•☺• Selamat Datang di Rumah Cerita 'Blognya mahasiswa TI yang lebih suka menulis cerita' <<<<<•☺•ECHY FACTS•☺•>>>>> Gue suka FC Barcelona •☺• Golongan darah gue A •☺• Lebih suka film genre Thriler daripada Horror •☺• Jangan lupa follow twitter Echy @cieEchy •☺• Echy itu Mandiri dalam arti sebenarnya dan juga dalam arti mandi sendiri •☺• Pengin punya Apartemen, moga kesampean #AMIN •☺• Penampilan Kampungan Wawasan Internasional •☺• Lebih suka ngelamun daripada ngelantur •☺•

Rabu, 09 November 2011

Sayembara Cinta Tiara [Part 4]


Sayembara Cinta Tiara Part 4

Tika dan Bayu sudah siap dari tadi di restoran milik keluarga Tika. Mereka duduk di pojok ruangan itu ditempat duduk sofa berbentuk L yang nyaman. Sebuah laptop yang terkoneksi ke internet ada dihadapan mereka. Dan sebuah notes untuk menilai para cowok yang hadir ke acara yang mereka buay ini.
Jam 9 tepat. Ada seorang cowok yang berpakaian rapi masuk ke restoran itu sambil membawa setangkai mawar merah yang merupakan syarat wajib yang harus peserta sayembara bawa untuk menjadi tanda.
Bayu melambaikan tangannya pada cowok itu. Yang dari jauh kelihatan mempesona tapi setelah mendekat dan makin mendekat kearahnya, membuat Tika terlonjak mundur kebelakang. Cowok itu tampak seperti om-om yang sudah berumur 40 tahunan. Dengan cepat Tika menggeleng-gelengkan kepalanya menandakan nggak setuju pada Bayu.

Cowok itu duduk di depan mereka berdua. Dan dengan sangat menyesal Bayu langsung menolak cowok itu atau yang lebih tepatnya menolak bapak itu.
Setengah jam kemudian ada sosok cowok yang membawa setangkai mawar merah datang mendekat pada mereka. Tubuh cowok itu atletis, sepertinya dibalik kemeja yang dia pakai itu ada bentuk tubuh yang menawan. Tika dibuat kagum. Cara duduknya juga berwibawa, dia terlihat seperti mahasiswa yang baru wisudah kemarin karena senyumannya yang lebar.
“Maaf, kalau boleh tahu namanya siapa?”, tanya Bayu.
“Nama eke kalau siang gini Joni tapi kalau malem jadi Jeni. Upss”, cowok itu menutup mulutnya, “Maaf keceplosan”, ucapnya kemayu.
Bayu dan Tika benar-benar tertipu. Casing-nya benar-benar cowok tapi cari bicaranya lebih lembut dari Tika. Terang aja cowok itu langsung ditolak.
Cowok yang ketiga datang. Dia nggak terlalu cakep tapi setidaknya mukanya masih berbentuk, dia membawa setangkai bunga mawar dan menyerahkannya pada Bayu, “Loe cakep banget”, ucap cowok itu yang kelihatannya tertarik pada Bayu.
Bulu kuduk Bayu merinding semua. Orang ini pasti gey. Langsung saja di tolak oleh Tika dan Bayu.
Beralih ke cowok yang keempat, seorang mahasiswa kedokteran universitas negri yang cukup baik di Indonesia ini. Dia berpenampilan sangat rapi dan tentu saja dia tipe orang yang perfectionis. Cowok yang bernama Rafael itu terlihat baik tapi cenderung menuntut. Bayu dan Tika sedikit tertarik padanya dan menyatakan dia masuk daftar cowok yang patut diperhitungkan.
Rafael terlihat senang lalu pergi dari situ dengan jawah yang sangat senang.
Datang cowok lagi bertubuh gempal dan terlihat makannya sangat banyak sampai-sampai pipinya terlihat seperti menyembunyikan dua buah telor ayam rebus. Ditambah tubuhnya yang hitam membuat nggak sedap dipandang mata. Untung sofanya luas, coba kalau enggak pasti nggak bakalan muat untuk tubuhnya yang seperti drim.
Dengan cepat Tika menolaknya karena dia teringat cerita Tiara mengenai pacar pertamanya yang mungkin sama saja dengan cowok yang ada dihadapannya sekarang ini.
Beranjak siang, datang cowok yang ke dua belas. Namanya Jefry, dia anak band. Tampangnya cakep, tubuhnya juga bagus, sayang penampilannya awut-awutan nggak terkontrol. Dia jorok, dan dia jujur juga kalau dia jarang mandi.
Tika yang nggak suka dengan cowok itu langsung mengusirnya dan menyuruhnya untuk mandi.
Tika terlihat lelah dengan ini semua. Tapi untuk hari ini tinggal satu cowok lagi yang belum datang. Cowok itu bilang baru bisa datang jam 1 karena jam segitu dia sudah selesai kuliah. Bayu dan Tika memutuskan untuk menunggu cowok itu, mereka makan siang terlebih dahulu.
“Lo sama Bayu lagi dimana sih?”, tanya Tiara melalui sambungan telefon pada Tika.
“Gue lagi kencan sama Bayu, jadi lo nggak usah ganggu-ganggu kita!”, timpal Tika yang langsung menutup telfon itu.
Tiara mendesah kesal, karena hari minggu yang cerah ini dia malah nemenin Mamahnya belanja kebutuhan rumah. Dia dibuat bosan oleh Mamahnya yang kalau belanja nggak bisa di kontrol. Kakinya sudah pegal dari tadi mendorong troli yang sudah penuh kesana-kemari untuk mencari sesuatu yang menurutnya nggak penting tapi tetap dibeli oleh Mamahnya.
“Ya sudahlah. Sabar. Tiara, lo harus sabar!”, ucapnya untuk menenangkan dirinya sendiri.
Bayu sudah selesai dengan makanannya, begitu juga dengan Tika yang sekarang menikmati minumannya. Lalu memanggil pelayan untuk membereskan piring-piring yang ada dihadapan mereka berdua. Capek di wajah mereka berangsur menghilang.
“Sorry sudah buat kalian berdua lama menunggu”, ucap seseorang setelah kepergian pelayan dari hadapan Tika dan Bayu.
Keduanya bersamaan melihat kearah sumber suara itu lalu keduanya tercengang saat melihat ada Denny Hilmantio Farizi dihadapan mereka. Denny sapaan akrabnya membawa sebuket bunga mawar merah yang menawan lalu menyerahkannya pada Tika.
“Tiara nggak ada disini?”, tanya Denny masih dengan posisi berdiri.
Tika menggelengkan kepalanya.
Bayu menyuruh Denny untuk duduk. Denny adalah senior mereka, dia mahasiswa semester 4 yang merupakan idola di kampus mereka.
“Jadi Tiara nggak ada disini?”, tanya Denny lagi.
Bayu menggelengkan kepalanya, “Kita nggak pernah kasih tahu sama Tiara tentang acara ini”, ucapnya menguak sebuah rahasia.
“Oh”, ucap Denny singkat.
Tika mencoba untuk fokus, “Kakak mau ikutan sayembara ini juga?”, ucapnya sopan.
Denny mengangguk semangat, “Tentu saja. Gue sudah suka sama dia sejak awal dia masuk kuliah”, jawabnya serius.
---
“Tiara, cepetan bangun!”, teriak Mamah.
Tiara menaikan selimutnya lagi, tanpa mempedulikan suara Mamah yang perlahan-lahan menghilang karena Mamah dan Papah ternyata sudah pergi ke kantor mereka masing-masing.
Jam 7 pas, nggak kurang dan nggak lebih, jam bekernya berdering untuk yang kesekian kalinya, kali ini Tiara meresponnya. Dia melihat jam berapa sekarang.
“Oh jam 7”, ucapnya sambil menguap.
Kemudian dia tersadar. “Gue terlambat!”, teriaknya keras.
Dia bergegas untuk mandi.
“Lo nggak telfon atau sms Tiara kalau kuliah pagi ini kosong karena dosennya belum pulang dari Hongkong?”, tanya Bayu pada Tika yang lagi asyik main hp.
Tika menggelengkan kepalanya, “Biarin aja. Toh pasti sekarang dia baru bangun”, jawabnya singkat.
Jam setengah 8. Tiara baru selesai mandi dan langsung beranjak berganti baju, bersiap-siap berangkat kuliah.
Setiap pagi dia selalu seperti ini, sungguh sesuatu yang susah untuk membuat Tiara bangun pagi. Itu semua dikarenakan insomnianya yang begitu parah. Sungguh menyiksa dan membuat tubuh berasa nggak nyaman.
Dengan cepat dia meraih kunci mobilnya dan bergegas turun. Kali ini dia benar-benar mengacuhkan sarapannya, dia cepat-cepat ingin berangkat ke kampus. Karena dia sudah terlambat setengah jam. Belum lagi butuh waktu setengah jam lagi buat sampai kekampus, membuat Tiara harus ekstra ngebut.
Yang biasanya butuh waktu 30 menit buat sampai ke kampus, kali ini cukup dua puluh menit saja Tiara sudah sampai di kampus. Untung ada parkiran yang kosong jadi dengan satu putaran stang kemudia saja dia langsung bisa memparkirkan mobilnya dengan tepat.
Tiara keluar dari mobilnya setelah meraih tas yang ada di kursi penumpang yang ada disamping tempat duduknya. Setelah mengunci mobilnya, Tiara bergegas berlari menuju kampus. Dia nggak mempedulikan dia yang memakai dress hari ini, dia tetap berlari sampai akhienya dia tersandung permukaan jalan yang nggak rata.
“Awwhhh”. Tiara jatuh, dia kesakitan karena lututnya menghantam permukaan kasar jalan.
Dia menjadi bahan tertawaan oleh orang-orang disekitarnya yang sedang berlalu-lalang.
Dia melihat lututnya yang terbentur tadi, lututnya berdarah.
Tiara meniupi luka itu lalu mencoba untuk berdiri tapi dari belakang tiba-tiba ada yang memegang kedua lengannya dan membantunya untuk berdiri. Tiara melihat kearah orang yang membantunya, dia mengenali orang itu.
“Lo kan cowok yang waktu itu?”, ucap Tiara sambil menunjuk kearah cowok yang dulu meminjamkan dongkrak dan perlengkapan untuk mengganti ban mobil.
Cowok itu mengangguk dan menyodorkan tangannya, “Nama gue Denny”, ucapnya memperkenalkan diri.
Tiara meraih tangan cowok cakep itu, “Gue Tiara”, ucapnya sambil tersenyum.
“Gue tahu nama loe. Salam kenal Mutiara Della Afriena”, lanjut Deny shake hand.
“Kok lo tahu?”, tanya Tiara setelah tangannya terlepas.
Denny nggak menjawab apa-apa, dia hanya tersenyum dan membuat Tiara seakan lumpuh.
Cewek-cewek yang berjalan diantara mereka terlihat iri dengan Tiara yang sedang mengobrol dengan Denny. Kemudian Denny menarik tangan kanan Tiara dan berjalan kembali ke parkiran. Tiara masih terkontrol dia menghentikan langkahnya, alisnya terangkat seolah menanyakan kemana mereka akan pergi.
“Lutut lo berdarah, kita harus cepet-cepet obatin biar nggak infeksi”. Denny kembali menarik tangan Tiara.
Tiara mengikuti kemana Denny menariknya, membuat orang-orang yang melihat mereka riuh karena merasa iri.
‘Biib biib’, berarti pintu mobil Denny sudah terbuka. Denny membukakan pintu penumpang bagian depan dan menyuruh Tiara untuk duduk didalamnya dengan tetap menghadap keluar. Die merasa seolah terhipnotis dengan pesona Denny.
Denny mengambil kotak P3K yang ada di bawah jok mobilnya membuat Tiara sedikit merasa nggak nyaman.
“Sudah lo yang tenang aja, gue nggak bakal ngapa-ngapain lo kok”, ucap nya singkat sambil membasahi kapas dengan alkohol lalu mulai membersihkan luka di lutut Tiara.
Tiara merasa perih, “Aw”, desahnya pelan.
Denny meniup luka itu, “Luka, luka, luka, ayo cepat sembuh. Huuff”, Denny mengucapkan mantra penghapus lukanya lalu menempelkan plester agar dapat menutupi luka yang masih basah itu.
Tiara tersenyum mendengar kalimat mantra yang Denny ucapkan.
“Sudah selesai”, lanjut Denny bangkit dari jongkoknya.
“Makasih”, ucapnya singkat.
Denny mengangguk lalu mengajak Tiara berdiri dengan menarik tangannya. Lalu menutup mobil dan menggandeng Tiara berjalan ke kampus.
“Oh ya, dongkrak lo”, ucap Tiara yang teringat pada perlengkapan milik Denny yang masih ada di bagasi mobilnya.
Denny mengibaskan tangannya, “Biarin aja, lagian tiap hari kita selalu ketemu ini”, ucap Denny enteng sambil mempererat genggaman tangannya.
Tiara baru tersadar tangannya bersentuhan dengan tangan Denny, dengan cepat dia melepaskannya dan tersenyum kikuk pada Denny yang malam tersenyum manis padanya, lalu keduanya berjalan bersama menuju kampus.
“Oh ya, tadi lo bilang kita tiap hari ketemu. Tapi kok kayaknya gue baru lihat loe dua kali ya? Pertama waktu insiden ban kempes terus yang kedua ya yang sekarang”, ucapnya mengingat-ingat kejadian sebelumnya.
Kepala Denny mengangguk berkali-kali.
Membuat Tiara penasaran kapan dia pernah bertemu dengan Denny selain kali ini dan waktu insiden ban kempes waktu itu.
“Lo bener-bener nggak inget?”, tanya Denny akhirnya.
Tiara menggelengkan kepalanya, dia benar-benar nggak tahu.
“Lo nggak inget sama orang yang sudah tiga kali lo tabrak di kantin?”, Denny mencoba mengingatkan Tiara yang sepertinya amnesia karena jatuh tadi [lebay-red].
Dia mengingat nya, “Maaf, maaf, maaf banget. Jadi lo yang selalu jadi korban gue? Maaf banget ya”, Tiara mencoba terus-terusan meminta maaf.
Untuk menghentikannya Denny memegang kedua lengan Tiara, “Sudahlah, nggak usah dipikirin lagi”, ucapnya ringan diiringin senyuman yang begitu membuat Tiara merasakan waktu berhenti seketika itu juga.
Dari kantin yang berada di lantai 2 kampus itu Bayu dan Tika melihat Denny dan Tiara yang mulai terlihat akrab. Tadinya mereka akan memperkenalkan Denny pada Tiara tapi keduanya malah bertemu dulu diparkiran. Tapi walaupun begitu Bayu dan Tika merasa misinya berhasil.

To be continued...



2 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...