Found You, Princess Cilla Part 7
Sisil, Juna, dan Om Nugraha sudah
sampai didepan rumah Sisil yang megah. Oh Nugraha akan menjadi pengacara
pribadinya Sisil untuk mendapatkan kembali semua harta Sisil yang dirampas oleh
ibu tirinya dan saudara tirinya itu.
Om Nugraha memencet bel agar
pintu terbuka untuk mereka bertiga.
Juna menggenggam erat tangan
kanan Sisil dan tersenyum kearahnya sebagai semangat agar Sisil nggak tegang
dan menjadi kuat. Mendapatkan senyuman dari Juna, Sisil merasa tenang dan
mendapat tenaga untuk menghadapi ini semua.
Nggak lama kemudian pintu
terbuka. Emily yang membukakan pintu, lalu tanpa basa-basi om Nugraha merangsek
masuk diikuti Juna dan tentu saja Sisil.
Didalam rumah sudah ada tante
Santy yang sedang duduk bersama pengacara Ayah yang belum tahu apa-apa mengenai
Sisil yang di usir oleh Santy.
“Kami kesini untuk menuntut anda
karena sudah menyalahgunakan warisan almarhum tuan Bayu”, ucap Om Nugraha tegas
sambil memperlihatkan berkas-berkas untuk menggugat tante Santy secara perdana
dan tentu saja perdata juga.
“Maksud anda apa?”, tanya
pengacara yang nggak tahu apa-apa.
Om Nugraha menyerahkan semua berkas-berkas
tersebut dan mulai membuka satu-persatu lembar kertas pengaduan, dan dia
langsung dibuat tercengang dengan fakta-fakta yang ada dihadapannya.
Tante Santy dan Emily terlihat
mulai khawatir. “Maksud kalian apa? Maksud kamu apa Sisil? Siapa mereka?”,
tanya tante Santy dengan gemetaran.
Sisil belum berani menjawab
apa-apa, dia terlalu takut untuk menghadapi situasi itu. Dia hanya diam di
samping Juna yang terus menggenggam tangan kananya.
“Saya pengacara pribadinya Sisil.
Dan saya sudah menyerahkan semua berkas-berkas itu pada polisi, secepatnya akan
dilakukan penyelidikan oleh kejaksaan dan secepatnya juga akan naik
kepersidangan. Siapkan pengacara anda”, ucap Om Nugraha tegas.
“Maafkan saya. Saya kurang
mengawasi ini semua”, ucap pengacara Ayah yang menyesal.
Sisil hanya mengangguk.
Mendengar ancaman dari sana-sini,
tante Santy merasa takut tentu saja Emily juga merasakan hal yang sama, dia
juga merasa ketakutan. Dengan cepat tante Santy berlutut dihadapan Sisil untuk
meminta pengampunan. Dia menangis, terus meminta maaf sambil berlutut pada
Sisil.
Juna mempererat genggaman
tangannya memberi Sisil kekuatan. Merasakan tangannya yang makin hangat Sisil
memandang kearah kedua mata Juna yang teduh, membuatnya makin bertenaga untuk
menghadapi ini semua.
“Aku sudah maafin kalian berdua”,
ucap Sisil tegas.
Membuat om Nugraha, pengacara,
dan Juna terheran-heran, tante Santy dan Emily tersenyum menang dan berdiri
menghadap ke Sisil dengan wajah yang sumringah.
“Tapi”, ucap Sisil yang belum
selesai dengan kalimatnya, “Keluar dari rumah ini dan jangan pernah muncul lagi
dihadapanku!”, ucap Sisil makin tegas. “Dan, kembalikan semua yang sudah kalian
pakai, jatah warisan kalian akan tetap menjadi milik kalian”
Membuat Om Nugraha, Pengacara,
dan Juna tersenyum penuh kemenangan. Sisil yang keras muncul, mengusir dua
orang yang menjadi beban yang terus menggerogoti kehidupannya dan membuat Sisil
sengsara.
Tante Santy dan Emily terus
memohon agar tetap bisa tinggal disini tapi itu keputusan Sisil yang sudah
bulat dan nggak bisa di ganggu gugat lagi.
Om Nugraha dan pengacara jalan
duluan keluar rumah diikuti Sisil dan Juna.
Tante Sisil masih nggak terima
dengan perlakuan Sisil padanya, dia melihat sebuah gunting di meja kaca yang
ada didekatnya. Dia mengambil gunting yang cukup besar itu lalu dengan membabi
buta dia langsung menusukkan gunting itu ke perut sebelah kiri Sisil.
Seketika itu juga tante Santy
memegang gunting yang berlumuran darah. Sisil terjatuh dengan tangannya masih
dipegang oleh Juna.
---
“Tidur dulu aja bang, biar gue
yang gantian jagain princess loe itu”, ucap Ardi sambil memegang kedua pundak
kakaknya dari belakang.
Juna tersenyum untuk menyamarkan
kelelahannya, kantung matanya menghitam karena semalaman nggak tidur. “Nggak
apa-apa, gue masih kuat”, ucap Juna menyepelekan keadaannya.
“Sudahlah, dia aman sama gue. Loe
tenang aja”, ucap Ardi meyakinkan Juna.
Mereka terdiam beberapa saat dan
Juna bangkit juga, “Terserah loe aja deh. Kalau ada apa-apa cepetan bangunin
gue ya”, gumam Juna bangkit dari tempat duduknya.
Ardi mengangguk pasti, kemudian
Juna memberikan sebuah kecupan di kening Sisil, “Kalau aja kamu Sleeping
beauty, pasti setelah aku cium kamu bangun”, ledek Juna sambil membelai lelmbut
pipi pacarnya itu.
Ardi terlihat iri, tapi ya
sudahlah itu haknya Juna.
Juna tidur di sofa dan membiarkan
Ardi menjaga Sisil.
Diam-diam Ardi memegang kedua
tangan Sisil yang dingin itu.
Tante Santy sedang di interogasi
di kantor kejaksaan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Menyalahgunakan
warisan dan mencoba melakukan pembunuhan pada Sisil, tante Santy yang
terus-terusan membuat Sisil menderita.
Sedangkan Emily duduk meringkuk
dengan tubuh gemetaran disudut kamarnya yang didominasi dengan warna orange. Dia
ketakutan, dia sendirian di rumah menunggu mamahnya yang dari tadi belum pulang
juga.
Juna lagi pergi untuk membeli
makanan dan meninggalkan Ardi yang masih menjaga Sisil.
Diam-diam Ardi menggenggam tangan
Sisil dengan kedua tangannya, dia menggenggamnya dengan penuh perasaan.
“Gue bener-bener sayang sama loe.
Gue nggak bisa terus-terusan cuman ngelihat loe, gue ingin miliki loe
seutuhnya. Gue ingin loe jadi cewek gue, gue cinta sama loe”, ucap Ardi yang
terdengar serius sambil menahan tangisnya agar tidak keluar.
Ternyata Juna sudah selesai
membeli makanan, dia ada diambang pintu. Dia nggak jadi masuk karena mendengar
perkataan Ardi tadi. Dia juga melihat Ardi yang mengecup lama kening Sisil
dengan segenap perasaannya, membuat Juna mengurungkan niatnya masuk ke dalam
sana.
“Gue bodoh! Harusnya gue ngrelain
orang yang bener-bener gue cintai buat adik gue. Gue nggak pernah lihat dia
seserius itu cinta sama orang lain, tapi gue nggak mungkin bisa tanpa Cilla. Gue
juga cinta sama dia”, batin Juna yang sedang berkecamuk.
Juna mengumpulkan kekuatannya
untuk memutar gagang pintu, lalu dia buka perlahan pintu itu dengan wajah yang
tertunduk. Dia mencoba bersikap biasa-biasa aja.
“Juna”, panggil seseorang.
Juna mengangkat kepalanya
ternyata Sisil sudah bangun, dan sekarang Ardi berdiri disamping Sisil
memberikan ruang untuk dirinya lebih dekat dengan Sisil.
Semua makanan yang Juna beli
langsung diletakkan begitu saja di meja tamu lalu beralih ke Sisil yang terus
memandangnya, dengan cepat dia meraih kedua tangan Sisil. Dia lega Sisil sudah
bangun dan terlihat baik-baik saja.
“Mana yang sakit? Perut kamu
masih sakit? Dimana kamu ngrasain sakit? Aku panggilin dokter ya...”, Juna
terus nyerocos.
Dengan cepat Sisil yang masih
lemah mencium pipi kiri Juna membuat Juna terdiam. Membuat Ardi panas.
“Aku baik-baik aja, makasih sudah
khawatirin keadaanku”, ucap Sisil lemah dan nggak lupa dengan senyumannya yang
manis.
Juna tersenyum seketika melihat
Sisil yang sudah sadar dan terlihat baik kondisinya. Dia merasa sangat bahagia.
---
Hari ini Juna ada kuliah, jadi
Ardi yang bertugas menjaga Sisil di rumah sakit. Tadinya Sisil menolaknya tapi
Ardi bersikeras menjaganya dan memilih untuk membolos sekolah demi menjaga
Sisil. Membuat Sisil sedikit tidak nyaman.
“Biar gue suapin aja, loa kan
lagi sakit”, ucap tegas Ardi yang memaksa untuk menyuapi Sisil.
“Ah nggak usah, gue bisa sendiri.
Bukan tangan gue yang sakit, jadi gue bisa makan sendiri”, Sisil mencoba
merebut makanan yang dipegang Ardi.
Tapi Ardi terus menghalanginya, “Waktu
itu tangan gue juga nggak sakit, kaki gue yang sakit. Tapi loe juga maksa buat
nyuapin gue. Itung-itung ini balasan dari gue”, ucap Ardi yang kemudian membuat
Sisil terdiam.
