Found You, Princess Cilla - Part
6
Pertandingan basket final antara
kelas XI.4 melawan kelas XII.1 di SMA Nusantara.
Banyak suporter yang sudah mulai
berdatangan di lapangan indoor yang lumayan besar yang merupakan fasilitas dari
SMA faforit ini. Suporter dari masing-masing kelas membawa alat-alat
bunyi-bunyian untuk menyemangati teamnya. Benar-benar suasana yang menyenangkan
dan penuh dengan persaingan.
Sisil yang masih saja belum
mempunyai teman duduk sendirian di tempat yang sama seperti pertandingan
sebelumnya. Tapi setidaknya dia sudah nggak sediam dulu sebelum bertemu dengan
Juna, dan Juna berjanji akan datang di acara ini.
Dari tadi Sisil terus mengecek
hp-nya yang nggak berdering-dering. Dia menunggu sms dari Juna, tapi malah
terus-terusan nggak ada.
Pertandingan di mulai.
Semuanya bersorak memberikan
semangat. Suasana yang sangat bising.
Sisil lagi serius menonton
pertandingan dan melihat Ardi yang ternyata benar-benar mahir bermain basket,
permainannya gesit dan bersih tanpa melanggar aturan.
“Hey!”.
Terdengar suara yang
mengagetkannya.
“Ah kamu, lama banget sih”,
timpal Sisil pada Juna yang sekarang sudah duduk disampingnya.
Juna meringis dan sedikit tertawa
lalu mengacak-acak lembut poni Sisil, karena rambut Sisil yang panjang di ikat
hari ini.
“Wah, tipis ya”, ucap Juna sambil
melihat ke papan skor.
Teamnya Ardi dengan poin 38 dan
team lawannya 37 poin. Benar-benar beda yang tipis.
Sampai akhirnya Ardi menerobos
benteng lawan dan menembakkan bola dengan cepat. Dia berhasil menambah skor
untuk teamnya.
“Three poin!”, ucap pencatat
skor.
Kontan semua teman-temannya
bersorak, begitu juga dengan Juna dan Sisil.
Kedudukan sementara 69 untuk team
XI.4 dan 70 untuk XII.1.
Waktu menunjukkan tinggal satu
menit lagi. Ardi yang ada didepan langsung diberi operan bola, dengan cepat dia
berbalik badan untuk menerobos lawan. Dengan satu hentakkan dia seakan terbang
membuat penonton menahan nafas dan Ardi langsung melepaskan bolanya,
ditembakkan kearah ring.
“Yeeeeaaaahhh!!!”, terdengar
sorak-sorai penonton.
Waktu pertandingan berakhir dan atas
bola itu teamnya Ardi memperoleh kemenangan.
Tapi sedetik kemudian mereka
semua terdiam karena Ardi yang terjatuh di lapangan karena tadi berbenturan
dengan lawan yang menghalanginya. Ardi memegangi kaki kanannya yang benar-benar
terasa sakit sekali.
“Ardi”, teriak Juna dan Sisil
bersamaan.
Lalu keduanya turun untuk melihat
keadaan Ardi yang benar-benar merasakan sakit.
---
Ardi nggak mau di rawat di rumah
sakit. Dia maunya di rumah saja, jadi Papah dan Juna serta Sisil membawa Ardi
pulang kerumah.
Ardi sedikit tertekan karena
ucapan dokter yang melarangnya untuk bermain basket lagi, karena kalau dia
bermain basket lagi lukanya yang walaupun sudah sembuh bisa kambuh dan malah
membuat parah luka sebelumnya.
Juna, Sisil, dan Papah lagi duduk
bersama di ruang keluarga, mereka membiarkan Ardi untuk istirahat. Kali ini
mereka membahas soal warisan dari Ayah untuk Sisil yang di salah gunakan oleh
ibu tirinya.
“Kamu tenang saja, om sudah mulai
mengurus ini semua. Secepatnya om akan membawa kasus ini ke polisi, dan untuk
itu om harap kamu tinggal disini saja”, ucap Papah serius pada Sisil yang duduk
di sofa yang sama dengannya.
Sisil terdiam, dia bingung mau
menjawab apa.
“Bantu Cilla beresin semua
barang-barangnya”, ucap Papah pada Juna.
Juna mengerti apa maksud Papahnya
dan langsung menarik tangan Sisil. Sisil yang bingung mengikuti saja kemana
Juna menariknya.
Akhirnya mereka berdua pergi ke
kontrakan Sisil untuk membereskan semua barang-barang Sisil, karena Sisil akan
tinggal di rumah bersamanya.
“Apa nggak apa-apa kalau aku jadi
beban kamu?”. Sisil mengahadap Juna yang sedang serius menyetir.
Juna meraih tangan Sisil dan
digenggamnya erat, “Bukan beban, kamu anugrah buat aku”, ucapnya singkat untuk
meyakinkan Sisil.
“Kamu tidur di kamarku aja, biar
nanti aku tidur sama Ardi atau tidur di kamar tamu”, ucap Juna yang sedang menarik
Sisil masuk ke kamarnya.
Sisil merasa nggak enak dengan
sikap Juna yang terlalu baik padanya, “Aku di kamar tamu aja, aku nggak apa-apa”,
timpal Sisil.
Tapi Juna nggak setuju lalu dia
mendudukkan Sisil di kasur dan memegang erat kedua pundak pacarnya itu lalu
meyakinkannya, kalau ini semua nggak apa-apa baginya. Juna malah akan senang
kalau Sisil tidur di kamarnya.
“Oh ya aku sampai lupa belum
mengganti bed cover-nya”, ucap Juna yang kemudian duduk disamping Sisil.
Sisil melihat kearah bed cover
yang bergambar logo MU, secara Juna itu suka banget sama team bola itu. “Ini
masih bagus, nggak di ganti juga nggak apa-apa”, ucap Sisil sambil meraba ke
bed cover-nya berwarna merah itu.
“Tapi kamu kan sukanya ungu,
nanti biar aku ganti dulu. Kamu temenin Ardi makan sana”. Juna bangkit dan
mengangkat Sisil dengan memegang kedua
pundak Sisil lalu mengecup keningnya mesra.
Sisil tersenyum dan keluar dari
kamar itu menuju kamar Ardi yang ada disebelah kamar Juna.
Dia melihat Ardi yang masih
bermain PSP dan membiarkan saja makanan yang ada dimeja samping tempat
tidurnya. Sisil duduk disisi kiri Ardi dan mengangkat piring berisi makanan
itu, lalu mencoba menyuapi Ardi.
Ardi menggelengkan kepalanya, “Gue
bukan anak kecil yang kalau makan harus disuapin”, timpal Ardi dengan masih
memandang PSP-nya.
“Kalau loe bukan anak kecil lagi
terus ngapain loe dari tadi main game mulu”, ucap Sisil nggak mau kalah dan
langsung merebut PSP yang dimainkan Ardi dan meletakkannya jauh dari jangkauan
Ardi.
“Nih makan!”, ucap Sisil yang
kemudian menyerahkan piring berisi makanan pada Ardi.
Ardi berubah menyebalkan, dia
mencoba untuk bermanja-manja dengan Sisil, “Suapin”, ucapnya seperti anak
kecil.
“Tadi bilangnya loe bukan anak
kecil lagi buat apa disuapin, sekarang malah loe sendiri yang minta disuapin. Dasar
anak kecil!”, timpal Sisil kesal dengan ulah Ardi.
Dari pintu yang sedikit terbuka
Juna melihat itu semua, dia cemburu tapi Sisil nggak mungkin mengkhianatinya
apa lagi dengan Ardi. Tapi dia merasa Ardi benar-benar menyukai Sisil. Ardi
sepertinya memang jatuh cinta pada Sisil dan itu membuat Juna sedikit ragu
apakah hubungannya dengan Sisil benar atau salah.
Juna benar-benar mencintai Sisil,
dari dulu sampai sekarang perasaan itu tetap sama dan sepertinya Sisil
mempunyai rasa yang besar pula terhadapnya. Tapi ada Ardi yang tempo hari
curhat pada Juna mengatakan dia menyukai seseorang teman sekelasnya, dan Ardi
juga pernah menyatakan cinta pada Sisil, itu membuat Juna merasa nggak nyaman.
Dia merasa apa hubungannya ini
salah karena dia bersenang-senang diatas sakit hati Ardi. Sakit hati Ardi yang
ditolak oleh Sisil yang merupakan cewek yang dia suka, sakit hati karena
kenyataannya Sisil lebih memilih Juna dan menjalin hubungan dengan Juna. Apalagi
sekarang mereka ada di rumah yang sama.
Juna menutup kembali pintu kamar
Ardi pelan-pelan, membiarkan mereka berdua ada didalam. Sisil yang sedang
menyuapi Ardi.
---
Setelah makan malam Sisil
langsung pamit ke kamar untuk tidur karena dia harus mengerjakan PR dan besok
dia juga harus berangkat kesekolah jadi dia nggak boleh terlambat.
Malam ini Juna tidur bersama Ardi
dikamar Ardi. Padahal sih Ardi nggak memperbolehkan Juna tidur di kamarnya dan
menyuruh Juna untuk tidur di kamar yang lain saja. Tapi Juna memaksa ingin
tidur bersama dengan Ardi karena sudah sangat lama mereka nggak pernah sedekat
itu setelah perceraian kedua orang tua mereka.
“Hey! Jangan deket-deket”, gerutu
Ardi yang merasa nggak nyaman karena Juna yang dari tadi mengusik daerah nya
yang sudah dibatasi oleh guling.
Juna tertawa kegirangan karena
membuat Ardi marah, karena wajah marah Ardi itu sangat lucu, benar-benar nggak
pantes buat di sebut ekspresi marah.
“Gue kangen sama loe. Sudah lama
banget ya kita gak saling usil-usilan kayak gini”, ucap Juna sambil membenarkan
posisi tidurnya. Dia terlentang menghadapt ke langit-langit kamar Ardi.
