Part 9
Erika bangun dari tidurnya karena
sinar matahari yang sudah tinggi menyilaukan matanya. Dia membuka matanya dan
melihat ada tas seseorang di atas kursi didekatnya, itu tasnya Cella. Tadi
malam Cella menginap dirumahnya, menemaninya karena Erika sedang nggak enak
badan. Erika beranjak bangun dan berjalan membuka pintu menuju balkon.
“Dia nggak pulang?”, gumam Erika
saat melihat di halaman rumahnya yang luas ada mobil Dika.
“Dia memang nggak pulang”, ucap
Cella tiba-tiba.
Erika melonjak terkejut melihat
Cella yang sekarang sudah disampingnya. Cella baru selesai mandi dan sekarang
berdiri disamping kanan Erika.
“Dika mau ketemu sama lo”, lanjut
Cella sambil menoleh kearah Erika.
Erika juga melakukan hal yang
sama, menoleh kearah Cella, “Dan gue nggak mau ketemu sama dia”, tukas Erika
ketus kemudian masuk kembali ke kamarnya.
Erika naik ke ranjangnya lagi,
dia malas untuk keluar dari kamarnya di hari minggu yang cerah ini. Apalagi
harus bertemu dengan Dika yang membuatnya kecewa sangat-sangat. Kembali, Erika
menutup seluruh tubuhnya dengan seliimut.
Tapi dengan cepat Cella menarik
semua selimut itu, Erika nggak bisa berbuat apa-apa.
“Setidaknya lo harus dengerin
penjelasan dari dia. Kalau lo terus gini gimana semuanya akan jelas?”, gerutu
Cella dengan nada keras.
Erika terdiam. Lalu sedetik
kemudian dia bersuara, “Lo nggak pernah ngerasain gimana sakitnya gue. Kakak
gue itu tipe cowok yang bener-bener setia, jadi lo nggak akan pernah merasakan
apa yang gue rasain”, ucap Erika lemah, dia menahan tangisnya.
Sekarang Erika nggak bisa menahan
tangisnya lagi, air matanya mulai berjatuhan membasahi kedua pipinya, “Gue
sakit Cell. Hati gue terlalu sakit buat nerima luka yang sama di tempat yang
sama juga. gue sakit!”, ucap Erika yang kemudian menutupi wajahnya dengan kedua
tangannya.
Cella berjalan mendekat pada
Erika lalu memeluk sahabatnya itu dengan erat. Erika membalas pelukan
sahabatnya itu, walaupun nggak pernah merasakan rasa sakit yang Erika alami,
tapi karena sekarang dia berpelukan dengan Erika, sedikit dia bisa merasakan
gimana sakit hatinya Erika.
“Gue butuh waktu Cell. Luka ini
nggak bisa sembuh gitu aja”, lanjut Erika masih memeluk sahabatnya itu.
Cella hanya mengangguk-anggukan
kepalanya lalu mengelus-elus lembut punggung Erika. Dia merasa salah karena
memaksa Erika untuk bertemu dengan Dika, sekarang dia tahu kalau saatnya ini
belum tepat. Luka Erika masih basah, belum ada tanda-tanda untuk kering
sama-sekali.
Ternyata dari luar kamar Erika,
Dika nggak sengaja mendengar percakapan antara kedua bersahabat itu. Dika makin
merasa kesalahannya itu terlmapau besar pada Erika, dia ragu kalau Erika akan
memberi maaf padanya. Tapi sedetik kemudian terbersit ada harapan dipikirannya,
dia harus berusaha keras untuk semua ini.
Dika tersenyum seketika itu juga,
“Lo harus bisa buat Erika percaya sama lo lagi!”, ucap Dika bersemangat pada
dirinya sendiri.
Kemudian Dika melanjutkan
langkahnya menuruni tangga untuk sarapan bersama dengan Bhara. Nggak lama
kemudian Cella ikut bergabung dengan keduanya dan Erika masih betah didalam
kamarnya, tapi kali ini Erika lagi ada di kamar mandi untuk mandi.
“Erika nggak ikut sarapan?”,
tanya Bhara pada Cella.
Cella mengangguk sambil mengambil
piring, “Dia nggak mau sarapan hari ini”, jawab Cella.
“Pasti gara-gara gue ada disini”,
timpal Dika memelas.
“Bukan gara-gara lo”, ucap Cella
buru-buru, “Tapi gara-gara kebodohannya yang sudah percaya sama lo”, tukas
Cella ringan.
Dika mendesah pasrah.
“Oh ya. Setelah ini gue sama
Erika mau ke butiknya Mamah”, ucap Cella yang sudah memanggil Mamahnya Erika
dan Bhara dengan sebutan Mamah juga. “Erika juga bilang kalau dia mau nginep
ntar malem di rumah Mamah”, lanjut Cella.
Bhara menelan makanannya, “Kalau
gitu biar nanti gue yang anter kalian berdua”, tukas Bhara cepat.
Tapi Cella menggelengkan
kepalanya mantap, “Nggak perlu. Erika mau naik bus aja”, jawab Cella.
Dika serius dengan makananya,
nggak mempedulikan apa yang Cella dan Bhara bicarakan. Tapi dalam keseriusannya
itu dia terus memikirkan gimana caranya agar dia bisa mendapatkan maaf dari
Erika. Dia tahu kesalahannya itu fatal, apalagi dia pernah berjanji nggak akan
menyakiti Erika seperti Reza yang dulu menyakiti Erika. Tapi nyatanya sekarang
ini Erika marah atas kesalahan yang telah Dika lakukan.
Erika sudah berpakaian rapi, lalu
duduk di depan cermin tempat dimana dia biasa merias wajahnya yang bersih itu. Kedua
matanya menatap lekat-lekat kedua
matanya sendiri yang tergambar di cermin. Lalu kembali dia teringat saat dia
liburan ke dufan bareng Reza dan dia juga teringat saat malamnya dia di
putuskan oleh Reza karena ternyata Reza sudah punya yang lain.
Dan Erika menggeleng-gelengkan
kepalanya agar nggak berfikir mengenai itu lagi, kemudian dia memandang kedua
matanya yang ada dicermin. Kali ini dia teringat saat Dika ternyata pacarnya
Hana. Erika teringat saat mendapati itu diacara pernikahan sahabatnya yaitu
Hera. Sungguh menyesakkan hatinya. Menyiksa dan menimbulkan luka yang mendalam.
---
Mamah sedang menyiapakn sarapan
untuk anaknya tercinta yaitu Erika yang tadi malam menginap di apartemen-nya. Sedangkan
Erikanya sendiri belum bangun karena memang tadi malam keduanya terlibat
obrolan curhat-curhatan yang sungguh menyita waktu.
Setelah sarapan siap Mamah pergi
kekamarnya untuk membangunkan Erika dan mengajaknya untuk sarapan bersama. Seperti
dulu waktu masih anak-anak, Erika memang sulit untuk dibangunkan, dia meniru
sifat Papahnya yang memang sedikit malas untuk bangun lebih awal. Erika sangat
senang berkutat dengan tempat tidur.
“Ayo bangun sayang”, ucap Mamah
sedikit memaksa.
Tiba-tiba hp Erika terlihat
menyala, Mamah meraih hp itu yang ternyata di silent dan dilayar hp itu
terlihat ada 12 panggilan tidak terjawab semuanya dari Dika, dan 5 pesan masuk
empat diantaranya dari Dika dan yang satunya dari Cella.
Mamah yang penasaran mencoba
membuka pesan itu diam-diam.
“Maafin gue. Gue sayang sama lo,
please kasih kesempatan gue buat ngomong”, isi pesan singkat Dika yang pertama
untuk Erika.
Lanjut ke SMS yang kedua masih
dari Dika, “Jaga diri baik-baik, jangan lupa makan. Gue nggak mau lo sakit. Kalau
lo ada waktu, gue mau kita ketemu”, isi pesan Dika yang kedua.
Beralih ke SMS yang ketiga
lagi-lagi dari Dika, “Salam buat Mamah. Bilangin sama Mamah, gue minta maaf
karena sudah bikin lo kecewa. Gue nyesel banget, gue bener-bener nggak bisa
kalau tanpa lo. Jangan tidur kemaleman ya”.
SMS terakhir dari Dika, pesan
yang sampai pagi ini, “Bangun sayang. Lo ada acara di kampus, jangan lupa
sarapan dulu. Oh ya, mau naik bus atau gue jemput? Please bales SMS ini atau
nggak please jawab telfon gue”, isi pesan dari Dika untuk Erika di pagi ini.
Mamah tersenyum ringan masih
melihat layar hp Erika, “Jadi namanya Dika”, ucap Mamah.
Mamah teringat cerita Erika tadi
malam, mengenai seorang cowok yang sudah menyakiti perasaannya. Seorang cowok
yang nggak mau Erika sebutkan namanya, tapi karena sms itu Mamah langsung tahu
siapa sebenarnya yang Erika ceritakan tadi malam kepadanya.
Tiba-tiba Mamah terkejut karena
hp yang dipegangnya sudah direbut Erika.
“Ya ampun Erika! Ngagetin Mamah
aja”, gerutu Mamah cepat.
Erika memasang muka sebel, “Mamah
ngapain pegang-pegang hp Erika?”, tukas Erika ketus.
Tapi Mamah menanggapinya dengan
senyuman lalu bangkit berdiri disamping Erika, “Mandi, terus sarapan, abis itu
Mamah anterin kamu ke kampus”, ucap Mamah lalu pergi keluar dari kamar.
Erika melihat ke layar hp-nya,
dia melihat ada pesan masuk dari Dika tapi nggak dia baca. Langsung aja
dicuekin, hp itu juga dilempar ke sisi ranjangnya yang kosong. Erika bangun dan
pergi untuk mandi karena hari ini dia harus kekampus untuk mengurusi persiapan
wisuda.
Jam 10 kurang lima menit lagi. Erika
sudah sampai di kampus, dan Mamah pamit untuk pergi ke butiknya. Erika berjalan
sendirian menuju ruang pertemuan yang ada di lantai 3 gedung kampus yang luas
itu. Tadi dia sudah menghubungi Cella yang katanya Cella sudah ada di dalam
ruangan itu.
“Lo kesini sendirian”, tanya
Renata yang ternyata baru datang juga.
Renata dan Erika berjalan
bersama-sama menuju ruang. Renata juga khawatir dengan keadaan Erika yang sudah
beberapa hari ini nggak dia temui.
“Daniel nggak pulang?”, tanya
Erika sambil terus menyusuri jalan.
Renata menggelengkan kepalanya. “Untuk
sekarang sih enggak. Tapi nanti kalau gue wisuda dia bakalan dateng”, jawab
Renata bersemangat.
Sampai juga disebuah ruangan yang
cukup besar, sudah banyak mahasiswa-mahasiswa lain yang memenuhi tempat duduk
di ruangan itu. Renata dan Erika mencari-cari seseorang, siapa lagi kalau bukan
Cella yang ternyata sedang melambai-lambaikan tangan kearah mereka, memberi
kode kepada keduanya.
Erika dan Renata tersenyum lebar
dan ikut melambai, lalu keduanya berjalan menuju tempat duduk Cella.
“Kalian lama banget!”, timpal
Cella kesal pada kedua sahabatnya itu.
“Maklumlah, macet”, alasan yang
terlalu standar yang di lontarkan Erika.
“Iya macet parah banget!”, lanjut
Renata mengamini apa yang Erika katakan tadi.
Mereka bertiga duduk
berdampingan, Erika ada ditengah-tengah antara Cella dan Renata. Pakaian yang
mereka pakai hari ini terbilang sama, karena sama-sama berwarna biru tua. Sungguh
kebetulan padahal mereka nggak janjian.
“Oh ya, setelah ini kalian
disuruh ke butik Mamah. Buat coba kebaya wisuda”, ucap Erika sambil menoleh kekanan
untuk melihat Cella lalu menoleh kekiri untuk melihat Renata.
Cella memandang Erika cepat, “Cuman
gue sama Renata? Lo tentunya ikut juga kan?”, tanya Cella balik.
Erika dengan cepat menggelengkan
kepalanya, “Gue ada janji sama Papah. Gue ngajak Papah makan sama-sama”, jawab
Erika sambil memberikan senyuman untuk Cella.
“Cuman lo sama Papah lo? Bhara
nggak ikutan?”, tanya Renata nggak mau kalah.
Kali ini Erika menggelengkan
kepalanya lagi, “Buat apa ngajak bang Bhara, gue sudah bosen makan bareng dia melulu,
lagian dia juga lagi banyak kerjaan dan harus ngurusin pacarnya pula”, jawab
Erika panjang sambil melirikan matanya kearah Cella.
Renata dan Erika tersenyum
seketika saat melihat wajah Cella yang kesal. Tiba-tiba Erika merasakan hp-nya
bergetar, ada sms masuk dan itu dari Dika. Cella melihat itu sedangkan Renata
lagi ngobrol dengan mahasiswa lain yang duduk disamping tempat duduknya.
“Nggak dibuka?”, tanya Cella
karena melihat Erika mengacuhkan sms dari Dika.
Erika benar-benar nggak
mempedulikan sms dari Dika lalu memasukkan hp-nya kedalam tas. Erika juga nggak
memperdulikan Cella yang terus-terusan membahas mengenai Dika, Dika, dan
lagi-lagi Dika.
Papah dan Erika sudah duduk
bersama disebuah restoran yang cukup mewah. Keduanya sudah memesan makanan
untuk makan malam mereka, Erika terlihat senang bisa makan bareng Papahnya yang
sudah beberapa bulan ini nggak dia temui. Karena memang mereka mempunyai
kesibukan masing-masing, karena Papah juga baru pulang dari London dalam rangka
melakukan perjalanan bisnis.
“Erika kangen banget sama Papah”,
gumam Erika senang sekali.
Papah tersenyum lebar, “Papah
juga kangen banget sama kamu sayang”, ucap Papah sambil mengacak-acak gemas
rambut anaknya itu.
Erika kembali tersenyum karena senang.
Nggak lama kemudian makanan dan minuman yang mereka pesan datang, dan sesaat
setelah itu ada dua orang yang datang mengejutkan Erika.
“Bang Bhara? Ngapain lo kesini?”,
timpal Erika cepat saat melihat ada Bhara didepannya bersama dengan Dika juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar