Found You, Princess Cilla Part 8
Siang ini Sisil sudah bisa pulang
ke rumah, dia sudah dinyatakan sembuh oleh dokter. Hanya saja Sisil perlu untuk
kontrol ke rumah sakit setidaknya sekali seminggu, untuk memantau kondisi
tubuhnya, untuk menjaga agar tidak ada infeksi yang diakibatkan tusukan waktu
itu.
Hari ini juga Sisil sudah bisa
pulang lagi kerumahnya yang dulu dia tempati bersama dengan Ayah dan ibu
tirinya. Tante Santy dan Emily sudah nggak tinggal disitu lagi, mereka bebas
dengan jaminan dan pergi jauh entah kemana.
Hari ini juga Juna ada kuliah
dari pagi sampai sore, jadi dia nggak bisa mengantar Sisil pulang. Juna
mempercayakan Sisil pada Papah dan Ardi.
Sisil benar-benar dibuat bingung.
Tiga hari ini sikap Juna terhadapnya benar-benar aneh, seakan-akan dia
menghindari Sisil, Juna seperti ingin menjauh dari Sisil. Dan Sisil merasakan
itu semua, dia benar-benar takut untuk kehilangan Juna lagi.
“Semuanya sudash siap, ayo kita
pulang”, ajak Ardi perhatian.
Dia memapah Sisil keluar dari
kamar rumah sakit untuk menemui Papah yang sudah siap didepan rumah sakit
dengan mobilnya yang akan mengantarkan Sisil pulang.
Ternyata Juna nggak di kampus,
dia ada didalam mobilnya di sebuah tempat yang nggak terlalu jauh dari mobil
Papah. Juna memperhatikan Sisil yang dipapah Ardi memasuki mobil, dan nggak
lama kemudian mobil itu melaju. Juna mengikuti dari belakang.
“Apa nggak sebaiknya kamu tinggal
di rumah om dulu. Kamu berani tinggal sendirian?”, tanya om Mugraha yang khawatir.
Sisil tersenyum menandakan dia
baik-baik saja, “Nggak apa-apa om, sebelumnya Sisil juga sudah pernah hidup
sendiri. Lagian ada mbok Jum sam pak Nardi yang masih kerja di rumah”, jawab
Sisil dengan nada yang meyakinkan.
Mbok Jum itu pembantu Sisil yang
bekerja dari awal mereka pindah ke rumah itu sama juga dengan pak Nardi yang
bekerja sebagai satpam di rumahnya itu.
June terus mengikuti kemana mobil
itu pergi. Matanya terlihat sayu seakan ingin menangis, dia merasa bersalah
pada Sisil tapi dia benar-benar nggak tahu harus berbuat apa. Dia benar-benar
mencintai Sisil tapi dia juga nggak mau menyakiti hati Ardi yang merupakan adik
satu-satunya.
---
“Kamu nggak kangen sama aku?”,
tanya Sisil manja melalui telfon pada Juna.
“Kenapa kamu tanya seperti itu? Tentu
aku kangen sama kamu, tapi aku lagi banyak tugas. Jadi aku nggak bisa kerumah
kamu hari ini”, jawab Juna menolak Sisil.
Sisil yang lagi berdiri di balkon
rumahnya terlihat cemberut, Juna terus memperhatikannya dari dalam mobilnya
yang terparkir di jalan di seberang rumah Sisil. Dia bisa dengan leluasa
mengawasi Sisil.
“Sudah ya, aku mau ngerjan tugas
lagi”, Juna serta merta langsung menutup telfonnya.
Sisil benar-benar dibuat kecewa. Dia
marah kali ini sama Juna, sangat marah
karena dia merasa dipermainkan oleh Juna. Juna yang selalu bilang sayang tapi
juga selalu mengacuhkannya dan membiarkannya sendirian padahal Juna pernah
berjanji akan selalu menemani Sisil kapanpun Sisil membutuhkannya. Kalau Sisil
memanggilnya dia akan datang menemuinya, tapi sekarang Sisil merasa ragu.
“Maafin aku. Aku akan melepaskan
kamu”, ucap singkat Juna saat melihat Sisil memasuki rumahnya.
Sesaat kemudian Juna menyalakan
mobilnya dan pergi dari situ. Sisil yang diambang pintu nggak jadi masuk dan
bergegas melihat keluar lagi karena mendengar suara mobil. Tapi sayang dia
nggak melihat mobil diluar rumahnya, lalu dia kembali masuk kedalam rumahnya.
“Loe ada dimana bang? Kenapa loe
terus-terusan nggak pulang? Loe kenapa?”, tanya Ardi melalui telfon pada Juna.
Juna sedikit tertawa, “Gue masih
banyak tugas, jadi gue harus nginep dirumah temen gue lagi malem ini”, ucap
Juna ringan masih menyetir.
“Loe boleh sibuk, tapi apa loe
nggak bisa ngasih waktu lima menit aja buat Sisil. Dia bener-bener ingin ketemu
sama loe”, lanjut Ardi geram.
Juna terdiam dia nggak bisa
berkata apa-apa.
“Kalau loe sudah nggak sayang
sama dia bukan gini caranya. Kalau gini loe itu malah buat dia sakit, dan gue
nggak mau lihat dia sakit”, ucap Ardi lagi.
Juna masih terdiam, dia nggak
tahu harus berkata apa.
“Harusnya loe yang selalu ada
disisinya dia, loe masih cowoknya bang. Dia butuh loe”, ucap Ardi lagi.
Karena bingung harus berkata apa,
akhirnya Juna mematikan telfon itu. Dia melempar hp-nya ke tempat duduk
penumpang yang ada disampingnya. Juna merasa galau, dia nggak tahu harus
bersikap seperti apa.
Ardi membanting hp-nya kelantai,
dia marah pada kakaknya itu.
“Harusnya loe nggak pernah pulang
ke sini dan nggak bikin gue jauh dari Sisil. Gue suka sama dia, kenapa loe
malah jadian sama dia!”, teriak keras Ardi dari dalam kamarnya.
Tapi nggak ada yang mendengarnya
karena Papah pasti sudah tertidur.
Ardi berusaha mengalah dan
mengikhlaskan Sisil bersama dengan Arjuna kakaknya, tapi disisi lain hatinya
belum bisa ikhlas melepaskan Sisil. Ardi masih mengharapkan Sisil menjadi
miliknya.
Juna juga sedang kalut, dia
benar-benar banyak pikiran. Dia mencoba mengalah pada Ardi, Juna ingin
melepaskan Sisil dan membiarkan Ardi yang memiliki Sisil. Tapi hatinya
mengatakan nggak ingin melepas Sisil. Juna memegang bandul kalungnya kuat-kuat,
“Gue sayang sama loe, princess Cilla!”, teriak Juna dari dalam mobil.
Didalam kamarnya yang serba ungu,
Sisil menggenggam erat bandul kalungnya. Dia merasakan kehangatan dalam kalung
itu, lalu dia mengecup bandul kalung itu, “Jangan pernah pergi lagi, aku mohon”,
ucap Sisil berharap, sangat berharap.
---
Ardi menjemput Sisil. Pagi ini
mereka berangkat bersama kesekolahan.
Lagi-lagi Sisil bertanya pada
Ardi mengenai Arjuna.
Walau sedikit malas menjawab,
Ardi berusaha bersikap biasa aja, “Semalam dia nggak pulang lagi dan gue juga
belum tahu dimana dia sekarang”, jawan Ardi apa adanya.
Sisil menghela nafasnya payah
sedikit terasa nyeri diperutnya akibat luka tusukan itu.
“Luka loe masih sakit?”, tanya
Ardi yang menyadari Sisil yang meringis kesakitan.
Tapi Sisil dengan cepat
tersenyum, “Gue nggak apa-apa, cuman nyeri sedikit nanti juga baikkan”, ucapnya
ringan saja.
Beberapa saat kemudian mereka
berdua terdiam. Suasana didalm mobil itu berubah menjadi sunyi.
Sampai akhirnya Ardi mengawali
pembicaraan, “Loe bener-bener sayang sama abang gue?”, tanya Ardi.
Sisil nggak langsung menjawab,
dia memandang kearah Ardi, “Apa kurang tergambar dari sikap-sikap gue? Loe
ngeraguin gue?”, tukas Sisil yang mengira Ardi meragukan perasaannya terhadap
Juna.
Ardi tersenyum lalu tertawa, “Jadi
loe bener-bener saya sama dia ya”, ucap Ardi.
“Tentu saja!”, lanjut Sisil mempertegas
perktaannya tadi.
Sampai juga mereka diparkiran SMA
Nusantara yang luas itu. Mereka melepas sabuk pengaman yang mereka kenakan dan
mencoba membuka pintu mobil tapi terhenti karena hp-nya Sisil berdering keras.
Sisil mengambil hp-nya yang ada
didalam tas lalu melihat layar hp-nya, telfon dari Zaki. Langsung saja dia
mengangkatnya.
“Hallo, tumben telfon kak”, sapa
Sisil ramah.
“Ada yang penting yang harus gue
omongin ke loe”, ucap Zaki serius, “Hari ini Juna akan kembali ke Amerika, dia
berangkat pagi-pagi tadi”, ucap Zaki.
Membuat Sisil benar-benar
terkejut, dia menganga karena kaget mendengar berita itu. Matanya mulai
berkaca-kaca.
“Kenapa dia nggak ngomong tentang
kepergiannya ke sana”, keluh Sisil, nggak terasa air matanya menetes.
Juna baru sampai dibandara, dia
membawa koper yang dulu dia bawa saat pulang ke Indonesia. Juna sesekali
menoleh kebelakang, sepertinya dia berharap ada yang datang dan menghalangi
kepergiannya.
Sisil dan Ardi nggak jadi
sekolah, mereka bergegas ke bandara untuk mencegah kepergian Juna.
Sisil teringat kata-kata Zaki
tadi, “Dia bingung antara tetap di Indonesia dan mempertahankan loe jadi
princess dihatinya dan membuat luka di hati Ardi, atau dia melepaskan loe,
membiarkan loe sama Ardi dan menghilang dari hidup loe”, ucapan Zaki
benar-benar dia ingat semuanya.
“Bukan maksud dia menghindari loe
selama beberapa hari ini. Dia bingung menghadapin ini semua. Loe yang
dicintainya dan Ardi yang juga dia cintai, dia nggak mau menyakiti kalian
berdua”. Air mata Sisil terus mengalir mengingat apa yang Zaki katakan.
Juna sedang duduk sendirian di
ruang tunggu. Dia kembali teringat saat dia pertama kali pergi ke Amerika. Dia
teringat saat berpamitan pada princess Cilla-nya, dia ingat pada kalung yang
dia pakaikan pada princess Cilla waktu itu. Dia sungguh menyayanginya.
Dia juga mengingat saat awal dia
bertemu lagi dengan Sisil yang merupakan jelmaan dari princess Cilla. Dia makin
mencintai Sisil, dia benar-benar mencintainya.
Sisil dan Ardi sampai dibandara. Sisil
segera turun di pintu terminal keberangkatan, Ardi melanjutkan menyetir untuk
memparkirkan mobilnya.
Sisil berlari kesana-kemari untuk
menemukan Juna. Dia nggak mau ditinggalkan oleh Juna untuk yang kedua kalinya. Dia
berusaha dengan keras untuk mencari Juna, menghentikan kepergian Juna. Walau
perutnya lagi-lagi terasa nyeri karena luka tusukan itu.
Juna berjalan menarik kopernya
lalu mengangkat kopernya itu ke mesin pengecekan yang ada di bandara.
Dan Sisil masih belum menemukan
Juna, dia terus berusaha mencari Juna.
Ardi yang sudah memparkirkan
mobilnya mulai memasuki bandara dan ikut mencari Juna.
Akhirnya Sisil melihat sosok
Juna, “Arjuna!”, teriak keras Sisil.
Membuat orang-orang
disekelilingnya memusatkan perhatian padanya.
“Arjuna!”, teriak Sisil sekali
lagi.
Juna mendengarnya lalu
mengalihkan pandangannya mencari suara yang memanggilnya tadi.
Perut Sisil benar-benar nyeri,
sampai-sampai dia terjatuh karena sudah nggak kuat menahan sakitnya. Sisil
terduduk dilantai bandara.
“Cilla”, teriak Juna yang
bergegas berlari kearah princess-nya.
Dia khawatir dengan keadaan Sisil
atau Cilla itu.
Juna juga jongkok dan memegang
pundak Sisil, mencoba melihat keadaan Sisil.
Sisil menangis, dia sudah nggak
memegang perutnya lagi, dia melupakan sakitnya demi Juna. Sesaat kemudian Sisil
memukul-mukul dada Juna karena dia merasa dipermainkan oleh Juna. Dia terus
memukul-mukuli Juna.
“Kamu jahat! Jahat. Jahat. Aku
kecewa sama kamu!”, ucap Sisil disela-sela pukulannya terhadap Juna.
Juna membiarkan saja Sisil
berlaku seperti itu padanya. Dari jauh Ardi melihat mereka berdua.
“Kenapa kamu pergi lagi? Kenapa
kamu mau ninggalin aku? Bukannya kamu sudah janji mau tetap disini sama aku!”,
ucap Sisil menumpahkan kekesalannya.
Juna nggak bisa melihat air mata
Sisil. Dengan cepat dia memeluk tubuh kecil Sisil. Dia memeluk tubuh Sisil
erat-serat, membuat orang-orang melihat kearah mereka. Juna nggak berkata
apa-apa, dia membiarkan Sisil menumpahkan segala sakit hatinya.
Beberapa saat kemudian tangisan
Sisil sedikit mereda. Ini saatnya untuk Juna berbicara.
“Nggak ada niatan buat aku
ninggalin kamu. Aku terlalu bodoh kalau sampai ninggalin cintaku. Aku terlalu
cinta sama kamu”, ucap Juna serius.
“Aku sudah dengar semuanya dari
kak Zaki. Aku mengerti semuanya, Ardi juga sudah tahu tentang ini”, ucap Sisil.
Membuat pelukan itu terlepas. Juna
memegang kedua pundak Sisil, alisnya terangkat, “Maksud kamu?”, tanya Juna
lagi.
“Loe nggak perlu pergi bang!”.
Ardi sudah ada disamping mereka.
Juna mengajak Sisil berdiri.
“Gue ikhlas. Bener-bener ikhlas
melepas dia. Asal loe terus bahagiain Sisil, gue nggak akan ngrebut dia dari
tangan loe”, ucap Ardi cukup meyakinkan.
Juna tersenyum pada Ardi lalu tersenyum
juga pada Sisil.
“Jangan tinggalin aku”, ucap
Sisil penuh harap.
Juna tersenyum lalu mencium
kening Sisil, dalam dan begitu lama.
***t.a.m.a.t***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar