Part 8
Hana menoleh ke sampingnya. Ada
Erika, Cella, dan Renata. Dengan cepat Hana memberikan senyuman untuk ketiga
sahabat kakaknya itu, mereka juga merupakan senior Hana waktu di SMA.
Hana melepaskan gandengannya pada
Dika, kemudian menyapa ketiganya, nggak lupa juga untuk cipika-cipiki. Disitu
Dika makin terkejut, karena ternyata Hana dan Erika saling mengenal, dia nggak
tahu apa yang harus dilakukannya saat itu. Erika, dan Cella berusaha untuk
bersikap biasa saja.
Setelah itu Hana mencoba
mengenalkan pacarnya itu pada sahabat-sahabat kakaknya itu, “Oh ya, kenalin kak
ini Dika pacar aku. Sayang, ini kak Renata, kak Cella, dan ini kak Erika”, ucap
Hana sambil menunjukkan satu persatu, dan membatu Dika untuk bersalaman.
“Aku tinggal dulu ya kak”, pamit
Hana sambil menggandeng Dika pergi.
Dika masih sering melihat
kebelakang untuk melihat Erika, Erika juga belum selesai untuk melihat Dika
sampai Dika menghilang dari pandangannya. Lalu Cella mencoba menenangkannya,
mencoba untuk memeluknya hangat. Rena yang nggak tahu apa-apa hanya diam nggak
bereaksi.
“Gue nggak apa-apa kok, gue sudah
pernah diposisi ini sebelumnya.”, ucap Erika sambil melepaskan pelukan Cella
dengan tersenyum getir. “Gue pulang duluan ya, bilangin ke Hera kalau gue ada
urusan mendadak dan gue bener-bener minta maaf”, pamit Erika pada Cella.
Cella tentu saja mengerti keadaan
Erika sekarang. Dia membiarkan Erika pulang sendirian, karena memang dia yang
menginginkan itu, biarkan gelap malam ini melebur semua duka Erika.
“Erika kemana?”, tanya Rena yang
memang nggak tahu.
“Katanya nggak enak badan, jadi
dia pulang duluan”, jawab Cella sambil terus melihat kearah Erika pergi.
Dari jauh Dika juga melihat Erika
yang berjalan sendirian menuju pintu keluar. Dia benar-benar miris, nggak tahu
harus berbuat apa, dia marah pada dirinya sendiri, dia marah karena dirinya
seorang yang pengecut.
Setelah keluar dari ruangan itu
air mata Erika mulai bercucuran deras, dia menyusuri lorong sendirian sampai
akhirnya sampai dipintu keluar. Hujan malam ini sungguh menggambarkan Erika
yang mengalami sakit hari, karena dikecewakan yang kedua kalinya oleh orang
yang dia sayangi. Dia sakit.
Setelah menarik nafas panjang
Erika lalu berjalan menembus hujan, nggak memperdulikan apa-apa. Air hujan ini
membiaskan tangisan Erika yang deras. Terlihat ada seseorang yang keluar dan berdiri
di pintu keluar gedung, dia terlihat mencari-cari sesuatu, dia melongok kesana
kemari.
“Kamu nyariin apa sih?”, tanya
Hana sambil merangkul tangan kanan Dika.
Ternyata cowok yang keluar itu
Dika, dia sedang mencari-cari sosok Erika yang tadi dilihatnya pergi dari acara
pernikahan itu. Dika masih mencari-cari sosok Erika tapi tetap nggak ketemu,
Hana dengan keras menarik Dika kembali masuk dan perlahan-lahan Dika
mengimbangi langkah Hana yang kemudian mereka berdua kembali keacara pernikahan
itu.
Erika menyusuri jalan sendirian,
air matanya bercampur dengan rintikan hujan yang sudah membasahi seluruh
tubuhnya.
“Kenapa hidup gue serumit ini?”,
teriak Erika kesal, “Kenapa gue nggak pernah ngerasain bahagia?”, keluh Erika
lagi sambil berlutut ditepi jalan. “Kenapa lo tega sama gue? Dika!! Kenapa lo
tega sama gue?!”, ucap Erika keras, menumpahkan semua penat dan rasa sakit yang
terpendam dihatinya.
---
Pagi yang nggak begitu cerah,
imbas dari hujan semalam. Erika masih tertidur dikamarnya yang nyaman. Tadi
malem dia pulang naik bus dengan badan yang sudah basah kuyup, membuatnya
mengalami demam setelahnya dan pagi ini dia harus istirahat dulu dirumah. Dia
nggak kekantor hari ini.
Bhara sedang ada di jalan menuju
kantor, Bhara lagi telfon-telfonan sama Cella.
“Kenapa kalian berdua nggak
pulang sama-sama? Terus kenapa Erika sampai basah kuyup gitu, tahu nggak dia
itu demam tinggi semalam. Untung aku nggak jadi lembur jadi tahu kalau dia itu
sakit”, gerutu Bhara panjang lebar di telfon.
“Kasihan Erika”, ucap Cella
setelah mendesah payah, “Ternyata Dika nggak sebaik yang kita kira. Dia
ternyata sudah punya pacar sebelum dia berpacaran sama Erika”, lanjut Cella
menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
Bhara teringat pada Reza yang
dulu juga menyakiti dan mengkhianati adiknya itu, “Maksud kamu apa?”, tanya
Bhara lagi.
“Dika sudah punya pacar
sebelumnya, dan pacarnya adalah Hana, adiknya Hera”, jawab Cella dengan
gamblang dan mantap.
Raut wajah Bhara terlihat geram
dan marah nggak ketulungan. Setelah menutup telfon dari Cella, dia bergegas
memacu mobilnya kencang agar cepat sampai kantor. Sepertinya Bhara ingin
menemui Dika secepatnya. Bhara nggak terima kalau adiknya itu disakiti oleh
Dika.
Erika sudah terbangun dari tidurnya,
dia melihat sekeliling kamarnya yang sudah diterangi oleh cahaya matahari. Tapi
dia nggak memutuskan untuk bangun, dia memilih untuk tidur lagi agar tubuhnya
kembali sehat, kepalanya juga masih pusing, tubuhnya lemas dan nggak
bersemangat untuk mengawali hari ini.
Bhara menggebrak pintu ruang
kerja Dika dengan keras lalu dengan cepat Bhara meraih dan mencengkram erat
kerah kemeja Dika. Sebuah tinju dari tangan kanan Bhara mendarat dipipi kiri
Dika. Darah keluar dari pojok bibirnya, kamarahan Bhara nggak terbendung lagi
dan Dika terlihat tahu apa yang membuat Bhara memukulnya jadi dia nggak
melakukan pembalasan karena memang dia merasa yang bersalah atas semua ini dan
patut untuk mendapatkan hukuman.
“Jangan mentang-mentang adik gue
suka sama lo, jadinya lo bisa nyakitin dia. Lo itu bener-bener pengecut! Kalau
lo beneran cowok lo nggak bakal ngelakuin itu semua!”, teriak Bhara marah tepat
didepan wajah Dika.
Para karyawan yang lain mulai
menonton pertengkaran mereka berdua. Kemarahan Bhara sudah nggak bisa dibendung
lagi. Untuk kali ini Bhara memukul perut Dika hingga Dika membungkuk memeluk
perutnya sambil menahan sakit. Karyawan yang menonton mereka mencoba melerai
tapi nggak berhasil.
“Biarkan. Kalian semua mendingan
keluar saja. Dan jangan lupa tutup pintunya”, ucap Dika yang kemudian bangkit.
Para pegawai yang lain mulai
keluar dari ruang kerja Dika, membiarkan Dika dan Bhara ada didalam hanya
berdua saja. Pegawai yang tadi menonton mulai kembali bekerja walau sedikit
masih antusias membicarakan tentang apa yang terjadi diantara Bhara dan Dika di
pagi ini.
“Gue tahu. Gue emang salah, gue
bodoh, gue terlalu pengecut untuk menjelaskan semua ini. Gue terlalu sayang
sama Erika, jadi gue nggak berani ngomong ini semua”, ucap Dika dengan mata
berkaca-kaca.
Bhara yang tadi duduk di sofa
langsung tersentak dan berdiri, “Klo lo sayang sama Erika lo nggak mungkin
nyakitin dia sampai separah ini!”, balas Bhara dengan masih menggunakan nada
tinggi.
“Gue sudah putus sama Hana jauh
sebelum gue kenal sama Erika. Tapi Hana nggak mau, dia minta sama gue buat
sehari aja jadi pacarnya lagi. Dan hari itu adalah kemarin saat kakaknya
menikah”, lanjut Dika menjelaskan apa yang terjadi pada dirinya.
Bhara tersenyum bengis, “Kenapa
lo bisa putus sama Hana?”, tanya Bhara setelah dirinya duduk kembali.
Dika bersandar dimeja kerjanya,
kedua tangannya mencengkram pinggir meja, “Seperti apa yang terjadi sama Reza
dan Erika. Hana punya cowok lain selain gue. Dan gue sama sekali nggak ada
cewek lain, waktu itu gue sayang banget sama dia”, jawab Dika yang nggak terasa
mulai meneteskan air mata karena teringat masa lalu cintanya yang nggak mulus
juga.
Sesaat kemudian, suasana hening. Dika
maupun Bhara sama sekali nggak mengeluarkan suara. Mereka asyik dalam diam
masing-masing, Bhara terus menimbang-nimbang akan memaafkan Dika atau tidak,
apakah dia harus percaya pada Dika atau tidak. Dika juga nggak tahu harus
berbuat apa agar hubungannya dengan Erika nggak rusak, dia sayang banget sama
Erika.
“Lo beneran sayang sama Erika?”,
tanya Bhara sambil melihat kearah Dika.
Sudah bisa ditebak, Dika
mengangguk mantap, “Gue bener-bener sayang sama Erika. Cuman dia yang ada
dihati gue. Gue cinta dia”, ucap Dika tulus dengan nada yang meyakinkan.
“Kalau gitu mungkin gue bisa
bantu kalian buat sama-sama lagi”, gumam Bhara yang kemudian bangkit dan
berjalan kearah pintu.
“Makasih...makasih.. makasih
banyak”, ucap Dika sambil mendekati Bhara.
Bhara berbalik badan menghadap
Dika, “Tapi gue nggak janji. Walaupun dia sayang sama lo, tapi dia juga sakit
gara-gara lo”, ucap Bhara yang kemudian membuka pintu dan keluar meninggalkan
Dika sendirian.
Dika terdiam setelah mendengar
kalimat Bhara tadi. Dia sangat tahu kalau dia sangat bersalah pada Erika,
bersalah pada orang yang dia sangat sayangi, tapi dalam benaknya dia berjanji
akan berusaha dengan berbagai cara agar bisa mendapatkan maaf dari Erika, dan
mendapatkan cinta Erika lagi. Dia akan berusaha keras.
---
Erika baru selesai mandi, dia
sudah berganti baju, dan kembali duduk diatas ranjangnya. Dia enggan untuk
beranjak dari kamarnya. Sudah dari tadi Cella ada dikamarnya, menemaninya, dan
membuatkan bubur untuk Erika sahabatnya dan merupakan calon adik iparnya.
Terdengar suara deru mobil
memasuki halaman rumah Erika, bukan satu mobil tapi terdengar ada dua mobil.
cella mencoba melihat siapa yang datang dari jendela kamar Erika yang menghadap
langsung ke halaman.
“Bhara dan Dika”, ucap Cella yang
lalu kembali mendekat pada Erika.
Mendengar nama Dika disebut
Cella, Erika berubah malas sekali. Cepat-cepat dia rebahan dan menutup seluruh
tubuh termasuk wajahnya menggunakan selimut. Dia masih malas bertemu dengan
Dika yang telah mengkhianatinya, sama seperti dengan apa yang pernah Reza
lakukan padanya.
“Lo nggak mau ketemu sama Dika?”,
tanya Cella ringan makin mendekatkan tubuhnya pada Erika.
“Kepala gue pusing. Gue mau
istirahat, gue nggak mau diganggu”, tukas Erika.
Cella menghela nafas payah, “Mungkin
aja Dika mau ngejelasin semuanya. Lo nggak mau denger?”, tanya Cella sambil
membuka selimut yang menutupi wajah Erika.
Wajah Erika terlihat juga, “Gue
mau istirahat, lo bisa tinggalin gue sendirian kan?”, perintah Erika pada
sahabatnya itu.
Erika kembali menutupi wajahnya
dengan selimut yang ada. Lagi-lagi Cella menghela nafasnya payah kemudian
dilanjutkan desahan saat dia turun dari tempat tidur Erika, lalu berjalan
keluar dari kamar Erika itu.
Sambil memutar gagang pintu, “Istirahat
yang bener, biar cepet sembuh”, ucap Cella.
Cella keluar dari kamar Erika
juga. Baru beberapa langkah berjalan didepan Cella sudah berdiri Bhara dan
Dika. Bhara mencium kening Cella lalu merangkulnya mesra.
“Lo ngapain kesini”, tanya Cella
dengan nada ketus.
“Gue tahu lo pasti marah juga
sama gue. Tapi gue bisa jelasin semuanya, gue cuman sayang sama Erika”, ucap
Dika tulus.
Cella mendesah seketika, “Gue
nggak butuh penjelasan dari lo”, timpal Cella masih ketus.
Bhara mencoba menenangkan dengan
mengusap-usap pundak Cella.
“Gue akan jelasin semuanya sama
Erika”, ucap Dika mantap.
“Tapi sayangnya dia nggak mau
ketemu sama lo”, jawab Cella dengan ogahnya. “Dia terlalu sakit buat menerima
luka yang besar di tempat yang sama”, lanjut Cella mempertegas suaranya.
“Sudahlah”, Bhara mencoba
melerai, “Dia tulus sayang sama Erika”, lanjut Bhara membela.
Cella mendesah payah tanpa
menjawab apa-apa.
“Dika, lo masuk aja ke kamar
Erika. Jelasin semuanya”, ijin dari Bhara untuk Dika.
Dika berjalan mendekati pintu
tapi dengan cepat Cella memegang pundak kiri Dika, “Katanya kepala dia pusing,
dia ingin istirahat dan nggak mau diganggu. Mendingan besok aja lo jelasin
semuanya”, ucap Cella yang terdengar juga mendukung kalau Dika dan Erika tetap
bersatu.
Dika terlihat murung, “Dia
bener-bener marah sama gue ya?”, tanya Dika memelas.
Didalam kamarnya, Erika menangis
tersedu-sedu dalam selimutnya yang tebal. Kepalanya serasa makin berat atas
semua permasalahan ini. Dia nggak menyangka kalau Dika akan membohonginya,
seperti halnya Reza.
Bhara mengajak Dika dan Cella
untuk turun keruang makan, mereka makan malam bersama. Erika yang nggak bisa
tidur akhirnya membuka selimutnya karena kegerahan, lalu beranjak bangun dan
membuka pintu kamarnya yang menuju balkon. Dia melihat masih ada mobilnya Dika
disana, jadi dia memutuskan untuk tetap didalam kamar saja.
To Be Continued....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar