Sayembara Cinta Tiara Part 4
Tika dan Bayu sudah siap dari
tadi di restoran milik keluarga Tika. Mereka duduk di pojok ruangan itu
ditempat duduk sofa berbentuk L yang nyaman. Sebuah laptop yang terkoneksi ke
internet ada dihadapan mereka. Dan sebuah notes untuk menilai para cowok yang
hadir ke acara yang mereka buay ini.
Jam 9 tepat. Ada seorang cowok
yang berpakaian rapi masuk ke restoran itu sambil membawa setangkai mawar merah
yang merupakan syarat wajib yang harus peserta sayembara bawa untuk menjadi
tanda.
Bayu melambaikan tangannya pada
cowok itu. Yang dari jauh kelihatan mempesona tapi setelah mendekat dan makin
mendekat kearahnya, membuat Tika terlonjak mundur kebelakang. Cowok itu tampak
seperti om-om yang sudah berumur 40 tahunan. Dengan cepat Tika menggeleng-gelengkan
kepalanya menandakan nggak setuju pada Bayu.
Cowok itu duduk di depan mereka
berdua. Dan dengan sangat menyesal Bayu langsung menolak cowok itu atau yang
lebih tepatnya menolak bapak itu.
Setengah jam kemudian ada sosok
cowok yang membawa setangkai mawar merah datang mendekat pada mereka. Tubuh
cowok itu atletis, sepertinya dibalik kemeja yang dia pakai itu ada bentuk
tubuh yang menawan. Tika dibuat kagum. Cara duduknya juga berwibawa, dia
terlihat seperti mahasiswa yang baru wisudah kemarin karena senyumannya yang
lebar.
“Maaf, kalau boleh tahu namanya
siapa?”, tanya Bayu.
“Nama eke kalau siang gini Joni
tapi kalau malem jadi Jeni. Upss”, cowok itu menutup mulutnya, “Maaf keceplosan”,
ucapnya kemayu.
Bayu dan Tika benar-benar
tertipu. Casing-nya benar-benar cowok tapi cari bicaranya lebih lembut dari
Tika. Terang aja cowok itu langsung ditolak.
Cowok yang ketiga datang. Dia
nggak terlalu cakep tapi setidaknya mukanya masih berbentuk, dia membawa
setangkai bunga mawar dan menyerahkannya pada Bayu, “Loe cakep banget”, ucap
cowok itu yang kelihatannya tertarik pada Bayu.
Bulu kuduk Bayu merinding semua. Orang
ini pasti gey. Langsung saja di tolak oleh Tika dan Bayu.
Beralih ke cowok yang keempat,
seorang mahasiswa kedokteran universitas negri yang cukup baik di Indonesia
ini. Dia berpenampilan sangat rapi dan tentu saja dia tipe orang yang
perfectionis. Cowok yang bernama Rafael itu terlihat baik tapi cenderung
menuntut. Bayu dan Tika sedikit tertarik padanya dan menyatakan dia masuk
daftar cowok yang patut diperhitungkan.
Rafael terlihat senang lalu pergi
dari situ dengan jawah yang sangat senang.
Datang cowok lagi bertubuh gempal
dan terlihat makannya sangat banyak sampai-sampai pipinya terlihat seperti
menyembunyikan dua buah telor ayam rebus. Ditambah tubuhnya yang hitam membuat
nggak sedap dipandang mata. Untung sofanya luas, coba kalau enggak pasti nggak
bakalan muat untuk tubuhnya yang seperti drim.
Dengan cepat Tika menolaknya
karena dia teringat cerita Tiara mengenai pacar pertamanya yang mungkin sama
saja dengan cowok yang ada dihadapannya sekarang ini.
Beranjak siang, datang cowok yang
ke dua belas. Namanya Jefry, dia anak band. Tampangnya cakep, tubuhnya juga
bagus, sayang penampilannya awut-awutan nggak terkontrol. Dia jorok, dan dia
jujur juga kalau dia jarang mandi.
Tika yang nggak suka dengan cowok
itu langsung mengusirnya dan menyuruhnya untuk mandi.
Tika terlihat lelah dengan ini
semua. Tapi untuk hari ini tinggal satu cowok lagi yang belum datang. Cowok itu
bilang baru bisa datang jam 1 karena jam segitu dia sudah selesai kuliah. Bayu
dan Tika memutuskan untuk menunggu cowok itu, mereka makan siang terlebih
dahulu.
“Lo sama Bayu lagi dimana sih?”,
tanya Tiara melalui sambungan telefon pada Tika.
“Gue lagi kencan sama Bayu, jadi lo
nggak usah ganggu-ganggu kita!”, timpal Tika yang langsung menutup telfon itu.
Tiara mendesah kesal, karena hari
minggu yang cerah ini dia malah nemenin Mamahnya belanja kebutuhan rumah. Dia
dibuat bosan oleh Mamahnya yang kalau belanja nggak bisa di kontrol. Kakinya
sudah pegal dari tadi mendorong troli yang sudah penuh kesana-kemari untuk
mencari sesuatu yang menurutnya nggak penting tapi tetap dibeli oleh Mamahnya.
“Ya sudahlah. Sabar. Tiara, lo
harus sabar!”, ucapnya untuk menenangkan dirinya sendiri.
Bayu sudah selesai dengan
makanannya, begitu juga dengan Tika yang sekarang menikmati minumannya. Lalu
memanggil pelayan untuk membereskan piring-piring yang ada dihadapan mereka
berdua. Capek di wajah mereka berangsur menghilang.
“Sorry sudah buat kalian berdua
lama menunggu”, ucap seseorang setelah kepergian pelayan dari hadapan Tika dan
Bayu.
Keduanya bersamaan melihat kearah
sumber suara itu lalu keduanya tercengang saat melihat ada Denny Hilmantio
Farizi dihadapan mereka. Denny sapaan akrabnya membawa sebuket bunga mawar
merah yang menawan lalu menyerahkannya pada Tika.
“Tiara nggak ada disini?”, tanya
Denny masih dengan posisi berdiri.
Tika menggelengkan kepalanya.
Bayu menyuruh Denny untuk duduk. Denny
adalah senior mereka, dia mahasiswa semester 4 yang merupakan idola di kampus
mereka.
“Jadi Tiara nggak ada disini?”,
tanya Denny lagi.
Bayu menggelengkan kepalanya, “Kita
nggak pernah kasih tahu sama Tiara tentang acara ini”, ucapnya menguak sebuah
rahasia.
“Oh”, ucap Denny singkat.
Tika mencoba untuk fokus, “Kakak
mau ikutan sayembara ini juga?”, ucapnya sopan.
Denny mengangguk semangat, “Tentu
saja. Gue sudah suka sama dia sejak awal dia masuk kuliah”, jawabnya serius.
---
“Tiara, cepetan bangun!”, teriak
Mamah.
Tiara menaikan selimutnya lagi,
tanpa mempedulikan suara Mamah yang perlahan-lahan menghilang karena Mamah dan
Papah ternyata sudah pergi ke kantor mereka masing-masing.
Jam 7 pas, nggak kurang dan nggak
lebih, jam bekernya berdering untuk yang kesekian kalinya, kali ini Tiara
meresponnya. Dia melihat jam berapa sekarang.
“Oh jam 7”, ucapnya sambil
menguap.
Kemudian dia tersadar. “Gue
terlambat!”, teriaknya keras.
Dia bergegas untuk mandi.
“Lo nggak telfon atau sms Tiara
kalau kuliah pagi ini kosong karena dosennya belum pulang dari Hongkong?”,
tanya Bayu pada Tika yang lagi asyik main hp.
Tika menggelengkan kepalanya, “Biarin
aja. Toh pasti sekarang dia baru bangun”, jawabnya singkat.
Jam setengah 8. Tiara baru
selesai mandi dan langsung beranjak berganti baju, bersiap-siap berangkat
kuliah.
Setiap pagi dia selalu seperti
ini, sungguh sesuatu yang susah untuk membuat Tiara bangun pagi. Itu semua
dikarenakan insomnianya yang begitu parah. Sungguh menyiksa dan membuat tubuh
berasa nggak nyaman.
Dengan cepat dia meraih kunci
mobilnya dan bergegas turun. Kali ini dia benar-benar mengacuhkan sarapannya,
dia cepat-cepat ingin berangkat ke kampus. Karena dia sudah terlambat setengah
jam. Belum lagi butuh waktu setengah jam lagi buat sampai kekampus, membuat
Tiara harus ekstra ngebut.
Yang biasanya butuh waktu 30
menit buat sampai ke kampus, kali ini cukup dua puluh menit saja Tiara sudah
sampai di kampus. Untung ada parkiran yang kosong jadi dengan satu putaran
stang kemudia saja dia langsung bisa memparkirkan mobilnya dengan tepat.
Tiara keluar dari mobilnya
setelah meraih tas yang ada di kursi penumpang yang ada disamping tempat
duduknya. Setelah mengunci mobilnya, Tiara bergegas berlari menuju kampus. Dia
nggak mempedulikan dia yang memakai dress hari ini, dia tetap berlari sampai
akhienya dia tersandung permukaan jalan yang nggak rata.
“Awwhhh”. Tiara jatuh, dia
kesakitan karena lututnya menghantam permukaan kasar jalan.
Dia menjadi bahan tertawaan oleh
orang-orang disekitarnya yang sedang berlalu-lalang.
Dia melihat lututnya yang
terbentur tadi, lututnya berdarah.
Tiara meniupi luka itu lalu
mencoba untuk berdiri tapi dari belakang tiba-tiba ada yang memegang kedua
lengannya dan membantunya untuk berdiri. Tiara melihat kearah orang yang
membantunya, dia mengenali orang itu.
“Lo kan cowok yang waktu itu?”,
ucap Tiara sambil menunjuk kearah cowok yang dulu meminjamkan dongkrak dan
perlengkapan untuk mengganti ban mobil.
Cowok itu mengangguk dan
menyodorkan tangannya, “Nama gue Denny”, ucapnya memperkenalkan diri.
Tiara meraih tangan cowok cakep
itu, “Gue Tiara”, ucapnya sambil tersenyum.
“Gue tahu nama loe. Salam kenal
Mutiara Della Afriena”, lanjut Deny shake hand.
“Kok lo tahu?”, tanya Tiara
setelah tangannya terlepas.
Denny nggak menjawab apa-apa, dia
hanya tersenyum dan membuat Tiara seakan lumpuh.
Cewek-cewek yang berjalan
diantara mereka terlihat iri dengan Tiara yang sedang mengobrol dengan Denny. Kemudian
Denny menarik tangan kanan Tiara dan berjalan kembali ke parkiran. Tiara masih
terkontrol dia menghentikan langkahnya, alisnya terangkat seolah menanyakan
kemana mereka akan pergi.
“Lutut lo berdarah, kita harus
cepet-cepet obatin biar nggak infeksi”. Denny kembali menarik tangan Tiara.
Tiara mengikuti kemana Denny
menariknya, membuat orang-orang yang melihat mereka riuh karena merasa iri.
‘Biib biib’, berarti pintu mobil
Denny sudah terbuka. Denny membukakan pintu penumpang bagian depan dan menyuruh
Tiara untuk duduk didalamnya dengan tetap menghadap keluar. Die merasa seolah
terhipnotis dengan pesona Denny.
Denny mengambil kotak P3K yang
ada di bawah jok mobilnya membuat Tiara sedikit merasa nggak nyaman.
“Sudah lo yang tenang aja, gue
nggak bakal ngapa-ngapain lo kok”, ucap nya singkat sambil membasahi kapas
dengan alkohol lalu mulai membersihkan luka di lutut Tiara.
Tiara merasa perih, “Aw”,
desahnya pelan.
Denny meniup luka itu, “Luka,
luka, luka, ayo cepat sembuh. Huuff”, Denny mengucapkan mantra penghapus
lukanya lalu menempelkan plester agar dapat menutupi luka yang masih basah itu.
Tiara tersenyum mendengar kalimat
mantra yang Denny ucapkan.
“Sudah selesai”, lanjut Denny
bangkit dari jongkoknya.
“Makasih”, ucapnya singkat.
Denny mengangguk lalu mengajak
Tiara berdiri dengan menarik tangannya. Lalu menutup mobil dan menggandeng
Tiara berjalan ke kampus.
“Oh ya, dongkrak lo”, ucap Tiara
yang teringat pada perlengkapan milik Denny yang masih ada di bagasi mobilnya.
Denny mengibaskan tangannya, “Biarin
aja, lagian tiap hari kita selalu ketemu ini”, ucap Denny enteng sambil
mempererat genggaman tangannya.
Tiara baru tersadar tangannya
bersentuhan dengan tangan Denny, dengan cepat dia melepaskannya dan tersenyum
kikuk pada Denny yang malam tersenyum manis padanya, lalu keduanya berjalan
bersama menuju kampus.
“Oh ya, tadi lo bilang kita tiap
hari ketemu. Tapi kok kayaknya gue baru lihat loe dua kali ya? Pertama waktu
insiden ban kempes terus yang kedua ya yang sekarang”, ucapnya mengingat-ingat
kejadian sebelumnya.
Kepala Denny mengangguk
berkali-kali.
Membuat Tiara penasaran kapan dia
pernah bertemu dengan Denny selain kali ini dan waktu insiden ban kempes waktu
itu.
“Lo bener-bener nggak inget?”,
tanya Denny akhirnya.
Tiara menggelengkan kepalanya,
dia benar-benar nggak tahu.
“Lo nggak inget sama orang yang
sudah tiga kali lo tabrak di kantin?”, Denny mencoba mengingatkan Tiara yang
sepertinya amnesia karena jatuh tadi [lebay-red].
Dia mengingat nya, “Maaf, maaf,
maaf banget. Jadi lo yang selalu jadi korban gue? Maaf banget ya”, Tiara
mencoba terus-terusan meminta maaf.
Untuk menghentikannya Denny memegang
kedua lengan Tiara, “Sudahlah, nggak usah dipikirin lagi”, ucapnya ringan
diiringin senyuman yang begitu membuat Tiara merasakan waktu berhenti seketika
itu juga.
Dari kantin yang berada di lantai
2 kampus itu Bayu dan Tika melihat Denny dan Tiara yang mulai terlihat akrab. Tadinya
mereka akan memperkenalkan Denny pada Tiara tapi keduanya malah bertemu dulu
diparkiran. Tapi walaupun begitu Bayu dan Tika merasa misinya berhasil.
To be continued...
hahaaa....waduh waduuuh
BalasHapusasyiik niiih
gawe maning doong buuuu
BalasHapuswis ra kanti maca....