Ardi mulai menyuapi makanan untuk
Sisil, walau terasa nggak nyaman Sisil mencoba menikmati saat-saat itu.
“Loe mau ke tempat kerja kan?”,
tanya Juna pada sahabatnya yaitu Zaki yang dirangkulnya itu.
“Iya”, jawab Zaki singkat.
“Loe nggak bawa motor kan?”,
tanya Juna lagi.
“Iya”, jawab Zaki lagi.
“Biar gue anterin loe ketempat
kerja”, lanjut Juna.
Zaki menghentikan langkah kakinya
membuat Juna juga menghentikan langkah kakinya, “Bukannya Sisil masih di rumah
sakit? Loe nggak ngejagain dia?”, tanya Zaki.
Juna tersenyum, “Ada Ardi”,
ucapnya singkat lalu melanjutkan langkah kakinya, “Gue nggak perlu khawatir”,
lanjutnya singkat.
Zaki dan Juna pergi bersama-sama
ketempat kerja Zaki yang dulu menjadi tempat kerja Sisil waktu masih hidup di
kontrakan.
Sampai di tempat kerja, Juna
ikut-ikutan mengerjakan pekerjaan sama seperti yang Zaki kerjakan. Menata
sepatu, membersihkan sepatu-sepatu dari debu, melayani customer dan kegiatan
yang lainnya.
Terdengar bunyi hp yang ada
disaku celananya, dengan cepat dia meletakkan sepatu yang sedang dia pegang di
tempatnya lagi. Juna melihat kearah layar hp-nya ternyata ada ‘princess Cilla’
memanggilnya. Juna terlihat bingung harus bagaimana, akhirnya dia me-reject
telfon itu lalu memasukkannya lagi ke saku celananya.
“Kok dimatiin sih? Emangnya
sesibuk apa dia, sampai-sampai ngelupain aku”, celetuk Sisil yang sebel.
Ardi yang sedang membaca majalah
terlihat sebel juga karena dari tadi dicuekin oleh Sisil yang terus-terusan
mencoba menghubungi Juna.
Hp-nya kembali berdering,
cepat-cepat Juna mengambil hp-nya lagi. Ternyata ada pesan masuk dari ‘princess
Cilla’.
“Sesibuk apa sih kamu sampai
bikin aku nunggu kayak gini”, isi pesan yang Sisil kirimkan untuk Juna.
Juna mengacuhkan pesan itu lalu
mengnonaktifkan hp-nya.
Sisil masih mencoba menghubungi
Juna tapi nggak bisa, mail box. Dia sebel banget dengan Juna yang sama sekali
nggak menelfonnya atau sekedar mengirimkan pesan untuknya. Sisil terlalu takut
untuk kehilangan Juna untuk yang kedua kalinya, dia takut Juna kembali lagi ke
Amerika dan meninggalkannya sendirian disini. Pikiran itu selalu menghantui
dirinya.
“Ini sudah malem bro, loe nggak
pulang. Sisil pasti nungguin loe”, ucap Zaki sambil menepuk pundak Juna.
Juna tersenyum ringan, “Gue mau
nungguin loe sampai loe selesai kerja. Gue mau numpang tidur di kontrakan loe
malam ini”, lanjut Juna ringan.
“Loe lagi ada masalah sama Sisil?”,
tanya Zaki.
Kali ini Juna mengangguk, “Nggak,
gue nggak ada masalah sama dia”.
“Terus kenapa loe dari tadi
menghindari telfon dari dia?”, tanya Zaki lagi.
Juna menepuk pundak Zaki, “Nanti
gue ceritain setelah kerja. Makanya biarin gue tidur di kontrakan loe malam ini”.
Lanjut Juna memaksa.
“Terserah loe aja deh. Tapi
jangan protes kalau kontrakan gue berantakan, gue belum sempat beres-beres”.
Juna menepuk pundak Zaki lagi, “Tenang
aja bro, gue bisa maklumin itu”, ledeknya sambil sedikit tertawa.
“Telfonnya nggak aktif”, ucap
Ardi yang masih memegang hp-nya dan kemudian duduk didekat Sisil.
“Dia aneh hari ini”, lanjut Sisil
tanpa semangat. “Ada apa dengan dia?”, tanyanya lirih.
Ardi memandangnya lekat-lekat, “Kenapa
loe terus-terusan mikirin dia? Setidaknya, please sedetik aja loe jangan
mikirin dia dan biar loe bisa mikirin gue, mikirin tentang perasaan gue”, batin
Ardi.
“Apa dia lagi ada masalah? Kira-kira
ada yang loe tahu nggak?”, lanjut Sisil masih membicarakan Juna.
Ardi makin nggak nyaman dengan
situasi itu. Dia menggeleng saja untuk menjawab Sisil.
TO BE CONTINUED...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar