
_+++_
Jam
12.00 wib, saatnya makan siang di kantin.
Vanes,
Tasya, dan Anis sudah memesan makanan yang mereka suka dan nggak butuh waktu
lama, makanan yang tadi mereka pesan sudah datang dan langsung mereka nikmati.
Dari kejauhan Bimo terus memperhatikan Tasya, dia merasa bersalah pada Tasya.
Sampai sekarang dia sangat menyesali kesalahannya pada Tasya, dia sangat sayang
sama dia tapi dia takut untuk meminta maaf, dia takut Tasya nggak akan
memaafkannya jadi dia memilih untuk diam dan memendam perasaannya.
“Oh
ya, ada yang mau gue kasih ke kalian berdua”, ucap Anis yang langsung
menghentikan makannya dan mengambil tas karton yang dibawanya. “Papah baru
ngeimport ini, jadi belum banyak orang yang punya”.
Tasya
bersemangat untuk mengetahui apa isinya, “Apa ini?”.
Anis
mengeluarkan dua kardus I-Phone 4 dari dalam tas kertas itu, “Ini buat Vanes,
terus yang satu ini buat Tasya”, dia menyerahkan kedua kerdus itu masing-masing
keteman-temannya, lalu dia mengambil I-Phone miliknya yang ada disaku tasnya,
“Terus yang ini punya gue”.
“Asyik
banget, samaan nih ceritanya? Makasih ya”, sahut Vanes yang langsung meraih
jatahnya.
Begitu
juga dengan Tasya, dia juga meraih jatahnya lalu membukanya dan langsung
mengaktifkannya. Setelah memindahkan SIM Card dan memindahkan semua data ke hp
nya yang baru, Tasya bingung mau dikemanakan itu hp lamanya, tiba-tiba anak ibu
kantin yang sering mengantarkan mereka makanan lewat di depannya, langsung saja
dia menghentikan cewek itu, “Ini buat kamu”, Tasya memberikan salah satu
koleksi Black Berrynya itu pada anak ibu kantin.
Tentu
saja anak ibu kantin itu senang sekali dan mengucapkan terima kasih
berkali-kali.
“Sok
jadi malaikat!”, ucap Hana ketus nggak suka dengan apa yang dia lihat.
Bimo
yang ada disampingnya tentu nggak suka dengan apa yang Hana katakan, karena dia
lebih tahu pasti tentang Tasya yang benar-benar merupakan cewek yang tulus dan
berhati baik, “Gue nggak suka ya loe ngomong gitu tentang Tasya”, tegus Bimo
yang langsung beranjak pergi karena nggak mau menambah masalah dipikirannya.
Vanes
dan Tasya masih dengan kegirangan karena dapet hp gratis dari sahabatnya itu.
***4***
Bersambung ke Coffee Milk [Part 5]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar