•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Sabtu, 15 Oktober 2011

Jo#1 - Mengoyak Jantung

Part1#Mengoyak Jantung#

Hal yang paling menyebalkan dalam hidup yaitu menunggu. [setuju kan?-red] Apalagi kalau menunggu sesuatu yang benar-benar menentukan masa depan kita, sudah nyebelin, di buat nunggu lama, dan yang pasti bikin penasaran gak karuan.
Menunggu hasil kelulusan UN SMA.
“Ayolah main, jangan dirumah mulu”, ajak Desty pada sahabatnya melalui sambungan telefon.
Jovita Aliya Akmala, yang merupakan sahabatnya itu lagi asyik-asyikan nonton serial drama Korea bareng pembantunya di rumah, “Ogah ah. Capek jalan-jalan mulu, mendingan nonton drama aja nih kayak gue”, jawab Jovita.
“Loe mah gitu, nggak asyik!”, lanjut Desty agak sebel dengan sahabatnya itu. “Ya sudah sekarang gue sama yang lainnya aja ke mall nya”, lanjut Desty yang kemudian langsung menutup telfon.
Karena main di tutup aja telfonnya, Jovita juga ikutan sebel sama Desty. Tapi ya sudahlah, dia lagi asyik nonton drama faforitnya, jadi semua itu nggak penting baginya.
Di sebuah Mall  besar di Jakarta, sedang berlangsung acara peluncuran album kedua dari penyanyi solo laki-laki yang masih muda yaitu Ferdinand Adinegara. Dengan banyak fans yang hadir membuat Mall itu penuh sesak.
Desty keluar dari sebuah butik bersama dengan beberapa teman-temannya juga, dia menenteng barang-barang belanjaannya dan terlihat sebel saat ada beberapa fans dari Ferdinand yang berlari di depannya, hampir membuatnya terjatuh.
Tapi para fans itu nggak menyadarinya dan malah terus berlari menuju kerumunan fans fanatik dari Ferdinand.
“Kurang ajar! Main tabrak-tabrak aja tuh orang, penyanyi cemen gitu aja di idolain!”, umpat Desty kesal pada orang-orang yang hampir membuatnya jatuh tadi.
“Sabar,” ucap seorang teman Desty.
Seorang temannya yang lain menepuk punggu Desty, “Maklumin aja ya”, ucapnya, “Lagian kita pernah ngadepin fans Ferdinand yang lebih dari itu kan?”, lanjut cewek manis itu.
Desty memutar otaknya, mecari tahu siapa yang sedang temannya itu maksudkan, “Iya juga sih. Jo lebih parah daripada mereka. Eh, tapi kok dia nggak dateng kesini padahal tadi sudah gue ajak”, jawab Desty ceria.
“Lupa kali tuh anak, dia kan paling pikun diantara kita”.
Terdengar lantunan lagu dari Ferdinand, sebuah lagu yang berjudul ‘Lagu Kita’ [lagunya Vidi Aldiano-red]. Dengan suaranya yang merdu dan mendayu-dayu, serta lagu yang dinyanyikan yang memang enak didengar membuat para fans yang datang juga ikut bernyanyi bersama. Suasana yang sangat menyenangkan.
Dari sisi luar panggung juga banyak wartawan yang mengabadikan peristiwa tersebut. Dengan senyum yang menawan, Ferdinand menatap seluruh mata kamera yang tertuju hanya padanya.
“Terima kasih buat semuanya yang sudah menyempatkan hadir pada sore hari ini...”, Ferdinand mengucapkan terima kasih pada para fansnya.
Dirumah Jovita.
“Bang Jovan!!!”, teriaknya keras.
Dia kesal. Karena baru ingat kalau hari ini adalah hari peluncuran album penyanyi faforitnya yaitu Ferdinand Adinegara. “Kenapa loe nggak ingetin gue??!!”, lanjutnya masih dengan nada keras.
Jovita benar-benar kesal, kenapa dia lupa tentang itu semua. Padahal dia sudah merencanakan apa-apa saja yang akan dia minta saat bertemu dengan Ferdinand pada acara tersebut. Tapi sekarang acara itu sudah berakhir. Jovita bener-bener sebel dengan semua itu.
---
Hari ini Desty kembali mengajak Jovita untuk jalan-jalan, dan kali ini Jovita mau. Tapi Desty harus menjemput Jo di rumah sakit, karena hari ini Jo mau ngambil obat. Tentu saja Desty langsung menyanggupi permintaan Jo tersebut.
Di dalam mobil menuju cafe D’Fresh, cafe milik Jovan Aditya Alfaro si abangnya Jovita.
“Loe sudah dapet surat konfirmasi dari kampus apa belum?”, tanya Desty sambil terus menghadap ke jalanan.
Jo yang lagi main game di hpnya menjawab ringan, “Kayaknya belum. Emangnya kenapa? Loe sudah dapet?”, lanjut Jo balik tanya.
“Sudah dong. Gue sudah diterima jadi setelah pengumuman kelulusan gue sudah gak perlu repot-repot daftar”, lanjutnya masih serius mengemudi.
“Syukur deh. Yang jelas kalau loe di terima, tentu aja gue juga bakalan diterima”, ucap Jo ringan tanpa beban.
Kontan Desty sebel dengan ucapan yang keluar dari mulut sahabatnya itu, dia melampiaskan dengan memperkencang laju mobilnya, dan ulahnya itu membuat Jo benar-benar terkejut.
“Woi! Loe mau bunuh gue?!”, bentak Jo.
Desty hanya tertawa puas.
“Nggak usah loe bunuh Des, bentar lagi mungkin gue bakal mati”, lanjut Jo sambil mempernyaman posisi duduknya.
Wajah kedua bersahabat itu berubah menjadi kalem, setelah ucapan Jovita tadi. Jovita dan Desty terdiam sesaat, wajah mereka benar-benar kalem nggak seperti tadi yang ceria. Apa ada yang salah?
“Kita semua bakalan mati Jo. Mau loe atau gue atau siapapun sama aja, kita bakalan mati. Tapi kita nggak tahu tepatnya kapan. Dan gue yakin loe bakalan kuat dan nggak nyerah buat terus hidup”, ucap Desty serius.
Jovita malah menanggapinya dengan senyuman lebar, “Tentu saja! Gue kan bukan cewek yang lemah”, lanjutnya riang.
Kalimat dari Jovita itu membuta Desty kembali tersadar kalau Jovita memang benar-benar cewek yang kuat, Jo bukan cewek yang lemah. Jo nggak pernah mengeluh dengan apa yang dialaminya, dia juga nggak pernah bersikap lemah dihadapan semua orang dalam menjalani hidupnya. Jo yang selalu menampakkan keceriaan dan memberikan kebahagiaan bagi orang-orang disekitarnya. Jo yang gak pernah nangis dan selalu berusaha tersenyum dalam kesakitannya.
Sampai juga mereka di cafe.
Setelah mendapatkan tempat duduk dengan posisi yang nyaman, mereka mulai memesan makanan. Selagi menunggu makanan datang, Jo kembali melanjutkan main game di hp-nya, sedangkan Desty entah lagi mencari apa di tasnya.
Sedetik kemudian Desty mengeluarkan sesuatu dari tasnya dan ditunjukkan pada Jo, “Nih buat loe”.
Pandangan mata Jovita berpaling ke apa yang Desty tunjukkan, “Album keduanya Ferdinand!”, ucap Jo keras membuat orang-orang yang ada disekitar mereka memusatkan perhatian pada keduanya.
Keduanya lalu senyum-senyum saja menanggapi orang-orang yang masih melihatnya.
“Buat gue? Makasih”, lanjut Jo dengan nada suara yang sedikit lebih lirih di bandingkan yang tadi.
“Butuh perjuangan tuh buat ngedapetinnya! Loe harus bayar mahal sama gue”, ucap Desty serius.
Masih dengan rasa gembiranya mendapatkan CD original plus tanda tangan dari Ferdinand, “Loe minta berapa? Pasti gue bayar”, ucap Jo nggak kalah serius.
“Gue nggak butuh duit! Gue maunya abang loe itu”, jawab Desty terus terang.
Jovita memandang tajam sahabatnya itu.
Desty memang seperti itu, dia suka sana Jovan dari dulu. Tapi yang buat heran itu Desty selalu acuh kalau ada Jovan, entah kenapa dia selalu di buat bete sama Jovan yang cakep itu. Dan ada satu hal yang nggak Desty ketahui, kalau Jovan juga memiliki rasa yang sama. Dia suka juga sama Desty, tapi karena pembawaan Desty yang acuh terhadapnya membuat Jovan selalu bertingkah menyebalkan dan senang membuat Desty bete.
---
Sarapan di rumah Jovita.
Papah dan Mamah sudah siap di meja makan, nggak lama kemudian Jovan dan Jovita juga siap di meja makan. Mereka berempat sarapan bersama.
Hari ini sengaja Papah dan Mamah mengosongkan jadwal operasi mereka agar bisa menghadiri acara pengumuman kelulusan putri mereka yang cantik itu. Jovan juga ikut kesana, dia rela buat bolos kuliahnya demi adik tercintanya itu.
“Makan yang banyak, biar loe makin kuat!”, ucap bang Jovan sambil mengambilkan ayam goreng untuk adik tercintanya itu.
Di tempat lain di waktu yang sama.
Desty juga lagi sarapan denga keluarganya. Hari ini kedua orang tuanya dan tentu saja adik perempuan satu-satunya juga datang pada acara tersebut.
Beberapa teman-teman Jovita dan Desty juga tengah bersiap-siap untuk mengetahui hasil ujian nasional yang telah mereka lalui beberapa bulan yang lalau.
Ferdinand Adinegara juga sama. Setelah siap dengan pakaian seragam SMA nya, dia turun dan sarapan bersama kedua orang tuanya. Hari ini merupakan hari yang benar-benar dia tunggu, hari yang benar-benar membuatnya penasaran dengan apa yang akan dia peroleh nantinya.
Semua pelajar kelas XII SMA juga sangat antusias dalam menghadapi hari ini. Mereka benar-benar mempersiapkan mental yang kuat untuk menghadapi hasil yang bisa baik untuk mereka dan mungkin bisa saja hasil buruk yang akan mereka dapatkan.
Sampai di sekolahan masing-masing.
Disana sudah banyak orang tua dan wali murid yang datang untuk mendampingi anak-anaknya. Suasananya sangat tegang, bener-bener nggak ada yang bisa mencairkan suasana, mereka semua diam sambil terus menunggu hasil ujian yang sudah lama mereka nanti-nantikan.
“Pah, Mah, Bang, Jo kesana dulu ya, nyamperin temen-temen”, pamit Jovita.
Papah, Mamah, dan Bang Jovan membiarkan begitu aja Jovita pergi.
“Abang loe ikut?”, tanya Desty lirih.
Jo tersenyum dan menunjuk kearah Jovan, “Tuh orangnya ada disana”.
Buru-buru Desty menepis tangan Jo karena dia malu kalau sampai Jovan melihatnya tadi. Tapi dari tadi memang Jovan sudah memperhatikan Desty, dia senang melihat Desty yang manis itu.
Papan pengumuman hasil kelulusan mulai dikeluarkan dari tempat persembunyian. Para murid-murid mulai mengerumuni papan-papan yang disebar hampir di setiap sudut sekolahan. Desty, Jo, dan beberapa teman akrab mereka sudah siap didepan papan pengumuman.
“Auch”, Jo sedikit merasakan sakit di dadanya.
Akhirnya papan pengumuman itu terbuka juga, semuanya berebut untuk melihat nama mereka tercantum sebagai pelajar yang lulus atau yang tidak lulus. Desty mencari namanya, Jovita juga mencari namanya.
“Gue lulus!”, teriak riang Desty dan Jovita bersamaan.
Beberapa teman-temannya yang lain juga bersujud syukur atas kelulusan yang mereka dapatnya. Tapi ada beberapa juga teman-teman mereka yang menangis histeris karena nggak lulus dalam ujian nasional tahun ini.
Dengan gembira Jo keluar dari kerumunan itu dan berlari menghampiri kedua orang tuanya dan juga kakaknya itu. Cukup sulit dia keluar dari kerumunan yang penuh sesak itu, apa lagi di tambah teman-temannya yang saling mengucapkan selamat atas keberhasilan mereka semua.
Akhirnya Jo berhasil keluar dari kerumunan itu dan berlari menuju keluarganya. Tapi dia tiba-tiba berhenti dan terus memegangi dadanya yang benar-benar terasa amat sangat sakit, sedetik kemudian dia jatuh nggak sadarkan diri.
Kedua orang tuanya, Jovan, dan teman-temannya berlari kearah Jovita yang sudah nggak sadarkan diri.
“Telfon ambulans!”, perintah Papah pada Jovan.
Jovan langsung melaksanakan perintah Papahnya itu.
Kemudian Papah melepaskan jasnya dan di taruh di tanah, lalu dipindahkannya Jovita diatas jasnya itu. Karena dia seorang dokter, Papah mulai mengecek kondisi Jo, dia mengecek denyut nadinya dan juga nafasnya. Ada sesuatu yang aneh di dada Jo, degup jantungnya terdengar bising.
Desty menangis karena khawatir dengan keadaan Jovita. Mamah ikut membantu Papah, karena Mamah juga merupakan dokter spesialis bedah umum.
Nggak lama kemudian ambulans datang, Jo langsung diarak naik ke dalam mobil. Papah dan Mamah juga masuk kedalamnya. Desty yang masih menangis nggak tahi harus gimana, tiba-tiba ada yang menarik tangannya. Jovan menarik Desty agar bersamanya menuju rumah sakit.
“Bang, Jo nggak kenapa-napa kan? Jo baik-baik aja kan? Nggak ada yang salah sama Jo kan? Dia bakal...”, perkataan Desty yang bergetar itu langsung terhenti karena di potong oleh Jovan.
“Jo. Dia bukan cewek yang lemah”, jawab Jovan singkat.
---
Dua hari kemudian di ruang operasi.
“Tarik nafas dalam-dalam”, ucap salah satu dokter pada Jovita sambil memasangkan alat bantu pernafasa.
Sedetik kemudian Jo tertidur karena pengaruh obat bius.
Papah masuk kedalam ruang operasi, lalu mengeringkan tangannya yang sudah steril, kemudian seorang perawat memasangkan sarung tangan untuk Papah dan memakaikan baju operasi untuk papah yang merupakan dokter Bedah Toraks itu.
Flash back, sehari sebelum operasi.
“Terserah Papah sama Mamah aja, karena pilihan Papah dan Maman itu yang terbaik”, ucap Jovita yang sedang duduk di sebuah ranjang di sebuah kamar rumah sakit.
“Kita memilih ini demi Jo. Papah sama Mamah nggak mau kehilangan Jo”, lanjut Papah.
Jo tersenyum lebar, sedangkan Papah, Mamah, dan Jovan terlihat khawatir. Tapi Jo meyakinkan semuanya, dia akan melakukan apapun agar tetap hidup. Kalau ini cara satu-satunya kenapa nggak dicoba saja, walaupun nantinya sulit untuk diperbaiki.
Papah mulai menyeset dada Jovita, dia membelah dada anaknya itu. Sedikit nggak tega, tapi ini semua demi Jo.
“Saw”, lanjut Papah meminta gergaji untuk membelah tulang rusuk Jo.
Di balik itu semua, Jo yang nggak sadarkan diri terlihat tenang dan menyedihkan. Di umurnya yang masih muda itu dia sudah mengalami operasi seperti itu. Ini kali keduanya setelah sepuluh tahun yang lalu dia menjalani operasi yang sama. Lagi-lagi dokter mengoyak dadanya.
***
bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...