•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Kamis, 03 November 2011

Found You, Princess Cilla [Part 7]


Found You, Princess Cilla Part 7

Sisil, Juna, dan Om Nugraha sudah sampai didepan rumah Sisil yang megah. Oh Nugraha akan menjadi pengacara pribadinya Sisil untuk mendapatkan kembali semua harta Sisil yang dirampas oleh ibu tirinya dan saudara tirinya itu.
Om Nugraha memencet bel agar pintu terbuka untuk mereka bertiga.
Juna menggenggam erat tangan kanan Sisil dan tersenyum kearahnya sebagai semangat agar Sisil nggak tegang dan menjadi kuat. Mendapatkan senyuman dari Juna, Sisil merasa tenang dan mendapat tenaga untuk menghadapi ini semua.
Nggak lama kemudian pintu terbuka. Emily yang membukakan pintu, lalu tanpa basa-basi om Nugraha merangsek masuk diikuti Juna dan tentu saja Sisil.
Didalam rumah sudah ada tante Santy yang sedang duduk bersama pengacara Ayah yang belum tahu apa-apa mengenai Sisil yang di usir oleh Santy.

“Kami kesini untuk menuntut anda karena sudah menyalahgunakan warisan almarhum tuan Bayu”, ucap Om Nugraha tegas sambil memperlihatkan berkas-berkas untuk menggugat tante Santy secara perdana dan tentu saja perdata juga.
“Maksud anda apa?”, tanya pengacara yang nggak tahu apa-apa.
Om Nugraha menyerahkan semua berkas-berkas tersebut dan mulai membuka satu-persatu lembar kertas pengaduan, dan dia langsung dibuat tercengang dengan fakta-fakta yang ada dihadapannya.
Tante Santy dan Emily terlihat mulai khawatir. “Maksud kalian apa? Maksud kamu apa Sisil? Siapa mereka?”, tanya tante Santy dengan gemetaran.
Sisil belum berani menjawab apa-apa, dia terlalu takut untuk menghadapi situasi itu. Dia hanya diam di samping Juna yang terus menggenggam tangan kananya.
“Saya pengacara pribadinya Sisil. Dan saya sudah menyerahkan semua berkas-berkas itu pada polisi, secepatnya akan dilakukan penyelidikan oleh kejaksaan dan secepatnya juga akan naik kepersidangan. Siapkan pengacara anda”, ucap Om Nugraha tegas.
“Maafkan saya. Saya kurang mengawasi ini semua”, ucap pengacara Ayah yang menyesal.
Sisil hanya mengangguk.
Mendengar ancaman dari sana-sini, tante Santy merasa takut tentu saja Emily juga merasakan hal yang sama, dia juga merasa ketakutan. Dengan cepat tante Santy berlutut dihadapan Sisil untuk meminta pengampunan. Dia menangis, terus meminta maaf sambil berlutut pada Sisil.
Juna mempererat genggaman tangannya memberi Sisil kekuatan. Merasakan tangannya yang makin hangat Sisil memandang kearah kedua mata Juna yang teduh, membuatnya makin bertenaga untuk menghadapi ini semua.
“Aku sudah maafin kalian berdua”, ucap Sisil tegas.
Membuat om Nugraha, pengacara, dan Juna terheran-heran, tante Santy dan Emily tersenyum menang dan berdiri menghadap ke Sisil dengan wajah yang sumringah.
“Tapi”, ucap Sisil yang belum selesai dengan kalimatnya, “Keluar dari rumah ini dan jangan pernah muncul lagi dihadapanku!”, ucap Sisil makin tegas. “Dan, kembalikan semua yang sudah kalian pakai, jatah warisan kalian akan tetap menjadi milik kalian”
Membuat Om Nugraha, Pengacara, dan Juna tersenyum penuh kemenangan. Sisil yang keras muncul, mengusir dua orang yang menjadi beban yang terus menggerogoti kehidupannya dan membuat Sisil sengsara.
Tante Santy dan Emily terus memohon agar tetap bisa tinggal disini tapi itu keputusan Sisil yang sudah bulat dan nggak bisa di ganggu gugat lagi.
Om Nugraha dan pengacara jalan duluan keluar rumah diikuti Sisil dan Juna.
Tante Sisil masih nggak terima dengan perlakuan Sisil padanya, dia melihat sebuah gunting di meja kaca yang ada didekatnya. Dia mengambil gunting yang cukup besar itu lalu dengan membabi buta dia langsung menusukkan gunting itu ke perut sebelah kiri Sisil.
Seketika itu juga tante Santy memegang gunting yang berlumuran darah. Sisil terjatuh dengan tangannya masih dipegang oleh Juna.
---
“Tidur dulu aja bang, biar gue yang gantian jagain princess loe itu”, ucap Ardi sambil memegang kedua pundak kakaknya dari belakang.
Juna tersenyum untuk menyamarkan kelelahannya, kantung matanya menghitam karena semalaman nggak tidur. “Nggak apa-apa, gue masih kuat”, ucap Juna menyepelekan keadaannya.
“Sudahlah, dia aman sama gue. Loe tenang aja”, ucap Ardi meyakinkan Juna.
Mereka terdiam beberapa saat dan Juna bangkit juga, “Terserah loe aja deh. Kalau ada apa-apa cepetan bangunin gue ya”, gumam Juna bangkit dari tempat duduknya.
Ardi mengangguk pasti, kemudian Juna memberikan sebuah kecupan di kening Sisil, “Kalau aja kamu Sleeping beauty, pasti setelah aku cium kamu bangun”, ledek Juna sambil membelai lelmbut pipi pacarnya itu.
Ardi terlihat iri, tapi ya sudahlah itu haknya Juna.
Juna tidur di sofa dan membiarkan Ardi menjaga Sisil.
Diam-diam Ardi memegang kedua tangan Sisil yang dingin itu.
Tante Santy sedang di interogasi di kantor kejaksaan untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Menyalahgunakan warisan dan mencoba melakukan pembunuhan pada Sisil, tante Santy yang terus-terusan membuat Sisil menderita.
Sedangkan Emily duduk meringkuk dengan tubuh gemetaran disudut kamarnya yang didominasi dengan warna orange. Dia ketakutan, dia sendirian di rumah menunggu mamahnya yang dari tadi belum pulang juga.
Juna lagi pergi untuk membeli makanan dan meninggalkan Ardi yang masih menjaga Sisil.
Diam-diam Ardi menggenggam tangan Sisil dengan kedua tangannya, dia menggenggamnya dengan penuh perasaan.
“Gue bener-bener sayang sama loe. Gue nggak bisa terus-terusan cuman ngelihat loe, gue ingin miliki loe seutuhnya. Gue ingin loe jadi cewek gue, gue cinta sama loe”, ucap Ardi yang terdengar serius sambil menahan tangisnya agar tidak keluar.
Ternyata Juna sudah selesai membeli makanan, dia ada diambang pintu. Dia nggak jadi masuk karena mendengar perkataan Ardi tadi. Dia juga melihat Ardi yang mengecup lama kening Sisil dengan segenap perasaannya, membuat Juna mengurungkan niatnya masuk ke dalam sana.
“Gue bodoh! Harusnya gue ngrelain orang yang bener-bener gue cintai buat adik gue. Gue nggak pernah lihat dia seserius itu cinta sama orang lain, tapi gue nggak mungkin bisa tanpa Cilla. Gue juga cinta sama dia”, batin Juna yang sedang berkecamuk.
Juna mengumpulkan kekuatannya untuk memutar gagang pintu, lalu dia buka perlahan pintu itu dengan wajah yang tertunduk. Dia mencoba bersikap biasa-biasa aja.
“Juna”, panggil seseorang.
Juna mengangkat kepalanya ternyata Sisil sudah bangun, dan sekarang Ardi berdiri disamping Sisil memberikan ruang untuk dirinya lebih dekat dengan Sisil.
Semua makanan yang Juna beli langsung diletakkan begitu saja di meja tamu lalu beralih ke Sisil yang terus memandangnya, dengan cepat dia meraih kedua tangan Sisil. Dia lega Sisil sudah bangun dan terlihat baik-baik saja.
“Mana yang sakit? Perut kamu masih sakit? Dimana kamu ngrasain sakit? Aku panggilin dokter ya...”, Juna terus nyerocos.
Dengan cepat Sisil yang masih lemah mencium pipi kiri Juna membuat Juna terdiam. Membuat Ardi panas.
“Aku baik-baik aja, makasih sudah khawatirin keadaanku”, ucap Sisil lemah dan nggak lupa dengan senyumannya yang manis.
Juna tersenyum seketika melihat Sisil yang sudah sadar dan terlihat baik kondisinya. Dia merasa sangat bahagia.
---
Hari ini Juna ada kuliah, jadi Ardi yang bertugas menjaga Sisil di rumah sakit. Tadinya Sisil menolaknya tapi Ardi bersikeras menjaganya dan memilih untuk membolos sekolah demi menjaga Sisil. Membuat Sisil sedikit tidak nyaman.
“Biar gue suapin aja, loa kan lagi sakit”, ucap tegas Ardi yang memaksa untuk menyuapi Sisil.
“Ah nggak usah, gue bisa sendiri. Bukan tangan gue yang sakit, jadi gue bisa makan sendiri”, Sisil mencoba merebut makanan yang dipegang Ardi.
Tapi Ardi terus menghalanginya, “Waktu itu tangan gue juga nggak sakit, kaki gue yang sakit. Tapi loe juga maksa buat nyuapin gue. Itung-itung ini balasan dari gue”, ucap Ardi yang kemudian membuat Sisil terdiam.
Ardi mulai menyuapi makanan untuk Sisil, walau terasa nggak nyaman Sisil mencoba menikmati saat-saat itu.
“Loe mau ke tempat kerja kan?”, tanya Juna pada sahabatnya yaitu Zaki yang dirangkulnya itu.
“Iya”, jawab Zaki singkat.
“Loe nggak bawa motor kan?”, tanya Juna lagi.
“Iya”, jawab Zaki lagi.
“Biar gue anterin loe ketempat kerja”, lanjut Juna.
Zaki menghentikan langkah kakinya membuat Juna juga menghentikan langkah kakinya, “Bukannya Sisil masih di rumah sakit? Loe nggak ngejagain dia?”, tanya Zaki.
Juna tersenyum, “Ada Ardi”, ucapnya singkat lalu melanjutkan langkah kakinya, “Gue nggak perlu khawatir”, lanjutnya singkat.
Zaki dan Juna pergi bersama-sama ketempat kerja Zaki yang dulu menjadi tempat kerja Sisil waktu masih hidup di kontrakan.
Sampai di tempat kerja, Juna ikut-ikutan mengerjakan pekerjaan sama seperti yang Zaki kerjakan. Menata sepatu, membersihkan sepatu-sepatu dari debu, melayani customer dan kegiatan yang lainnya.
Terdengar bunyi hp yang ada disaku celananya, dengan cepat dia meletakkan sepatu yang sedang dia pegang di tempatnya lagi. Juna melihat kearah layar hp-nya ternyata ada ‘princess Cilla’ memanggilnya. Juna terlihat bingung harus bagaimana, akhirnya dia me-reject telfon itu lalu memasukkannya lagi ke saku celananya.
“Kok dimatiin sih? Emangnya sesibuk apa dia, sampai-sampai ngelupain aku”, celetuk Sisil yang sebel.
Ardi yang sedang membaca majalah terlihat sebel juga karena dari tadi dicuekin oleh Sisil yang terus-terusan mencoba menghubungi Juna.
Hp-nya kembali berdering, cepat-cepat Juna mengambil hp-nya lagi. Ternyata ada pesan masuk dari ‘princess Cilla’.
“Sesibuk apa sih kamu sampai bikin aku nunggu kayak gini”, isi pesan yang Sisil kirimkan untuk Juna.
Juna mengacuhkan pesan itu lalu mengnonaktifkan hp-nya.
Sisil masih mencoba menghubungi Juna tapi nggak bisa, mail box. Dia sebel banget dengan Juna yang sama sekali nggak menelfonnya atau sekedar mengirimkan pesan untuknya. Sisil terlalu takut untuk kehilangan Juna untuk yang kedua kalinya, dia takut Juna kembali lagi ke Amerika dan meninggalkannya sendirian disini. Pikiran itu selalu menghantui dirinya.
“Ini sudah malem bro, loe nggak pulang. Sisil pasti nungguin loe”, ucap Zaki sambil menepuk pundak Juna.
Juna tersenyum ringan, “Gue mau nungguin loe sampai loe selesai kerja. Gue mau numpang tidur di kontrakan loe malam ini”, lanjut Juna ringan.
“Loe lagi ada masalah sama Sisil?”, tanya Zaki.
Kali ini Juna mengangguk, “Nggak, gue nggak ada masalah sama dia”.
“Terus kenapa loe dari tadi menghindari telfon dari dia?”, tanya Zaki lagi.
Juna menepuk pundak Zaki, “Nanti gue ceritain setelah kerja. Makanya biarin gue tidur di kontrakan loe malam ini”. Lanjut Juna memaksa.
“Terserah loe aja deh. Tapi jangan protes kalau kontrakan gue berantakan, gue belum sempat beres-beres”.
Juna menepuk pundak Zaki lagi, “Tenang aja bro, gue bisa maklumin itu”, ledeknya sambil sedikit tertawa.
“Telfonnya nggak aktif”, ucap Ardi yang masih memegang hp-nya dan kemudian duduk didekat Sisil.
“Dia aneh hari ini”, lanjut Sisil tanpa semangat. “Ada apa dengan dia?”, tanyanya lirih.
Ardi memandangnya lekat-lekat, “Kenapa loe terus-terusan mikirin dia? Setidaknya, please sedetik aja loe jangan mikirin dia dan biar loe bisa mikirin gue, mikirin tentang perasaan gue”, batin Ardi.
“Apa dia lagi ada masalah? Kira-kira ada yang loe tahu nggak?”, lanjut Sisil masih membicarakan Juna.
Ardi makin nggak nyaman dengan situasi itu. Dia menggeleng saja untuk menjawab Sisil.

TO BE CONTINUED...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...