Part 5
Erika mencoba melihat siapa yang
bertanya.
“Kalian berdua pacaran?”, tanya
suara cowok itu lagi.
Tiba-tiba Dika merangkul Erika
dengan mesra, “Kenalin. Ini Erika cewek gue”, ucap Dika spontan.
Membuat Erika melongo sejadinya. Ditambah
lagi ada Bhara didepannya. Tadi Bhara yang bertanya seperti itu. Tapi anehnya
Erika nggak berusaha melepaskan rangkulan Dika, dia malah menikmatinya.
“Erika. Lo bener pacarnya Dika?”,
tanya Bhara pada adiknya.
Erika nggak bisa berekspresi
apa-apa. Dan Dika yang kemudian turun tangan.
“Iya. Erika ini pacar gue”, ucap
Dika sekali lagi dan membuat Erika makin melongo. “Lo kenal sama Bhara?”, tanya
Dika pada Erika.
Erika tentu saja menganggukkan
kepalanya, “Dia abang gue”, jawab Erika pelan.
Mendengar jawaban dari Erika,
kontan Dika menelan ludahnya dengan susah. Lalu tersenyum kearah Bhara yang
masih belum percaya mereka berdua berpacaran.
Dika mengulurkan tangannya dan
bersalaman dengan Bhara. “Kenalin, gue Dika calon adik ipar lo”, ucap Dika
sambil tersenyum lebar.
Erika makin bingung dengan ulah
Dika tersebut yang konyol dan spontan. Tapi Erika merasa nyaman waktu Dika
mengenalkan dirinya sebagai calon adik ipar pada Bhara. Tapi Bhara kemudian
menjitak kedua kepala orang yang ada dihadapannya itu.
Bhara menyuruh mereka berdua
cepat menuju meja yang sudah dia pesan untuk makan siang hari ini. Ternyata
Dika adalah manager muda yang baru dipindahkan dari kantor pusat. Dika yang
ebrnama lengkap Mahardika Zafalani ini merupakan anak buah dari Bhara yang
merupakan kakak dari Erika.
Sungguh kebetulan yang
membingungkan.
Dika kemudian menjelaskan
semuanya. Dia nggak ada apa-apa dengan Erika, mereka baru kenal. Tapi Dika
mengakui secara tersirat dia tertarik pada Erika, dan Bhara membiarkannya untuk
dekat dengan Erika. Bhara kasihan pada Erika yang sudah disakiti oleh Reza yang
ternyata menduakan cinta adiknya itu.
“Aaaa”, Dika mencoba menyuapi
Erika.
“Tangan lo yang sakit kok malah
lo yang nyuapin ya?”, tukas Erika.
Tapi Dika tetap memaksa.
Mereka berdua terlihat makin
akrab saja. Membuat Bhara dan Cella senang karena Erika sudah bisa tersenyum
lepas lagi setelah di sakiti oleh Reza yang bajingan itu.
---
Didalam kamarnya, Dika masih
memandangi fotonya bersama teman-teman kantornya yang baru waktu makan siang
bersama kemarin. Didalam foto itu juga ada Erika, dan memang dari tadi kedua
mata Dika hanya melihat ke arah Erika yang tersenyum sangat manis difoto itu.
Tapi kemudian ponselnya berdering
nyaring, dia juga teringat dengan ringtone ini. Ringtone yang sama dengan
ponsel Erika kalau ada panggilan masuk. Tapi sayangnya ini bukan telfon dari
Erika. Tertulis dilayar ‘Hana’ adalah nama orang yang memanggilnya.
Walaupun nggak bersemangat dan
terkesan ogah mengangkat telfon itu, Dika tetap mengangkat telfon itu, “Hallo”,
sapanya lemah.
“Kamu lagi ngapain sayang? Weekend
ini pulang nggak? Aku kangen banget sama kamu”, ucap seorang cewek dari
seberang sana.
Dika mendesah, “Minggu ini aku
nggak pulang”, jawab Dika singkat.
“Yah. Padahal aku kangen banget
sama kamu. Bisa aja sih aku ke situ tapi aku nggak enak sama kakakku. Bentar
lagi kan dia mau nikah”, lanjut cewek itu panjang lebar.
“Aku capek, aku tutup telfonnya
ya”, ucap Dika malas.
“Tunggu. Tunggu sebentar”, tukas
cewek itu cepat-cepat. “Aku tahu kamu masih marah sama aku. Aku minta maaf. Tapi
please, aku butuh kamu disaat pernikahan kakak aku. Aku janji, setelah itu aku
bakal lepasin kamu”, lanjut cewek itu serius dengan nada memelas.
Dika nggak berkata apa-apa lagi
dan langsung menutup telfon itu. Dia malas menghadapi Hana. Hana adalah
pacarnya, mereka berpacaran sudah setahun dan sudah sempat putus dua kali. Dika
yang meminta putus tapi Hana terus menolaknya, beralasan dia sangat
mencintainya tapi keegoisan Hana benar-benar nggak bisa ditolerir. Apalagi
setelah Dika tahu kalau Hana pernah pacaran dengan sahabatnya waktu dia dan
Hana masih ada hubungan, tapi Dika yang baik itu memberi kesempatan terakhir
untuk Hana.
Ponsel Dika kembali berdering,
dengan cepat dia langsung mengangkat telfon itu, “Ada apa lagi?”, bentak Dika
pada orang yang menelfonnya.
Tapi sedetik kemudian telfon itu
terputus. Dika akhirnya melihat layar hp-nya, melihat siapa yang tadi
menelfonnya.
“Erika?”, ucapnya nggak percaya, “Bodoh
banget sih gue!”, ucap Dika menyalahkan diri sendiri lalu mulai menelfon balik
Erika.
Nggak lama kemudian Erika
mengangkat telfon dari Dika, “Hallo”, sapa Erika dengan nada bergetar.
“Maaf. Maaf. Maaf banget. Gue
nggak tahu kalau yang tadi telfon itu lo, gue kira orang lain”, ucap Dika tulus
karena merasa sangat bersalah.
“Owh”, desah Erika, “Nggak
apa-apa kok. Oh ya, sepatu gue masih di mobil lo ya?”, tanya Erika.
Dika kembali memingat kejadian
kemarin saat dia menolong Erika. Menggantikan sepatu Erika yang rusak dengan
sepatu yang dia beli untuk adiknya, “Oh iya. Besok gue kasih ke lo”, jawab
Dika.
“Kasihin ke bang Bhara aja ya. Soalnya
besok gue nggak kekantor. Gue besok mau kekampus”, lanjut Erika menjelaskan.
“Kalau gitu lusa aja ya, kalau lo
ke kantor baru gue akan kasih sepatu itu ke lo”, paksa Dika karena dengan cara
itu dia bisa bertemu dengan Erika lagi.
“Ehmm, ya sudah. Lusa juga nggak
apa-apa”, ucap Erika ringan.
---
Erika, Cella, dan Rena sudah
selesai dengan kegiatan dikampus dalam menyambut hari wisuda mereka. Setelah
ini mereka bertiga langsung pergi ke butik Mamahnya Erika. Mamah Erika dikenal
sebagai seorang designer baju yang handal. Mamah Erika spesialis kebaya. Dia
merancang baju kebaya dan membuat modifikasi gaun dengan kain batik dan yang
lainnya.
Mereka bertiga akan mencoba baju
untuk mereka wisuda nanti. Baju pernikahan Hera juga dibuat oleh Mamah Erika
ini. Mereka juga mendapatkan baju seragam untuk menghadiri acara pernikahan
Hera dari mamah Erika. Pokoknya mereka akan dipastikan tampil anggun dan
memukau.
“Ini pinggangnya masih kegedean. Harus
dikecilin lagi”, ucap Mamah saat mengoreksi kebaya yang dia rancang untuk
anaknya itu. “Kamu kurusan ya? Dikasih makan apa kamu sama abang kamu?”, tukas
Mamah setelah berkutat dengan meteran.
Erika terseringai, “Diet Erika
berhasil ya mah?”, jawab Erika sambil tersenyum garing.
Mamah hanya menghela nafas lalu
beralih pada Cella. “Pas. Semuanya pas. Pertahanin tubuh kamu sampai setahun
kedepan ya, biar mamah nggak usah ngukur kamu lagi”, ucap Mamah sambil
tersenyum.
Cella mengangguk, dia mengerti
apa maksud calon mertuanya itu. Setidaknya sampai tahun depan dia harus menjaga
tubuhnya agar tetap seperti sekarang agar mamah nggak repot-repot mengukur
tubuhnya lagi kalau mau membuatkan kebaya untuk pernikahannya dengan Bhara.
“Aduh Rena. Kamu kok makin kurus
aja”, celetuk Mamah.
“Ini bukan kurus tante, ini
langsing”, tukas Renata percaya diri.
“Ini pasti gara-gara Daniel yang
nggak pulang-pulang ya?”, tanya Mamah sambil terseringai.
Rena nggak menjawabnya, dia hanya
manyun sejadinya mendengar kalimat Mamahnya Erika tadi.
Mereka terlihat begitu anggun. Pakaian
yang mereka pakai sangat cocok di tubuh mereka, mereka bergitu mempersona.
---
Erika sedang asyik dengan
telfonnya, dari jam delapan sampai sekarang jam sepuluh malam Erika belum
melepaskan hp-nya yang rasanya sudah melekat erat di telinganya itu. Begitu
juga dengan Dika, karena memang mereka berdua sedang telfon-telfonan.
“Besok lo kekantor kan?”, tanya
Dika memastikan.
“Ya, besok gue ke kantor. Sekalian
ngembaliin sepatu yang tempo hari lo pinjemin ke gue”, jawab Erika sambil
merubah posisi tidurnya.
“Emangnya kapan gue pernah
minjemin sepatu buat lo?”, ucap Dika yang kemudian berdiri dan berjalan menuju
balkon kamarnya, “Sepatu itu nggak perlu lo balikin. Sepatu itu buat lo”,
lanjutnya sambil menghirup udara malam yang dingin.
Erika bangkit dan duduk
diranjangnya, “Sepatunya bagus, gue suka. Makasih ya”, sahut Erika sambil
tersenyum kearah sepatu ungu yang Dika berikan padanya.
Sepatu itu sudah dicuci bersih,
dikeringkan, dan dimasukkan kedalam kotak mika. Lalu diletakkan di meja tempat
dia merias dirinya. Dia sangat menjaga sepatu itu. Sedangkan Dika nggak pernah
menggunakan saputangan lain lagi selain saputangan yang pernah dia pinjamkan
pada Erika. Pokoknya cuci, kering, pakai, cuci, kering, pakai, begitu
seterusnya.
Tiba-tiba Eriak dikejutkan dengan
kedatangan Bhara kedalam kamarnya.
“Kalau masuk kamar orang lain
ketuk pintu dulu dong bang!”, gerutu Erika keras.
Bhara dengan cepat berlari dan
langsung naik keranjang lalu duduk disamping Erika, “Lo tuh yang keranjingan
telfon mulu sampai nggak denger gue ngetuk pintu kamar lo”, tukas Bhara yang
juga kesal.
Erika kembali meletakkan hp-nya
di telinga, “Sorry. Abang gue ganggu nih” gerutu Erika kesal.
Kemudian Bhara merebut telfon itu
dan meletakkannya di daun telinganya, “Sudah malem bro”, ucap Bhara singkat.
Lalu memberi sinyal untuk Erika
memijat kedua pundak Bhara, dengan terpaksan seperti biasanya Erika memijat abangnya
itu. Abangnya yang bekerja untuk menghidupi dirinya, membiayai kuliahnya, dan
memenuhi semua kebutuhannya.
“Lo ngapain di kamar Erika?”,
tukas Dika kesal.
Bhara terseringai, “Dia adik gue
bro. Terserah gue mau ngapain dia”, jawab Bhara bengis.
Dengan cepat Erika menghadiahkan
pukulan dipundak Bhara.
“Aduuuh! Sakit tahu!”, timpal
Bhara.
“Makanya kalau ngomong tuh
diatur!”, balas Erika nggak kalah ketus. “Oh ya bang, besok abang disuruh
ketempat Mamah. Disuruh nyoba baju tuh”, lanjut Erika.
Dika mendengarkan saja percakapan
kedua kakak beradik itu. Yang cewek adalah orang yang dia suka dan yang cowok
adalah bosnya di kantor. Dika bener-bener di cuekin, Bhara dan Erika asyik
ngobrol berdua. Tapi setidaknya Dika bisa jadi tahu gimana hubungan Bhara dan
Erika tersebut.
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar