•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Selasa, 01 November 2011

Found You, Princess Cilla [Part 1]


Keadaan riuh menggambarkan suasana bandara siang ini. Banyak orang berlalu lalang kesana-kemari dengan tujuan masing-masing. Semua orang, semua ras, nggak ada bedanya disini, semuanya berbaur menjadi satu.
Arjuna kecil mengeluarkan sebuah kalung berbandul bintang perak dan mengalungkannya pada Cilla, dengan senyuman yang menyungging dari sudut bibirnya yang kecil.
“Jagain kalung ini ya princess Cilla. Suatu saat nanti pasti Juna pulang buat princess”, Juna kecil tersenyum sangat manis setelah memasangkan kalung itu di leher Cilla yang sering dipanggil princess Cilla oleh dirinya.
Cilla mengangguk senang tapi ada kesedihan yang terpancar dari kedua mata indahnya. Dia nggak mau melepas Arjuna pergi ke Amerika. Terlihat Cilla kecil mencoba untuk tidak menangis dan tanpa disangka-sangka sebuah kecupan manis mendarat di pipi kanan Juna.
Keduanya tersenyum sumringah, anak kecil yang masih polos. Calvin Arjuna Nugraha atau yang biasa dipanggil Arjuna atau Juna itu sekarang baru berumur 9 tahun. Dan Prisilla Rania Jasmine atau Cilla atau princess Cilla oleh Juna, dia berumur 7 tahun.
Karena perceraian kedua orang tuanya, Juna pindah ke Amerika untuk tinggal bersama Mamahnya. Dan adiknya yang berumur sama dengan Cilla tetap tinggal di Jakarta bersama dengan Om Nugraha, ayah mereka.
Juna yang berjalan bersama dengan Mamahnya mulai menjauh dari pandangan Cilla, orang-orang yang berlalu-lalang dihadapannya juga menghalanginya untuk melihat lambaian tangan dari Arjuna yang dari tadi masih mengembangkan senyuman perpisahan.
Cilla menarik-narik baju Ayahnya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih memegangi bandul kalung yang Juna pakaikan lehernya tadi.
“Ayah. Bang Juna pulangnya kapan, Yah?”, Cilla masih mencari-cari sosok Juna yang sekarang sudah nggak terlihat lagi.
Ayah berlutut dihadapan Cilla agar tinggi mereka sejajar, “Bang Juna akan pulang secepatnya”, jawab Ayah sambil memegang kedua pundak anak semata wayangnya itu.
Tapi Cilla nggak puas dengan jawaban Ayah, dia terus menanyakan kapan Juna akan pulang. Dia berfikir akan nggak ketemu Juna lagi dalam waktu dekat ini. Dia akan kesepian, nggak punya teman bermain, nggak memiliki seseorang yang melindunginya dan menyayanginya seperti Juna padanya.
---
Sepuluh tahun kemudian.
Ayah, Sisil, dan dua anggota keluarga baru mereka. Tante Santy yang sekarang sudah jadi Mamah baru untuknya dan Emily saudara perempuan tirinya yang lebih muda satu tahun darinya.
Mereka berempat pindah kerumah baru yang lebih besar dan tentu saja lebih dekat dengan sekolahan Sisil dan Emily. Keluarga baru mereka terlihat kompak dan harmonis, walaupun Sisil belum bisa memanggil istri barunya Ayah dengan sebutan Mamah, tapi Emily sudah terbiasa memanggil Ayah pada Ayah Sisil.
“Ayah, tante, Sisil beresih kamar dulu ya”, pamit Sisil ramah.
Setelah Ayah dan istri barunya mengangguk Sisil bergegas kekamarnya untuk menata perabotan barunya, Emily juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua naik ke lantai dua rumah megah itu lalu masuk kekamar masing-masing yang saling berhadapan.
Mereka sibuk mendekorasi kamar yang sesuai dengan keinginan mereka. Kamar Sisil, didominasi dengan warna ungu, hampir semua perabotan ada unsur-unsur warna ungunya. Koleksi jam tangannya juga didominasi oleh warna ungu.
Sedangkan Emily lebih menyukai warna hijau yang sejuk. Sama dengan Sisil, kamar Emily dan perabotannya bernuansa hijau yang begitu segar.
“Loe kapan pulang Bang?”, tanya Ardi melalui sambungan telepon internasional.
“Bulan depan gue pulang, dan loe wajib buat jemput gue di bandara!”, timpal Juna dengan nada sedikit memaksa. “Oh, ya... Ada kabar nggak tentang Cilla?”, lanjutnya.
Ardi menggelengkan kepala tapi sesaat kemudian dia tersadar, Juna nggak bakal merespon bahasa tubuhnya itu karena ini sambungan telepon, “Nggak, gue nggak tahu sekarang dia dimana”, jawab Ardi dengan nada meyakinkan.
“Lagi masak apa Mah? Baunya menggoda banget”, Emily yang dari tadi mengikuti bau harum makanan yang dia cium sekarang dia sudah sampai ke sumbernya.
Mamah Emily tersenyum sambil terus mengaduk-aduk masakannya, “Masak makanan kesukaan Emily-ku sayang, semur daging spesial”, jawab Mamah.
Emily terlihat senang sekali, dengan cepat dia menghampiri Mamahnya dan mulai meminta untuk mencicipi masakan Mamahnya tersebut.
Dari sisi lain rumah itu Sisil dapat melihat Emily dan tante Santy yang lagi ada didapur.
“Tapi gue nggak suka semur daging, gue sukanya ayam goreng”, keluhnya lirih dengan nada begitu memelas.
Dia mencoba menenangkan diri dengan menggenggam erat bandul kalung yang dia pakai.
Tiba-tiba ada seseorang yang datang dan membuatnya terkejut, orang itu memegang kuat kedua pundak Sisil dari belakang. Kontan Sisil membalikkan badannya ternyata Ayah yang ada dibelakangnya tadi.
“Kita pesen ayam goreng kesukaan Sisil ya”, ucap Ayah diiringi senyuman yang menenangkan.
Dengan cepat Sisil mengangguk.
Cukup melihat mata Sisil, Ayah langsung bisa tahu apa yang sedang Sisil rasakan. Ayah juga merasakan ada sedikit keraguan Sisil dengan keputusan yang dia ambil, yaitu menikahi Santy. Tapi karena Sisil memberikannya restu, jadi dia berani untuk mengambil keputusan tersebut.
---
Setelah selesai sarapan, tante Santy mengantarkan suaminya, Emily, dan Sisil masuk kedalam mobil. Ketiganya akan berangkat, sedangkan dirinya hanya menjaga rumah.
“Daaah”, mereka bertiga melanbaikan tangan serempak.
Ayah dan Sisil duduk di depan, sedangkan Emily dudukdi kursi belakang. Ayah akan mengantarkan mereka berdua ke SMA Nusantara yang nggak terlalu jauh jaraknya dari rumah mereka.
Nggak sampai setengah jam mereka sampai di pintu gerbang sekolah yang terbuka lebar. Setelah berpamitan dengan Ayah, mereka berdua masuk bersama-sama.
“Kak, anterin gue dulu ke kelas ya”, rengek Emily manja.
Sisil yang baik itu mengangguk diiringi dengan senyuman. Mereka berdua berjalan bersama menyusuri lorong-lorong ruang kelas dan berakhir didepan kelas Emily, yaitu kelas X.6 yang berada di lantai tiga gedung sekolahan itu.
“Makasih kak”, ucap Emily manis. “Ntar kalau istirahat kita kekantin berdua ya”, ajak Emily.
Kembali, Sisil mengangguk, “Ok”, sambil menyimpulkan jarinya menandakan ok, “Kalau gitu gue ke kelas dulu ya”, pamit Sisil.
Giliran Emily yang mengangguk, “Hati-hati kak”.
Sisil melambaikan tangannya dan berlalu.
Dia kembali turun ke lantai dasar. Dan sampai di lantai dasar dia lalu lupa dia akan ditempatkan dikelas yang mana. Sisil mencoba mencari ruang guru untuk bertanya, tapi dari tadi dia belum menemukannya juga.
Sampai akhirnya, “Braak”. Sisil nggak sengaja bertabrakan dengan seseorang, menyebabkan buku-buku yang dibawa oleh orang yang bertabrakan dengannya berserakan di lantai.
“Maaf, maaf, maaf nggak sengaja”, ucap Sisil menyesal lalu berlutut dilantai dan memunguti buku-buku yang berserakan di lantai.
Anak cowok yang tadi bertabrakan dengannya mengamati sosok cewek yang ada didepannya itu, kemudian dia juga berlutut untuk mengambil buku-buku yang tadi dia bawa. Dia kembali mengamati cewek itu, dia nggak pernah lihat wajah cewek itu tapi entah kenapa dia merasa nggak asing dengan cewek itu.
“Maaf, maaf”, ucap Sisil lagi sambil menyerahkan buku-buku yang sudah dia susun rapi itu kepada cowok yang bengong dihadapannya
Kemudian mereka berdua bangkit, Sisil kembali meminta maaf.
“Nggak perlu minta maaf, lagia gue juga jalannya nggak hati-hati tadi”, jawab cowok itu. “Loe anak baru ya?”, lanjut cowok itu mencoba mencairkan suasana.
Tapi Sisil yang nggak suka basa-basi langsung berpamitan dan segera enyah dari hadapan cowok itu.
Ardi berbalik menghadap kearah punggung Sisil yang mulai menjauh, “Di koridor depan belok kiri, ruang guru itu ada disebelah kanan pintu kedua”, ucap Ardi keras.
Sisil berhenti sejenak dan sedikit menolehkan wajahnya untuk melirik kearah orang yang tadi bertabrakan dengannya, tapi kemudian dia melanjutkan langkah kakinya lagi menuju tempat yang tadi Ardi katakan.
---
Bu Puji masuk kedalam kelas XI.4 bersama dengan anak baru disekolahan itu. Bu Puji meletakkan buku yang dia bawa di atas meja guru, dan mempersilahkan seseorang masuk kedalam kelas yang sudah banyak penghuninya tersebut.
“Selamat pagi anak-anak”, sapa Bu Puji yang langsung di jawab oleh murid-muridnya.
“Ada anak baru Jo, cantik lagi tapi sayang kelihatannya dia itu judes orangnya”, timpal Hadi pada teman yang duduk didepannya yaitu Jordan.
“Nama saya Prisilla Rania Jasmine, kalian bisa memanggil saya Sisil”. Sisil memperkenalkan dirinya dimuka kelas.
Ardi yang ternyata warga kelas itu memusatkan perhatiannya pada Sisil, “Prisilla Rania Jasmine? Sisil?”, kemudian dia terlihat berfikir sambil mendongakkan kepalanya, “Kok gue ngrasa nggak asing dengan nama cewek itu ya?”, lanjutnya dengan nada penasaran.
Hanya tinggal satu tempat duduk yang tersisa, tempat duduk yang ada di paling belakang barisan nomer dua dari kiri, tepat di sebelah kanan Ardi yang duduk menepi dekat dengan jendela.
Sisil berjalan tenang, rambut lurus panjangnya menutupi sisi kanan dan kiri wajahnya, membuatnya terlihat misterius dan menjadi pusat perhatian, tapi kemudian dengan cepat Bu Puji membuyarkan perhatian mereka.
“Kumpulkan PR kalian didepan”, ucap Bu Puji tegas.
Dengan cepat semua murid-murid kecuali Sisil, membuka tas mereka, mencari-cari buku tugas mereka dan bergegas menyerahkannya pada bu Puji yang lagi duduk manis di balik meja yang cukup besar yang ada didepan mereka semua.
“Hey, kita ketemu lagi”, Ardi mengawali pembicaraan lalu mencoba mengulurkan tangannya untuk mengajak berkenalan, “Gue Ardi”, Ardi memperkenalkan dirinya.
Tapi sayangnya Sisil terlihat acuh dan nggak meraih tangan Ardi yang mengajaknya untuk bersalaman. Mengetahui itu Ardi cepat-cepat menarik tangannya lagi dan sedikit kikuk dibuatnya. Tapi dia nggak mau berhenti disitu.
“Jadi nama loe Sisil. Nama yang bagus”, ucap Ardi bersemangat. “Oh ya.. Loe itu yang cewek yang tadi nggak sengaja tabrakan sama gue kan?”, lanjut Ardi lagi, tapi tetap nggak ada jawaban dari Sisil.
Sisi kanan dan kiri wajah Sisil tertutup oleh rambut panjangnya yang tergerai. Sisil dia nggak bersuara.

TO BE CONTINUED....


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...