Juna tersenyum mengingat kembali
masa-masa kecilnya bersama dengan Ardi adiknya dan tentu saja dengan Sisil
juga. “Loe tuh paling sering buat princess Cilla nangis, dan gue yang selalu
membuat princess Cilla jadi tersenyum dan tertawa lagi. Loe itu bener-bener
nyebeli dulu, nakal banget pula”, lanjut Juna sambil memandang kosong kearah
langit-langit.
Ardi terdiam, dia juga
mengingat-ingat kembali masa kecilnya bersama Juna dan tentu saja bersama Sisil
pula. Dia ingat betul pernah mendorong Sisil ke kolam renang dengan sengaja
karena Sisil terus berdua-duaan dengan Juna. Sisil yang nggak bisa berenang
kelabakan dan dengan cepat Juna menolongnya.
“Jangan sekali-kali dorong
princess Cilla ke kolam renang lagi?”, celetuk Juna sambil mengarahkan
pandangannya pada Ardi.
Ardi juga memandang kearah Juna
lalu mengangkat alisnya untuk menanyakan apa maksudnya yang sebenarnya.
“Princess Cilla masih belum bisa
berenang!”, jawab Juna akhirnya.
Tanpa ekspresi apa-apa Ardi
kembali memandang ke langit-langit nggak mempedulikan Juna yang dari tadi
membahas tentang Princess Cilla.
Beberapa saat keduanya terdiam.
Terdengar dering hp yang membuat
Sisil bangkit dan meraih hp-nya yang ada di meja. Ternyata ada telfon ada
telfon dari tante Santy, sang ibu tirinya yang hanya menginginkan harta Ayah
dan tega mengusirnya dari rumah.
“Kamu dimana sekarang? Besok pengacara
Ayah kamu akan datang untuk menemui kamu, jadi tante harap kamu pulang sekarang”,
ucap tante Santy tanpa basa-basi.
“Nggak. Gue nggak mau pulang”,
ucap Sisil nggak sopan karena memang dia sudah nggak mau bermanis-manis lagi
dihadapan tante Santy.
“Kurang aja ya kamu! Nggak sopan
pakai elo, gue segala! Dasar udik, anak nggak tau untung! Awas...”, ucap tante
Santy panjang lebar.
Tapi dengan cepat Sisil
memutuskan telfon itu. Dia nggak mau berbicara dengan tante Santy. Tapi nggak
lama kemudian hp Sisil berdering lagi, dan dia langsung mengangkat telfon itu
dengan malas.
“Ada apa lagi?”, ucap Sisil
ketus, keras, dan dengan ekspresi yang sebel.
Orang yang menelfonnya terkejut, “Kamu
kenapa?”, ucapnya dengan nada habis terkejut.
Sisil nggak mendengar suara tante
Santy, dia mendengar suara laki-laki yang sering menelfonnya, dia mendengar
suara Juna. Lalu dia melihat layar hp-nya, benar saja ini memang telfon dari
Juna.
Karena Sisil dari tadi diam saja,
Juna melanjutkan kalimatnya, “Kamu kenapa? Ada yang gangguin kamu tadi?”,
ucapnya perhatian.
Sisil mengangguk, “Iya, tante
Santy telfon aku lagi. Dia minta aku pulang besok karena pengacaranya Ayah mau
datang”, ucap Sisil menjelaskan apa yang terjadi.
“Bilang saja besok kamu mau
datang”, saran Juna.
Membuat Sisil tercengang dia
bingung dan diam untuk berfikir.
“Besok kamu datang bareng sama
aku sama Paph juga. Biar semuanya kita selesaikan besok”, ucap tegas Juna yang
terdengar sangat serius.
Ardi yang belum tidur hanya
melihat kearah kakaknya yang terlihat asyik menelfon princess-nya yang selalu
dia agung-agungkan.
“Semuanya akan baik-baik aja. Sudah
malam, sekarang kamu matiin hp dan pergi tidur. Jangan lupa berdoa dan jangan
lupa juga mimpiin aku ya”, lanjut Juna penuh kasih sayang, “Muaach”, sebuah
kecupan melalui jaringan telepon.
Telefonpun terputus, Juna
meletakkan hp-nya di meja disisi tempat tidur yang ada didekatnya. Menarik
selimutnya dan mulai memejamkan matanya.
“Jujur gue suka banget sama Cilla
bang. Sudah dari dulu, tapi gue nggak bisa buat Cilla suka juga sama gue. Dia
terlalu cinta sama loe, dan gue juga tahu loe juga terlalu cinta sama dia. Gue
rela loe sama Cilla karena gue yakin itu yang terbaik. Dan gue harap loe selalu
bisa buat Cilla selalu tersenyum bahagia, karena itu satu hal yang nggak bisa
gue lakuin”, ucap Ardi dalam hati sambil melihat kearah Juna yang sudah
tertidur.
TO BE CONTINUED...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar