Found You, Princess Cilla - Part
4
Zaki dan Juna lagi duduk bersama
di kantin, mereka berdua makin akrab setiap harinya. Keduanya berada di kelas
yang sama. Karena Juna, dengan cepat Zaki juga mulai dikenal banyak mahasiswa
lain, Juna memang jadi idola.
“Di tempat loe ada sepatu basket
juga kan?”, tanya Juna sambil mengaduk-aduk minumannya.
Zaki mengangguk, “Selagi basket
masih dibilang olah raga, pasti sepatu basket ada di toko sepatu olah raga”,
timpalnya ringan.
Juna tertawa mendengar gurauan
dari temannya itu.
Ardi duduk diluar kales bersama
beberapa temannya, sedangkan Sisil sedang menikmati makan siangnya di dalam
kelas. Sebungkus roti sedang dia nikmati untuk makan siang kali ini, dia harus
benar-benar berhemat. Dia belum mendapatkan uang dari pekerjaannya.
Ardi bangkit dari tempat duduknya
dan melihat kedalam kelas dari jendela. Dia melihat Sisil yang sedang menikmati
sebungkus roti. Dia sangat ingin mengajak Sisil ke kantin tapi apa daya pasti
dia akan langsung ditolak oleh Sisil.
Bel masuk kembali berbunyi,
saatnya untuk pelajaran olah raga. Warga XI.4 membawa pakaian mereka keluar
dari kelas menuju tempat ganti pakaian dan pergi untuk berolah raga.
Sebelum meninggalkan kelas Ardi
meletakkan sebotol jus jambu diatas meja Sisil tanpa berkata apa-apa. Sisil
juga nggak berkata apa-apa, dia hanya serius dengan apa yang sedang dia
kerjakan. Hari ini dia memutuskan nggak ikut berolah raga.
---
Juna berjalan sendirian masuk
kesebuah pemakaman umum, dia membawa sekeranjang bungan untuk dia taburkan di
makam nantinya. Dia berhenti disebuah makam yang nggak jauh dari pohon, membuat
tempat itu teduh.
Dia menaburkan bunga diatas
makam, menyiramkan air, dan memanjatkan doa kepada Alloh SWT. Juna serius
dengan apa yang dia lakukan. Sesaat
kemudian dia tersenyum melihat kerah nisan.
“Siang tante”, ucapnya sembari
tersenyum. “Juna selalu berharap tante medapatkan tempat terbaik disisi Alloh,
amin”. Lanjut Juna berbicara pada makam itu. “Juna pulang ke Indonesia buat
bertemu dengan Cilla, tapi sudah dua minggu ini Juna belum juga bertemu dengan
Cilla. Juna nggak tahu Cilla ada dimana”, Juna menundukkan wajahnya, dia merasa
nggak berguna.
Ada makam baru di sisi kanan
makam yang Juna kunjungi. Juna merasa penasaran dengan siapa yang terkubur di
makam baru itu, lalu dia melihat kearah nisan untuk membaca nama seseorang.
Tiba-tiba Juna terlonjak karena
terkejut, “Om Bayu?”, ucapnya nggak percaya dengan apa yang dia baca.
Tertera juga tanggal kematian
dari Bayu yang Juna sebut itu. Dua hari sebelum dia pulang ke Indonesia. Om
Bayu yang Juna panggil itu adalah Ayah, ayah dari Cilla. Juna mendekat ke makam
baru itu dan jongkok di sisinya.
“Nggak mungkin”, dia berusaha
nggak mempercayai itu semua, tapi ini memang benar makam Bayu Handoyo ayah dari
Cilla. “Kenapa om pergi secepat ini? Bagaimana keadaan Cilla sekarang, dimana
sekarang dia tinggal tanpa om disisinya?”, tanya Juna seperti orang gila yang
berbicara pada nisan yang ada dihadapannya.
“Gue harus bisa menemukan Cilla
secepatnya, gue yakin dia nggak dalam keadaan baik”, batinya.
Setelah cukup lama disitu Juna
pamit untuk pulang.
Lagi-lagi Sisil dengan cepat
keluar dari kelas, kali ini Ardi mencoba mengejarnya. Ardi keluar dari kelas
dan berlari untuk mengejar Sisil tapi entah dengan kekuatan apa Sisil begitu
cepat menghilang, bahkan di halaman sekolah Ardi sudah nggak melihat sosok
Sisil lagi.
Sisil kesebuah toko sepatu olah
raga di sebuah Mall terkemuka, dia berjalan kearah lokernya untuk mengambil
seragam kerja, dan pergi ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Sekarang Sisil sudah siap untuk
bekerja, dia menghampiri Zaki dan membantunya yang sedang menata beberapa
pasang sepatu yang tadi sempat dicoba oleh customer yang datang.
“Eh loe. Sudah sampai dari tadi?”,
tanya Zaki sambil memutar tubuhnya menghadap Sisil.
Sisil mengangguk saja lalu melanjutkan pekerjaannya.
Ada customer yang datang dan
langsung memanggil Zaki, ternyata itu Juna yang berjanji akan datang sore ini
untuk memebeli sepatu basket.
“Gue kesana dulu ya”, pamit Zaki.
Lagi-lagi Sisil mengangguk dan
melanjutkan kegiatannya menyusun rapi sepatu-sepatu.
Zaki mengantarkan Juna ke blok
khusus sepatu basket, Juna mulai memilih dengan seksama.
“Sepatu buat loe?”, tanya Zaki.
Juna menggelengkan kepalanya, “Bukan,
ini sepatu buat Ardi. Gue belum ngasih hadiah buat dia saat dia ulang tahun
jadi gue mau kasih dia hadiah sepatu ini”, jawab Juna menjelaskan, “Soalnya dia
atlet basket di sekolahannya”, lanjutnya sambil memilih-milih sepatu.
Sebuah sepatu basket berwarna
merah diraih oleh Juna, “Yang ini ukuran 42 ada nggak?”, tanya Juna pada Zaki.
Zaki melihat ke arah bandrol yang
tergantung di sepatu itu untuk mengecek ketersediaan sepatu itu dengan ukuran 42.
“Ada”, jawab Zaki, “Mau gue
ambilin?”.
“Tentu saja”, timpal Juna sedikit
tertawa.
Tapi Zaki nggak langsung
mengambilnya, dia memanggil Sisil untuk mengambilkan sepatu yang Juna inginkan.
Nggak butuh waktu yang lama Sisil
sudah siap dengan apa yang Zaki perintahkan tadi. Dia menyerahkan sepatu basket
warna merah ukuran 42 itu pada Zaki dan dia kembali ke pekerjaannya yang lain. Juna
lagi asyik memilih-milih sepatu yang lain dan Zaki menyerahkan sepatu yang tadi Juna inginkan.
“Gimana?”, tanya Zaki.
Juna mengangguk pasti, dia sudah
cocok dengan sepatu itu, “Ya, bungkus!”, ucapnya singkat.
Saat di kasir Juna melihat sosok
cewek yang pernah dia lihat di sekolahan Ardi. Cewek yang pernah diboncengin
oleh Zaki, cewek yang nggak asing buatnya, tapi tetap saja dia belum bisa
memastikan cewek itu siapa namanya.
“Itu cewek loe ya?”, tanya Juna
pada Zaki yang sedang membungkuskan sepatu yang tadi Juna beli.
Zaki menyerahkan sepatu itu, “Bukan.
Dia itu adik gue”, jawab Zaki sekenanya.
Karena memang dia menganggap Sisil
adalah adiknya.
Juna mendesah, “Oh... kirain
cewek loe. Oh ya namanya siapa?”, lanjut Juna mencari tahu.
“Sisil, namanya Sisil”, jawab
Zaki singkat.
“Sisil? Nama yang bagus”, lanjut
Juna.
---
Hari ini ada pertandingan basket
di SMA Nusantara, yang merupakan kegiatan dari perayaan ulang tahun sekolah
itu. Sudah tiga hari ini kegiatan belajar mengajar sementara diliburkan,
digantikan acara-acara olah raga dan kegiatan positif lainnya untuk memperingari
ulang tahun sekolah.
Pertandingan semi final, antara
kelas XI.4 melawan kelas XII.1 yang merupakan juara acara yang sama tahun lalu.
Semua warga XI.4 sudah duduk rapi di tribun, mereka akan menyaksikan atlet
basket dari kelas mereka bertanding melawan kakak kelas.
Sisil juga ada disana, tapi dia
masih saja sendirian nggak bergabung dan ngobrol dengan teman-temannya. Dia
memandang kosong kearah lapangan, wajahnya terlihat lelah dan nggak
bersemangat.
Dari luar lapangan Ardi
mendongakkan kepalanya untuk melihat ke tribun, dia mencari sosok yang penting
baginya.
“Gue akan berusaha menang demi
loe”, ucap Ardi sambil tersenyum, dia melihat kearah Sisil yang masih memandang
kosong kearah lapangan.
Nggak lama kemudian para tim
basket dari kedua kelas yang akan bertanding bersiap-siap di lapangan, mereka
melakukan pemanasan sebentar.
Terlihat ada Juna, dia datang ke
acara itu. Dia ingin melihat adiknya bermain, dia ingin melihat sepatu hadiah
darinya akan membuat timnya Ardi memenangkan pertandingan hari ini. Dia
berjalan ke tribun yang sepertinya mendukung kelasnya Ardi.
Dia duduk di kursi paling
belakang, kursi yang sepi oleh pendukung. Diujung kiri tempat duduk dia duduk
sendirian dan di ujung kanan tempat duduk ada seorang cewek yang juga duduk
sendirian. Juna mengenal cewek itu, cewek itu Sisil adik dari Zaki. Tapi dia
nggak lantas mendekatinya karena terlihat Sisil sepertinya ingin sendiri.
Teman-teman sekelas Ardi
menyerukan nama Ardi, mereka histeris saat Ardi melambaikan tangan kearah
mereka. Tapi Ardi melambaikan tangan bukan untuk mereka tapi untuk Juna yang
duduk di belakang mereka.
“Makasih sepatunya bang”, teriak
Ardi.
Membuat cewek-cewek yang tadi
mengeluh-eluhkannya memutar badan dan melihat kearah belakang mereka. Mereka
dibuat terkejut, karena ternyata dibelakang mereka ada cowok ganteng, berbadan
atletis, berkulit nggak terlalu putih, duduk di belakang mereka.
“Dia pasti kakaknya Ardi, uh
ganteng banget”, ucap seseorang cewek yang sekarang mengeluh-eluhkan Juna.
Pertandingan dimulai.
Sisil mencoba menikmati
pertandingan itu, tapi perhatiannya lebih tertuju pada sepatu yang Ardi pakai. Sepasang
sepatu basket yang nggak asing baginya, sepatu basket warna merah menyala yang
kemarin dia ambil karena ada seseorang yang membeli. Dia berfikir mungkin kemarin
yang membeli sepatu itu adalah Ardi.
---
Karena ada tugas yang cukup
banyak dari dosen mereka, Juna memilih untuk menginap dikontrakan Zaki malam
ini. Tapi Zaki ada pekerjaan sebentar malam ini lalu dia menyuruh Juna untuk
beristirahat dulu di kontrakannya sembari menunggu Zaki pulang.
Hari ini Sisil libur kerja. Setelah
mandi dan berganti pakaian dia keluar untuk membeli makan malam. Dia lapar,
dari tadi siang dia belum makan. Tapi sebelum keluar dari rumah Sisil mengecek
dompetnya dulu. Dia mendapati dompetnya yang semakin menipis.
Karena uang hasil dari bekerja
sudah dia bayarkan untuk sekolahnya. Dia juga baru ingat kalau bulan lalu dia
belum membayar kontrakan. Dia benar-benar merasa miskin.
Sisil keluar dari kontrakannya
dan mengunci rapat-rapat pintunya. Malam ini cukup dingin karena tadi sore
turun hujan lagi. Dia merapatkan jaketnya dan berjalan keluar dari
kontrakannya.
“Tunggu”, ada seseorang yang
membuatnya menghentikan langkah.
Sisil berbalik arah dan melihat
seseorang yang belum dia kenal sedang berjalan kearahnya dari kontrakan Zaki.
“Kata Zaki loe adiknya, tapi
kenapa kalian nggak tinggal satu rumah?”, tanya cowok itu penasaran.
Sisil nggak langsung menjawab,
dia mencoba menatap kedua mata cowok bertubuh tegap dan tinggi itu, “Loe siapa?”,
tanya Sisil datar.
“Gue temennya Zaki”, ucap Juna
sambil mengajak Sisil bersalaman, “Nama loe Sisil kan? Nama gue Juna”, lanjut
Juna memperkenalkan diri.
Sisil terkejut, di terperanjat
dan mundur selangkah dari hadapan cowok itu yang mengaku dirinya bernama Juna. Juna
membaca wajah Sisil yang terlihat terkejut, dia menurunkan tangannya kembali,
tidak jadi bersalaman.
Juna mengibas-ngibaskan tangannya
di hadapan Sisil, “Loe kanapa?”, tanyanya singkat.
Bukannya menjawab Sisil malah
menarik kerah T-shirt warna kelabu yang Juna pakai dan menarik sesuatu yang
melingkar dileher Juna. Terlihat sebuah kalung berbentuk lingkaran dengan
lubang bintang di tengahnya.
“Kalung ini”, ucap Sisil lirih.
Dengan cepat Juna mengerti maksud
dari Sisil dia juga meraih kalung yang melingkar di leher Sisil dan melihat
bandung yang nambak dari balik baju yang Sisil pakai.
“Kalung ini”, ucap Juna terkejut.
TO BE CONTINUED....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar