Part 10
Belum sempat Erika menikmati
minuman dan makanan yang ada dihadapannya, dia dikejutkan dengan kehadiran dua
orang yang nggak asing lagi buat dia. Ada Bhara dan Dika yang sedang berjalan
mendekat kearah tempat duduknya bersama dengan Papah.
Bhara dan Dika tersenyum manis
pada Erika yang melihat kearah keduanya.
“Bang Bhara? Ngapain lo kesini?”,
timpal Erika cepat saat melihat ada Bhara didepannya bersama dengan Dika juga.
Bhara lalu menarik kursi disisi
meja yang lain, “Gue di ajak Papah dinner bersama disini”, jawab Bhara.
“Selamat malam om”, sapa Dika
ramah.
Papah bangkit dan bersalaman
dengan Dika sambil menepuk-nepuk pundak Dika, “Senangnya bisa ketemu kamu lagi.
Gimana? Betah kerja bareng Bhara?”, tanya Papah seketika itu juga.
Dika menganggukkan kepalanya, “Betah
banget om”, jawab Dika sambil tersenyum.
“Ya sudah, ayo duduk. Lalu pesan
makanan dan minuman”, ajak Papah ramah.
Erika, Bhara, Dika, dan Papah
duduk di sekitar meja yang sama. Erika sama sekali nggak menghiraukan Dika, ingin
sekali dia pergi dari situ tapi itu nggak mungkin karena dia nggak enak sama
Papah. Papah juga pasti akan memarahinya kalau bersikap seperti itu.
Dika mencuri pandang pada Erika
yang mulai makan, Bhara dan Papah lagi ngobrol mengenai bisnis sambil diselingi
makan yang Papah lakukan. Erika hanya terfokus pada makananya, dia tahu kalau
sekarang ini dia menjadi fokus Dika yang sekarang terlihat jelas memandang
kearah Erika yang super duper cuek.
Erika mempercepat makannya agar
bisa cepat keluar dari situasi itu, tapi gara-gara cepat-cepat makan Erika
malah tersedak. Dengan sigap Dika memberikan minuman untuk Erika. Mau nggak mau
Erika meraih minuman itu dan langsung meminumnya tanpa berkata apa-apa.
“Kamu baik-baik aja kan?”, tanya
Dika perhatian.
Tapi Erika nggak memberikan
jawaban apa-apa. Sesaat kemudian makanan yang dipesan Dika dan Bhara datang,
setelah makanan tersaji dihadapan mereka berdua kemudian mereka memakan makanan
itu dengan lahap karena memang akibat dari lelah bekerja satu hari ini.
“Semuanya kerjaan lancar-lancar
aja kan?”, tanya Papah pada Bhara dan Dika.
“Lancar-lancar aja Pah, ada Dika
yang bener-bener berkompeten”, jawab Bhara bersemangat.
Dika tersenyum bangga, “Kalau
nggak ada bos kayak Bhara mungkin semuanya bakalan runyam”, sahut Dika yang
berbalik memuji Bhara. “Apalagi bantuan Erika dengan ide-ide segarnya, sungguh
membantu”, lanjut Dika sambil melirik kearah Erika.
Erika terkejut, kontan
menengadahkan kepalanya melihat kearah Dika, Dika malah tersenyum kearah Erika.
Papah terlihat senang karena ternyata Erika mau bekerja di kantor bersama
dengan Bhara dan Dika.
“Kamu ikut bantuin Bhara di
kantor?”, tanya Papah seketika itu juga.
Cepat-cepat Erika menggelengkan
kepalanya. Tapi belum sempat dia menjawab, Bhara dengan cepat menyerobot untuk
ngomong duluan, “Tapi sudah beberapa hari ini Erika nggak mau kerja lagi”,
sahut Bhara.
Erika terlihat kesal sekali
dengan kakaknya itu.
“Emangnya kenapa?”, tanya Papah
lagi.
“Masalah pribadi Pah, tanyain aja
sama Erikanya sendiri”, jawab Bhara sambil terus menikmati makanannya.
Kali ini Erika benar-benar dibuat
kesal oleh kakaknya itu. Walaupun dia belum selesai makan Erika memutuskan
untuk menyudahinya saja, Erika pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan
Papahnya, dia terlalu kesal dengan
situasi itu.
“Erika kenapa?”, tanya Papah pada
Bhara.
Bhara menggelengkan kepalanya
pura-pura nggak tahu. Sedangkan Dika bangkit dari tempat duduknya meraih kunci
mobil dan jas nya lalu berpamitan dengan Papah dan juga Bhara. Setelah itu Dika
bergegas mengejar Erika yang sudah keluar duluan tadi.
“Mereka pacaran?”, tanya Papah
seketika itu juga, tebakan Papah.
“Kok Papah tahu?”, giliran Bhara
yang malah bertanya.
“Sangat jelas telihat”, jawab
Papah ringan kemudian melanjutkan makannya lagi.
“Tunggu”, Dika menghentikan
langkah Erika dengan cara menggenggam pergelangan tangan kanan Erika.
Erika mencoba melepaskan
genggaman tangan Dika tapi nggak bisa, “Lepasin gue!”, ucap Erika kesal.
“Nggak! Gue nggak akan pernah
nglepasin lo”, tukas Dika cepat lalu menarik Erika membawanya menuju mobilnya
lalu menyuruh Erika masuk dalam mobilnya.
“Gue nggak mau!”, timpal Erika
menolak.
Tapi Dika kali ini memaksa, dia
memaksa Erika untuk masuk dalam mobilnya dan kali ini Erika menurut. Cepat-cepat
Dika masuk kedalam mobilnya juga lalu melajukan mobilnya pergi dari tempat itu.
Akhirnya mereka berdua bisa bertemu, Dika harus menjelaskan tentang apa yang
sebenarnya terjadi. Erika harus kembali menjadi miliknya.
“Hana memang pacar gue. Tapi itu
dulu sebelum gue kenal sama lo. Gue juga sudah putus sama dia sebelum gue kenal
sama lo”, kata Dika mencoba menjelaskan yang sebenarnya, “Waktu itu hanya
sebuah kesepakatan. Dia menginginkan gue untuk datang bersamanya keacara
pernikahan Hera. Awalnya gue menolak keras tapi dia memaksa, dan terus memaksa.
Dan yang paling bodohnya lagi gue mengiyakan apa yang dia minta. Itu kebodohan
gue”, lanjut Dika panjang lebar untuk meyakinkan Erika.
“Dan gue nggak peduli tentang itu
semua”, timpal Erika ketus, terlihat kedua matanya berkaca-kaca karena menahan
tangis.
Mendengar tanggapan dari Erika
itu, Dika memutar kemudianya untuk menepi disebuah jalan yang benar-benar sepi
malam itu. Hanya ada mobilnya yang melewati jalan itu. Dengan kedua mata yang
menahan air mata Dika menoleh kearah Erika yang terlihat cuek.
“Maaf. Gue minta maaf karena
nggak ngomong semua ini sejak awal. Gue terlalu pengecut untuk menjelaskan itu
semua”, lanjut Dika terdengar tulus sekali.
Kali ini Erika menoleh kearah
Dika, kedua sorot matanya tajam, “Lo nggak perlu minta maaf. Bukan lo yang
salah, tapi semua itu kesalahan gue. Kesalahan gue yang sudah percaya sama lo”,
jawab Erika marah membuat air matanya tumpah juga.
Dika menggenggam tangan Erika
tapi sedetik kemudian Erika buru-buru menepisnya. Tangan Erika menarik tuas
untuk membuka pintu mobil, “Biar gue pulang sendiri aja”, ucap Erika.
Tapi dengan cepat Dika
menggagalkan Erika yang akan membuka pintu mobil, “Lo nggak perlu keluar. Biar
gue aja yang keluar”, ucap Dika yang kemudian keluar dari mobilnya sendiri.
Dika berjalan sendirian menyusuri
jalan meninggalkan Erika yang menangis didalam mobil. lama-kelamaan langkan
Dika makin menjauh, makin menjauh, tubuhnya juga terlihat mengecil karena jarak
yang terlampau jauh. Erika keluar juga dari mobil, dia menangisi kepergian
Dika. Raut wajahnya terlihat takut setelah menyadari dia sendirian ditempat
yang sepi itu. Apalagi sekarang Dika sudah nggak terlihat lagi.
“Kenapa lo ninggalin gue
sendirian?! Gue nggak tahu gimana caranya nyetir!”, teriak Erika yang
ketakutan.
Ternyata Dika juga menangis
karena itu semua, dia terus berjalan sendirian menembus gelapnya jalan yang
minim lampu penerangan itu. Dalam benaknya dia terus berharap kalau Erika akan
datang untuk menyusulnya. Tapi sudah lama dia berjalan, nggak terlihat ada
mobil yang berjalan kearahnya, Dika masih terus berharap.
Sampai akhirnya terdengar deru
suara mobil yang lewat. Cepat-cepat Dika menoleh tapi ternyata itu bukan
mobilnya, didalam mobil itu juga bukan Erika. Setelah itu Dika menghentikan
langkah kakinya. Hatinya berdebar nggak enak, dia khawatir dengan Erika yang
tadi ditinggalkannya sendirian. Hati kecilnya menyuruh Dika berbalik badan,
pelan-pelan Dika mulai berlari, makin cepat dan lebih cepat lagi Dika berlari
ke tempatnya meninggalkan Erika tadi.
Dika mendapati mobilnya dengan
pintu penumpang depan terbuka, nggak ada Erika disitu. Dika mencari
disekeliling mobil, sama sekali nggak ada tanda-tanda Erika. Dengan perasaan
yang begitu khawatir Dika memasuki mobilnya dan melajukannya berputar arah
untuk mencari dimana Erika sebenarnya.
“Lo dimana? Erika, lo dimana?”,
teriak Dika keras.
Sambil melajukan mobilnya dia
terus melongok kesana-kemari untuk mencari Erika. Tapi nggak kunjung terlihat
ada Erika. Dika menangis, dia bersalah meninggalkan Erika sendirian. Seharusnya
dia nggak sebodoh itu meninggalkan Erika sendirian ditempat sesepi itu.
Setelah mencari kesana-kemari,
Dika sampai lagi ditempat yang tadi, di tempat dia meninggalkan Erika. Dika
turun dari mobilnya dengan perasaan yang kacau, dia kehilangan Erika. Dan yang
dia tahu pasti Erika nggak mungkin jauh pergi dari tempat itu. Dika mulai
mencari lagi disekeliling jalan itu.
“Kenapa lo tega ninggalin gue
sendirian?”, teriak Erika sambil terus mengelapi air matanya yang nggak
henti-hentinya bercucuran.
Dika berbalik badan, dia nggak
tahu dari mana Erika muncul. Dengan cepat Dika berlari kearah Erika lalu
memeluknya erat, seolah menyiratkan kalau dia nggak mau Erika pergi, dia nggak
mau kehilangan Erika seperti ini lagi, dia terlalu khawatir dengan Erika, dia
nggak bisa tanpa Erika.
Erika mencoba melepaskan pelukan
Dika lalu menamparnya keras, “Kenapa lo ninggalin gue sendirian. Gue takut”,
ucap Erika disela-sela tangisannya.
Dika memegang kedua lengan Erika,
tatapannya puas karena sudah melihat Erika baik-baik saja dan sekarang sedang
ada dihadapannya, “Maafin gue”, ucap Dika singkat lalu kembali memeluk Erika
erat.
Dika merasakan tubuh Erika yang
bergetar karena ketakutan, dia bisa merasakan gimana Erika takut ditinggal
sendirian. Dika hanya bisa terus mengucapkan maaf karena dia memang sungguh
merasa berslah atas semua ini. Kesalahan Dika yang membiarkan Erika sendirian,
membuat Erika ketakutan, dan membuat Erika menangis seperti ini.
---
Hari ini adalah hari yang
menyenangkan untuk Erika, Cella, dan Renata. Hari ini mereka wisuda, akhirnya. Mereka
bertiga sangat terlihat bahagia, begitu juga dengan mahasiswa-mahasiswa yang
lainnya. Hari yang terukir menjadi sebuah sejarah yang tertulis indah dalam
kehidupan mereka.
Terlihat Bhara datang membawakan
bunga yang indah untuk Cella. Untuk pacar tersayangnya itu, dengan senyuman
yang menawan Bhara memberikan bunga itu lalu menunjukkan sebuah kotak berbentuk
‘love’ berwarna merah, “Will you marry me?”, ucap Bhara manis.
Cella tersenyum lebar karena
senang, lalu cepat-cepat memeluk Bhara sebagai tanda dia menerima Bhara.
Renata dan Erika juga terlihat
senang sekali.
Sekarang giliran Daniel yang
terlihat datang memebawa buket bunga tangan untuk pacarnya yaitu Renata. Dengan
senyuma manis Daniel, bunga itu diserahkan pada Renata. “Aku sayang sama kamu”,
ucap Daniel lalu mengecup kening Renata dengan penuh kasih sayang.
Dua pasangan yang terlihat
bahagia.
Erika terlihat sedang
mencari-cari seseorang, tapi dia belum juga menemukan orang itu.
Tiba-tiba ada badut berkostum
beruang yang mendekatinya, memberika sebuah buket bunga tangan yang begitu
indah. Erika tersenyum senang sekali, dia juga senang melihat badut itu karena
memang dia suka banget sama yang namanya badut waktu masih kecil, begitu juga
sampai sekarang.
“Terima kasih badut”, ucap Erika
senang.
Badut beruang itu mengangguk,
lalu memcari sesuatu dikantongnya dan membukanya, menunjukkannya pada Erika.
“Maukah kamu menjadi cintaku yang
terakhir?”, tulisan yang tertera di kertas yang ditunjukkan oleh badut itu.
Dengan kedua tangannya, masih
memegang bunga Erika mencoba membuka kepala beruang itu, dia ingin melihat
siapa yang ada didalamnya.
Dika. Ya Dika yang menjadi badut
itu, Dika tersenyum lebar sekali, “Maukah?”, ucap Dika sok manis.
Erika tersenyum bahagia lalu
membiarkan kepala beruang itu terjatuh karena dia tiba-tiba memeluk tubuh badut
itu alias memeluk tubuh Dika. Dia senang juga, cepat-cepat dia membalas pelukan
Erika dan mengangkat tubuhnya lalu memeluknya sambil berputar-putar sebagai
ungkapan rasa bahagianya.
Bhara dan Cella terlihat senang
melihat Erika dan Dika yang sudah baikan lagi, melihat mereka bersatu lagi.
Daniel dan Renata juga sama, Daniel merangkul Renata dengan hangat. Keduanya
juga tersenyum bahagia melihat akhir cerita ini yang bahagia.
***T.A.M.A.T***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar