Part 6
Seminggu sebelum acara pernikahan
Hera.
“Bang, gue laper. Gue ke kantin
dulu ya”, pamit Erika sambil mencari dompetnya yang ada didalam tas.
Bhara yang lagi sibuk dengan
setumpuk kertas-kertas hanya melambaikan tangan membiarkan adiknya itu pergi.
Benar-benar setengah hari yang
melelahkan untuk Erika. Dia mencoba meregangkan otot leher dan pundaknya yang
kaku sambil menunggu makanan yang tadi dipesannya datang. Lagi-lagi dia
teringat dengan pernikahan Hera yang tinggal seminggu lagi, tapi sampai saat
ini dia belum juga mempunyai pacar.
Erika dengan kesal mengacak-acak
rambutnya sendiri, “Kenapa sih hidup gue harus begini?”, keluhnya yang kemudian
tertunduk dengan lesu.
“Iya aku tahu kamu sudah nggak
pasti bisa lagi sama aku. Tapi aku mohon sekali ini saja, ini untuk yang
terakhir kalinya”, ucap Hana yang sedang menelfon Dika.
Dika selesai mencuci tangannya
lalu mengeringkannya, “Hanya untuk sekali ini tapi gue harap keluarga lo nggak
salah paham dengan ini semua”, lanjut Dika sambil sedikit merapikan rambutnya.
“Janji!”, ucap Hana singkat.
“Gue tutup telfonnya”, tukas Dika
yang kemudian memutuskan telfon itu, menggenggam hp-nya dan berjalan keluar
dari toilet.
Dika berjalan sendirian menuju
ruangannya tapi karena dia melihat ada Erika di kantin, dia mengurungkan
niatnya dan beralih ke kantin untuk bersama Erika. Diam-diam Dika
mengendap-ngendap ingin mengagetkan Erika yang lagi asyik makan. Tapi Erika
mengetahui kehadirannya.
“Nggak usah kayak copet deh. Kalau
mau duduk ya tinggal duduk aja”, timpal Erika ringan.
Dika menjadi kikuk dia
menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya nggak gatal itu. Lalu terseringai dan
duduk disamping Erika.
“Kok sendirian?”, tanya Dika
sambil menoleh kearah Erika.
Erika mengangguk, “Bukannya gue
selalu sendirian ya?”, tukasnya ringan.
“Tapi sekarang sudah nggak
sendirian. Ada gue disini”, lanjut Dika. Dika meminum jus jeruk kepunyaan
Erika.
Erika tahu akan hal itu lalu
mendesah payah sambil menoleh kearah Dika. Selesai minum Dika malah tersenyum
tanpa merasa bersalah. Tapi ya sudahlah, itu cuman minuman. Erika kembali
melanjutkan makannya.
“Lo cemberut gini gara-gara cowok
lo nggak bisa nemenin lo makan siang ya?”, tanya Dika.
Erika sedikit tersedak lalu
dengan cepat meraih minumannya yang tinggak sedikit. Dika mencoba membantu
Erika yang tersedak, sampai akhirnya kondisi Erika sudah pulih seperti semula.
“Gue nggak punya cowok”, jawabnya
ketus sambil melipat tangannya dan meletakkannya diatas meja. “Nggak ada yang
mau sama gue”, keluhnya lirih.
“Gue mau sama loe, gue mau lo
jadi cewek gue”, ucap Dika dalam hati.
Dika belum berani mengungkapkan
semua isi hatinya pada Erika karena ada Hana yang masih membebani langkahnya.
Lalu terdengar dering hp, Erika
dan Dika belum mengganti ringtone-nya jadi keduanya bergegas mencari-cari hp
mereka.
“Hallo”, sapa Erika nggak
bersemangat.
“Lo lupa ya? Lo kan ada janji
makan siang sama Kevin”, ucap Cella sedikit kesal.
Dengan cepat Erika menepuk jidatnya,
“Gue lupa!”, ucap Erika.
“Untungnya lo punya sahabat yang
cerdas ini. Gue suruh dia kekantor lo. Mungkin lima menit lagi dia sampai di
depan lo”, lanjut Cella.
Sekarang Erika
mengangguk-anggukan kepalanya sambil melihat kearah seseorang yang melambaikan
tangan padanya, dengan cepat Erika membalas lambaian tangan itu membuat Dika
juga melihat kearah yang sama, “Nggak butuh lima menit Cell. Dia sudah ada
didepan gue sekarang. Gue tutup telfonnya”, sahut Erika sambil melemparkan
senyuman yang menawan.
“Maaf sudah buat lo nunggu lama”,
sapa Kevin.
Erika bangkit dari tempat
duduknya lalu bercipika-cipiki dengan Kevin dan setelah itu menyuruh Kevin
untuk duduk. Dika yang masih ada disitu memandang Erika dengan mata yang
cemburu. Erika memperkenalkan Kevin pada Dika.
Mereka bertiga duduk bersama. Dika
bener-bener nggak mau beranjak dari situ, dia ingin tahu semua yang Erika dan
Kevin bicarakan. Dia nggak mau membiarkan Erika bersama-sama cowok itu.
“Lo nggak ada kerjaan?”, tukas
Erika sambil memukul pundak Dika.
Sambil tersenyum Dika
menggelengkan kepalanya, “Kerjaan gue sudah selesai”, jawabnya ringan.
Membuat Erika sedikit kesal. Lalu
menoleh kearah kevin lagi.
“Dika itu cowok lo ya?”, tanya
Kevin terang-terangan.
Erika dan Dika bengong sambil
saling berhadapan muka.
“Jadi gue sudah nggak ada
kesempatan lagi ya Ri? Nasib gue emang gak baik banget, gak bisa miliki lo
lagi. Padahal gue masih sayang banget sama lo”, lanjut Kevin serius.
Erika nggak bisa ngomong apa-apa
karena kalimat Kevin yang nggak putus-putus itu.
“Semoga kalian bahagia”, ucap
Kevin sambil berdiri, “Gue pulang duluan”, lanjut Kevin yang kemudian pergi
begitu saja.
Kevin akhirnya pergi. Dika
terlihat sangat senang dan Erika benar-benar merasa kacau. Lagi-lagi dia
mengacak-acak sendiri rambutnya lalu menundukkan kepala, “Kenapa hidup gue
selalu serumit ini?”, keluh Erika lagi. “Tinggal seminggu lagi!”, lanjut Erika
kesal.
“Seminggu lagi?”, tanya Dika
nggak ngerti.
“Iya! Tinggal seminggu lagi”,
ucap Erika ketus sambil melihat kearah Dika. “Dalam waktu yang singkat itu gue
harus dapet cowok buat gue ajak ke acara pernikahannya sahabat gue”, gerutu
Erika masih ketus.
Sedetik kemudian Dika tertawa
terbahak-bahak setelah mendengar cerita dari Erika itu. “Emangnya kalau dateng
ke acara pernikahan itu lo harus punya cowok?”, tanya Dika.
“Kalau aja Reza baru jujur kalau dia
sudah punya cewek lain setelah acara pernikahan ini, gue pasti nggak bakalan
separah ini buat mikirin ini semua”, lanjut Erika yang kemudian menundukkan
kepalanya hingga meja.
“Gue mau jadi cowok lo”, ucap
Dika seketika itu juga.
“Lo mau karna lo kasihan sama gue
kan?”, timpal Erika yang nggak percaya.
“Gue serius. Gue suka sama lo,
gue mau jadi cowok lo”, lanjut Dika serius.
Dika mengangkat tubuh Erika agar
nggak ambrug di meja lagi. Lalu ditatapnya lekat-lekat kedua mata Erika yang
berkaca-kaca.
“Lo mau kan jadi cewek gue?”,
tanya serius Dika pada Erika yang lagi kacau itu.
Erika masih nggak percaya, “Lo
serius?”.
Dika hanya menganggukkan
kepalanya.
“Itu bukan karna lo iba sama gue?”,
tanya Erika lagi.
Dika menggelengkan kepalanya
dengan cepat.
“Lo serius?”, tanya Erika lagi
untuk memastikan.
Dika menganggukkan kepalanya
sambil tersenyum, “Gue serius. Dari awal kita ketemu, gue sudah suka sama lo. Cewek
yang nangis di bus, cewek yang hampir kecopetan, cewek yang gue tolong, gue
suka sama cewek itu. Dan gue cinta sama lo”, ucap tulus Dika akhirnya.
Erika tertegun mendengar
pengakuan Dika dengan nada suara yang lumayan cukup buat orang-orang disekitar
mereka mendengar perkataannya. Erika bengong bingung harus berkata apa karena
ini benar-benar nggak pernah dia duga.
“Lo maukan jadi pacar gue?”,
tanya Dika sekali lagi.
Sedetik kemudian suasana kantin
itu berubah riuh. “Terima...terima...terima”, orang-orang meneriaki kata-kata
itu.
Lalu Erika tersenyum lebar, “Kenapa
lo baru bilang semua ini sekarang? Gue sudah lama nungguin moment kayak ini”,
ucap Erika sambil mengerdipkan kedua matanya. Membuat matanya yang berkaca-kaca
meneteskan air mata.
Dika tersenyum senang, “Ini
artinya lo mau jadi cewek gue?”, tanya Dika memastikan.
Erika mengangguk. Dengan cepat
Dika memeluk tubuh Erika, orang-orang yang menonton mereka bersorak senang atas
bersatunya cinta mereka. Dika dan Erika sama-sama terlihat senang, keduanya
bahagia, keduanya tersenyum lebar.
Untuk kali ini Dika bisa lebih
banyak melupakan soal Hana yang benar-benar membebani batinnya. Serasa dia
sudah merdeka dan nggak dijajah Hana lagi. Dika memang sudah nggak ada rasa
lagi sama Hana, tapi Hana belum juga melepasnya, Hana nggak rela melepas Dika
yang sempurna sebagai seorang manusia biasa itu.
---
Pagi yang indah untuk Erika dan
juga Dika. Keduanya sudah resmi menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih.
Dika benar-benar bisa melupakan Hana, dan dia akan langsung memutuskan Hana
setelah apa yang diminta Hana untuk terakhir kalinya dia turuti. Beberapa hari
lagi Dika akan benar-benar lepas dari Hana dan menjadi milik Erika seutuhnya.
Dika nggak pernah ngomong apa-apa
sama Erika tentang Hana, ataupun sebaliknya. Biar ini menjadi rahadia Dika
terlebih dulu. Sebelum nantinya dia akan jujur pada Erika setelah benar-benar
putus dengan Hana.
‘Tin..tin..’, terdengar suara
klakson mobil dari luar rumah Erika dan Bhara.
Keduanya lagi sarapan bersama. Erika
yang mendengar suara itu bergegas menyudahi acara sarapannya lalu pamitan pada
kakaknya itu. Wajah Erika terlihat sangat senang sekali, wajahnya lebih cerah
dari biasanya.
“Berangkat duluan ya bang”, pamit
Erika sambil menyalami tangan kanan kakaknya itu.
Bhara kemudian mengulurkan
tangannya dan terlihat bingung, “Mau berangkat sendiri?”, tanyanya dengan mulut
penuh makanan.
Erika meraih tangan kakaknya itu
lalu menggelengkan kepalanya cepat, “Tuh sudah ada yang ngejemput”, jawab Erika
ringan.
Erika berjalan menjauh dari
kakaknya itu.
“Lo berangkat sama Dika?”, tanya
Bhara dengan nada sedikit tinggi.
Erika mengangguk sambil terus
berjalan.
“Lo jadian sama Dika?”, tanya
Bhara lagi untuk memastikan, dengan nada agak tinggi lagi.
Erika kembali menganggukkan
kepalanya, menandakan benar apa yang tadi kakaknya tanyakan itu. Bhara sudah
nggak melihat Erika lagi yang sudah keluar dari rumah mereka.
Dika membukakan pintu mobilnya
untuk Erika keduanya bertemu pandang dan tersenyum lebar. Setelah Erika masuk,
gantian Dika yang masuk dan memacu mobilnya berangkat kekantor. Walaupun Erika
belum menjadi karyawan di perusahaan itu tapi Bhara membutuhkan bantuan adiknya
itu. Semoga menjadi hari yang menyenangkan bagi keduanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar